Pengaruh muzaraah terhadap tingkat pendapatan masyarakat Desa Kalisapu Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal, Jawa Tengah

(1)

PENGARUH MUZARAAH

TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA

KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL

JAWA TENGAH

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh:

Mulyo Winarsih

103046128274

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH MUZARAAH

TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA

KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL

JAWA TENGAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)

Oleh :

Mulyo Winarsih 103046128274

Di Bawah Bimbingan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra Dr. Mujar Ibnu Syarif M.Ag

NIP : 080 030 109 NIP : 150 275 509

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PENGARUH MUZARAAH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI

KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH”, telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 10 April 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Muamalat Program Studi Perbankan Syariah.

Jakarta, 10 April 2008 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM.

NIP : 150 210 422

Panitia Ujian Munaqasyah

Ketua : Euis Amalia, M.Ag. (………) NIP. 150 289 264

Sekretaris : Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag. (………) NIP. 150 318 308

Pembimbing I : Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra ( ..……… ) NIP : 080 030 109

Pembimbing II : Dr. Mujar Ibnu Syarif M.Ag ( ..……… ) NIP : 150 275 509

Penguji I : Dr. Anwar Abbas, M.Ag ( ..………... … ) NIP : 131 273 007

Penguji II : Muhammad Taufiki,M.Ag (... ...) NIP : 150 290 159


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT. Ya Allah, kiranya memang pantaslah hamba-Mu mengungkapkan segala keagungan-Mu. Penulis tuangkan semua luapan kebahagiaan dari-Mu melalui nafas kehidupan. Tiada kata yang tepat yang dapat penulis untaikan untuk menunjukkan betapa Allah SWT. Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan kasih dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada sang pembawa risalah kebenaran, pemimpin umat Nabi Muhammad Saw.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini selesai bukan semata dari buah tangan penulis sendiri, tetapi juga karena bantuan berbagai pihak yang dengan tulus telah meluangkan waktu meski hanya sekedar menuangkan aspirasi maupun hanya sekedar memberi motivasi kepada penulis. Tanpa mereka, penulisan skripsi ini akan terasa sangat berat. Karena itu, sudah sepantasnya jika pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Euis Amalia, M.Ag, Selaku Ketua Program Studi Perbankan Syariah dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, Selaku Sekretaris Program Studi Perbankan Syariah.


(5)

3. Bapak Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra dan Bapak Dr. Mujar Ibnu Syarif , M.Ag selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, mengarahkan dan membimbing penulis dengan baik.

4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan. 5. Staf perpustakaan baik kepada perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas

Syariah dan Hukum, dan perpustakaan Kabupaten Tegal yang telah membantu meminjamkan buku-buku sebagai bahan acuan untuk menyusun skripsi ini. 6. Seluruh Dewan Kelurahan Kalisapu terutama Ibu Purwanti,yang telah

membantu penulis untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Bapak Muslikhin selaku Petugas Penyuluh Lapangan dari Dinas Pertanian dan Kehutanan, Bapak Suka selaku Pelaksana Teknis Pengairan, Bapak Mas’ud, Bapak Kidin dan Bapak Suwatno yang telah membantu penulis selama menyusun skripsi ini.

7. Orang Tua tercinta Ayahanda H.Slamet Kurdi (Alm) dan Ibunda Hj.Triningsih yang telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis. Rasanya tidak pernah cukup untuk berterima kasih, semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan kasih sayang kepada keduanya. Kakak-kakakku tercinta Mulyono, Dairoh, Mulyadi, Mulyati, Ahmad Alwi Mustofa, Mulyani, Mulyasih, Hamid Wibowo (Alm), Lely Kurniani, Mulyanto, Sugeng Riyadi, Ariyanti, Mulyatun, dan Adikku Tersayang Mulyo Joko Pamungkas, yang selalu mendoakan,


(6)

memberikan semangat dan bantuan baik moral maupun materiil kepada penulis, Semoga Allah SWT melipatgandakan balasan kebaikannya.

8. Rekan-rekan seperjuangan dan sependeritaan, Deni Kusuma yang tidak pernah bosan memberikan semangat dan selalu siap membantu, Isti’amah sobatku yang selalu bersama sejak pertama hingga selesai kuliah, Zul, Memet, Ali (Alm), teman-teman satu kosan Ayang, Umi, Ari, Anam, Fatur dan sahabat Astro Iwan, Omen, Budi, K Izul, Harun, Aip, Wahab, Bang Indra, Zeni yang selalu memotivasi dan mewarnai hari-hariku selama ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita, memberikan kasih sayang dan merahmati dengan segala kebaikan.

9. Sahabat-sahabatku kelas PS B angkatan tahun 2003 terutama Faizah, Wilda, Irma dan Evi yang selalu memotivasi, dan banyak lagi yang lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Teman-teman KKS angkatan tahun 2003 semoga tali silaturahmi kita tetap terjalin.

Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, semoga amal baik mereka dibalas dengan berlipat ganda. Amin.

Jakarta, Muharam 1429 H 19 Januari 2008 M


(7)

ABSTRAKSI

Negara Indonesia merupakan negara agraris dan tanahnya terkenal subur. Dan hampir 50% dari total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian. Beras merupakan bahan makanan pokok bangsa Indonesia. Permintaan padi yang terus meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, seharusnya dapat menjadikan para petani yang umumnya bertempat tinggal dipedesaan makmur. Tetapi realita yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu petani Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2006) total keluarga miskin di pedesaan mencapai 39,05 juta jiwa.

Ketika dunia banyak berharap pada produk pertanian dari negara tropis dan subtropis, bangsa Indonesia tidak segera menangkap gejala itu. Kekurangan dan ketergantungan sejak hampir 20 tahun ini tidak segera menyadarkan pemerintah untuk merevitalisasi pertanian Kesejahteraan petani tidak membaik. Akibatnya, petani kita selalu didera kemiskinan, pendapatan rendah, produktifitas rendah, dan mekanisme kerja yang tidak efisien.

Kalisapu merupakan salah satu desa di kabupaten Tegal yang sebagian penduduknya hidup dari hasil pertanian. Salah satu bentuk pengolahan pertanian yang mereka pakai adalah sistem paroan sawah atau sistem bagi hasil.

Dalam skripsi ini penulis membatasi khususnya daerah persawahan yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah. Perumusan masalah berfokus pada bagaimana potret tingkat pendapatan masyarakat di desa Kalisapu yang ikut terlibat dalam kegiatan muzara’ah dan apakah sistem muzara'ah berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu?

Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu seiring dengan pelaksanaan sistem muzara'ah dan mengetahui sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Kalisapu.

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat khususnya Petani Penggarap. Jumlah populasi petani penggarap disesuaikan dari jumlah anggota dalam kelompok adalah 114 orang. Dan jumlah sampelnya 53 0rang. Penulis melakukan teknik penarikan sampel dengan cara yaitu non acak (purposif sampling).

Metode analisa data dengan metode prosentase yaitu P= f/nx100%. Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian deskriptif ialah menggunakan tabel. Untuk meringkaskan data kedalam bentuk yang mudah dibaca adalah dengan menampilkan data tersebut kedalam bentuk distribusi frekuensi.

Hipotesa dari rumusan diatas adalah: Terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y).


(8)

Dari hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa petani penggarap melakukan kerjasama dengan pemilik lahan dengan bagi hasil sebagai berikut: 1/2:1/2, 2/3:1/3, 3/4:1/4 dan hasil temuannya adalah tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu khususnya petani yaitu petani penggarap yang tadinya menganggur, mengalami kenaikan pendapatan ketika petani penggarap tersebut melakukan muzara’ah atau menggarap tanah orang lain. Karena sistem muzara’ah merupakan alternatif yang dapat diusahakan petani untuk keluarganya dalam memenuhi kebutuhan. Selain itu, dapat menanamkan ibadah yaitu menciptakan rasa persaudaraan, saling tolong menolong dan mempererat tali silaturahmi, menyerap tenaga kerja yang menganggur, dan memakmurkan tanah ketika tanah yang menganggur digarap orang lain.

Sistem muzara’ah berpengaruh signifikan pada tingkat

pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu. Hal ini

dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa

variable bagi hasil muzara’ah memiliki hubungan yang

signifikan terhadap tingkat pendapatan masyarakat, yakni

sebesar 0.938 pengujiannya dengan Metode Korelasi Rank

Spearman. Dan ketika diuji dengan persamaan Regresi

Linier menghasilkan persamaan y = 1.17(+) 0.98, tanda

positif itu menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 % nilai

bagi hasil muzara’ah (X) maka jumlah pendapatan petani

per tahun (Y) akan bertambah sebesar 9,8%.

Luas Lahan Bagi Hasil PLS

Pendapatan Petani

Pendapatan Petani Per


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………....1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………..………..5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……….……….6

D. Kerangka Teori………..7

E. Tinjauan Pustaka……….…..8

F. Metode Penelitian ...………...10

G. Sistematika Penulisan……… .17

BAB II: LANDASAN TEORI A. Teori Umum...19

B. Muzara’ah……….19

1. Pengertian………..19

2. Dasar Hukum...………..22

3. Rukun dan Syarat Muzara’ah...……….28


(10)

5. Berakhirnya Akad Muzara’ah...……….32

C. Bentuk-Bentuk Muzara'ah...………33

D. Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani……….…………..………....37

E. Pendapatan………..………….44

1. Pengertian Pendapatan………44

2. Pembagian Pendapatan...44

3. Fungsi Biaya dan Pendapatan yang Linier...49

BAB III: GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Gambaran Umum Kabupaten Tegal...51

B. Gambaran Umum Desa Kalisapu...54

1. Kondisi Geografis dan Sosial Masyarakat Desa Kalisapu...54

2. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu...56

3. Sistem Bagi hasil Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu...61

BAB IV: ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Profil Responden………...66

B. Analisa...70

1. Analisa Besarnya Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu 70 2. Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and Tax) Masyarakat Kalisapu dengan Persamaan Regresi Linier Sederhana...75


(11)

3. Analisa Pengaruh Muzara’ah Terhadap Tingkat

Pendapatan Masyarakat Kalisapu dengan Metode Korelasi

Rank Sperman...76

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan………..78

B. Saran……..………..79

DAFTAR PUSTAKA ...81


(12)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Tinjauan Pustaka…….………...…... 8

2. Tabel 4.1 Jenis kelamin Responden……….. 67

3. Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Responden……… 67

4. Tabel 4.3 Pemilikan Luas Lahan………...………68

5. Tabel 4.4 Pekerjaan Awal Responden………...………… 68

6. Tabel 4.5 Petani yang menggarap tanah untuk Muzara’ah…………...….... 68

7. Tabel 4.6 Pertanian dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari…..…… 69

8. Tabel 4.7 Usaha untuk mencukupi kebutuhan selain dari pertanian……... 69

9. Tabel 4.8 Pertanian dapat untuk investasi atau modal usaha lain...…... 69

10.Tabel 4.9 Pertanian dapat untuk menabung ………...………….…………. 70

11.Tabel 4.10 Biaya produksi tanaman padi pada musim subur … ...……… 71

12.Tabel 4.11 Biaya produksi tanaman padi pada musim kemarau ……..…… 72


(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 2.1 Skema dalam Transaksi Muzara’ah……….. 41 2. Gambar 2.2 Sudanese Islamic Bank, Rural Departement Agricultural

Financing Model………..42 3. Gambar 2.3 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan

Pola Revenue Sharing………. ………46 4. Gambar 2.4 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN B. Latar Belakang Masalah

Tidak ada yang lebih penting bagi negara manapun selain kemampuan memberi makan dirinya sendiri. Di Indonesia, kata-kata itu sudah beberapa kali terbukti dan setiap rezim pemerintahan dinegara ini tampaknya sadar betul untuk tidak bermain-main dengan pangan.

Kunci stabilitas masa depan Indonesia terletak pada kemampuannya untuk menjamin ketahanan pangan dan keberhasilan pembangunan masyarakat pedesaannya. Demikian pesan yang disampaikan oleh Ronald P. Cantrell, Direktur Jendral Internasional Rice Research Institute.1

Negara Indonesia merupakan negara agraris dan tanahnya terkenal subur. Dan hampir 50% dari total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian.2 Permintaan padi yang terus meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, seharusnya dapat menjadikan para petani yang umumnya bertempat tinggal dipedesaan makmur. Tetapi realita yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu petani Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2006) total keluarga miskin di pedesaan mencapai 39,05 juta jiwa3.

Krisis beras di negara ini terjadi tidak lama setelah swasembada beras tercapai. Tahun 1990, konsumsi beras melebihi pasokan yang bisa diproduksi petani.

1

Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.33

2

www.waspadaonline.com, 20 Mei 2005, h.1

3

Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.1


(15)

Selang dua tahun produksi mampu ditingkatkan lagi, namun hanya bisa bertahan hingga 1996. Mulai 1997, Indonesia mengalami defisit beras, dan ketergantungan terhadap impor beras semakin tinggi hingga saat ini.4

Ketika dunia banyak berharap pada produk pertanian dari negara tropis dan subtropis, bangsa Indonesia tidak segera menangkap gejala itu. Kekurangan dan ketergantungan sejak hampir 20 tahun ini tidak segera menyadarkan pemerintah untuk merevitalisasi pertanian. Kesejahteraan petani tidak membaik. Akibatnya, petani kita selalu didera kemiskinan, pendapatan rendah, produktifitas rendah, dan mekanisme kerja yang tidak efisien5. Peran Bulog mengendalikan harga produsen melalui harga dasar tidak memberi insentif6 kepada petani untuk bertahan disektor pertanian dan meningkatkan produksi. Peran Bulog menjaga stabilitas harga beras konsumen pun belum memberi perlindungan harga maksimum yang menjamin harga yang layak bagi konsumen.

Pandangan Bank Dunia bahwa harga beras rendah dan menghapus larangan impor adalah cara paling cepat untuk menekan kemiskinan, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) angkanya meningkat dari 16 persen (Februari 2005) menjadi 17,75 persen (Maret 2006). Kebijakan impor beras untuk menekan harga dalam jangka pendek memang sangat menolong masyarakat miskin. Tetapi, dalam jangka panjang, tidak menyelesaikan akar persoalan, sebaliknya justru menjadi demotivasi

4

Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.35

5

Efisien yaitu suatu besaran atau angka untuk menunjukkan sampai seberapa jauh sumber daya berhasil dimanfaatkan

6

Intensif yaitu pemberian sesuatu, biasanya dalam bentuk uang, yang dapat mendorong semangat pekerja untuk lebih keras bekerja dan lebih produktif


(16)

bagi petani untuk menggenjot produksi, mengingat makin tidak adanya insentif untuk berproduksi.

Akhirnya, pemerintah memutuskan menaikkan harga pembelian pemerintah atau HPP untuk gabah dan beras. Harga gabah kering panen naik 17,65% menjadi Rp 2.000 per kg gabah kering giling Rp 2.575 per kg dan beras Rp 4000 per kg. Kenaikan itu berlaku efektif mulai 1 April 2007.

Penetapan kebijakan kenaikan HPP itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2007 tentang kebijakan perberasan.7 Inpres tersebut merupakan pemutakhiran Inpres No. 13/2005, yang sudah dua tahun tidak direvisi, walaupun biaya produksi bahkan biaya hidup petani sudah naik berkali-kali lipat.

Pertimbangannya adalah karena adanya perubahan tingkat harga gabah dan beras baru ditingkat petani maupun konsumen, kenaikan biaya produksi padi hingga beras, perkiraan produksi beras nasional meliputi volume produksi dan pola waktu panen.

Swasembada beras dan kemandirian pangan menjadi satu hal yang krusial, bukan hanya karena beras komoditas strategis sekaligus politis, tetapi juga sudah menyangkut kepentingan nasional sebagai negara dengan jumlah penduduk besar dengan makanan pokok beras. Swasembada, kemandirian dan ketahanan pangan yang berkesinambungan hanya bisa diwujudkan jika kepentingan petani tidak dikorbankan. Idealnya, seiring pergerakan pertumbuhan dunia, pertanian kita juga harus bergerak pula secara dinamis mengikuti arah pergerakan dunia. Namun,

7


(17)

kenyataannya tidak. Laju alih generasi melalui sistem bagi waris di Indonesia lebih cepat dibandingkan pertumbuhan sektor dunia modern lain, seperti industri, jasa, perbankan, serta sektor lain yang menggerakkan dunia dan simbol modernisme.

Padahal, bila sistem pertanian bisa bekerja lebih efektif dan efisien, tidak mustahil produk makanan olahan kita juga yang bahan bakunya bersumber dari pertanian dapat bersaing dan menguasai pasar lebih luas dan bisa menyejahterakan petani.

Pertanian harus mendapatkan perhatian, karena melalui pertanian manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal mendapatkan makanan.8 Pertanian juga sangat penting keberadaannya dimasyarakat. Islam pun telah mengatur praktek-prakteknya agar sesuai dengan syariat. Dalam masyarakat, ada sebagian diantara mereka yang mempunyai lahan pertanian dan juga alat-alat pertanian, tetapi tidak memiliki kemampuan bertani. Adapula sebagian yang lainnya yang tidak memiliki apapun, kecuali tenaga dan kemampuan dalam bercocok tanam. Agar terjadi pemerataan dan tidak ada lahan pertanian yang menganggur, maka Islam mengharuskan kepada setiap pemilik lahan untuk memanfaatkannya sendiri. Jika pemilik tidak dapat mengerjakannya langsung atau tidak memiliki kemampuan dalam bercocok tanam, maka pengelolaannya dapat diserahkan kepada orang lain yang lebih ahli dalam pertanian.

Jika ada orang yang melakukan transaksi untuk kerja sama, yaitu satu pihak menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan pihak kedua melakukan

8


(18)

pengolahan dan penggarapan dengan binatang ternak dan tenaganya, dan keduanya akan mendapatkan hasil pertanian tersebut, semata-mata untuk memanfaatkan tanah dan meluaskan lahan pertanian, maka hal itu sudah cukup baik.9

Kalisapu merupakan salah satu desa di kabupaten Tegal yang sebagian penduduknya hidup dari hasil pertanian. Sistem pertanian yang dipakai oleh mereka bermacam-macam sesuai dengan kondisi dan adat istiadat setempat. Salah satu bentuk pengolahan pertanian yang mereka pakai adalah sistem paroan sawah atau sistem bagi hasil. Sistem tersebut adalah suatu jenis kerjasama antara petani dan pemilik lahan, yang salah satunya menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan pihak lain melakukan pengolahan atau penggarapan, yang apabila mendapatkan hasil maka hasilnya akan dibagi sesuai kesepakatan bersama. Sehingga dari sistem tersebut terlihat adanya pengaruh muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat.

Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem muzara’ah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kabupaten Tegal khususnya desa Kalisapu, maka penulis merekomendasikan skripsi dengan judul, PENGARUH MUZARA’AH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efisien, maka penulis membatasinya dalam masalah pengaruh sistem muzara’ah (bagi hasil) terhadap

9


(19)

peningkatan pendapatan masyarakat di bidang pertanian khususnya persawahan yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah.

Dari pembatasan masalah tersebut maka perumusan masalah berfokus pada seputar permasalahan-permasalahan berikut :

a. Bagaimana potret tingkat pendapatan masyarakat desa Kalisapu yang terlibat dalam kegiatan muzara’ah?

b. Apakah sistem muzara'ah berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sejauh mana tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu seiring dengan pelaksanaan sistem muzara'ah.

2. Mengetahui sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Kalisapu.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada :

1. Peneliti

Mengetahui sejauh mana kemampuan dan pengetahuan penulis tentang penelitian yang dilakukan.


(20)

2. Petani

Memberikan masukan yang bermanfaat kepada petani sehingga dalam bekerja dan mengembangkan usahanya disektor pertanian menjadi lebih baik.

3. Masyarakat

Berguna untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana menjalankan kegiatan dibidang pertanian dengan sistem bagi hasil yang baik dan sesuai dengan syariat.

4. Pembaca

Merupakan informasi yang berharga dalam menambah pengetahuannya tentang sistem bagi hasil dalam pertanian dan mengetahui transaksi yang terjadi khususnya di daerah pedesaan.

D. Kerangka Teori

Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam mengurangi kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan secara langsung dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta manfaat-manfaat ekonomis lainnya.

Sektor pertanian yang merupakan basis pertumbuhan ekonomi pedesaan, sangat strategis dalam meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan. Akan tetapi, sampai saat ini para petani juga masih dihadapkan pada kemiskinan dan kesulitan dalam pembiayaan untuk pengembangan usahanya.

Konsep bagi hasil sebenarnya bukan transaksi baru dalam masyarakat Indonesia. Tradisi ini telah lama dikenal dalam berbagai kegiatan ekonomi. Pada


(21)

sektor pertanian dikenal system maro, mertelu, marapat, paroan10. Sistem bagi hasil pertanian, terutama untuk tanaman padi berlangsung antara penggarap dan pemilik modal lahan dengan proporsi bagi hasil yang relatif beragam.

Kerangka Konsep:

Sistem Muzara’ah (Bagi Hasil)

Tingkat Pendapatan Masyarakat

Uji Statistik

Kesimpulan analisis pengaruh muzara'ah terhadap tingkat pendapatan Masyarakat

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian skripsi yang mengangkat tema

mengenai muzara’ah, diantaranya:

Tabel 1

NO Judul Skripsi Penyusun

1. Pengaruh sistem muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat (studi kasus sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Dewasari kecamatan Cijeungjing kabupaten Ciamis Jawa Barat)

Endang Yulianti/200 4

2. Aplikasi sistem muzara'ah pada masyarakat (studi kasus pada masyarakat desa Sukamulya Sukabumi Jawa Barat)

Dewi Lestari/2004

10


(22)

3. Muzara'ah dan pengaruhnya terhadap masyarakat pedesaan (studi kasus sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Cihamerang kecamatan Kabandungan kabupaten Sukabumi)

Yuliani/200 4

Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Endang Yulianti, sudah sangat bagus mengenai pengaruh yang ditimbulkan pelaksanaan sistem muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat khususnya dalam peningkatan produksi pertanian dan penyerapan tenaga kerja masyarakat. Tetapi dalam hal ini tidak terdapat penjelasan dalam bentuk data-data kuantitatif, tidak terdapat tinjauan pustaka, manfaat penelitian secara khusus, dan hipotesa.

Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Dewi Lestari sudah sangat bagus mengenai Aplikasi sistem muzara'ah pada masyarakat. Tetapi dalam hal ini tidak terdapat penjelasan mengenai aplikasi muzara'ah dalam masyarakat dengan menerangkan dengan data-data kuantitatif.

Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Yuliani sudah sangat bagus mengenai muzara'ah dalam perspektif hukum Islam dan menerangkan pengaruh muzara'ah terhadap aspek perekonomian dan aspek sosial. Tetapi dalam hal ini tidak menjelaskan tentang sistem muzara'ah dengan menggunakan data-data kuantitatif.

Dari topik-topik yang diangkat tersebut, sudah jelas perbedaan yang akan penulis angkat, yakni mengenai pengaruh sistem muzara’ah terhadap tingkat pendapatan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah, dengan menggunakan data-data kuantitatif.


(23)

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif. 2. Sumber Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data yaitu : a. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden, melalui masyarakat desa Kalisapu yang berkaitan dengan materi skripsi ini.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data yang didapat dari responden serta diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, surat kabar, internet dan kepustakaan lain yang berkaitan dan ada relevansi dengan skripsi ini. 3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan maka yang digunakan dalan penelitian ini adalah:


(24)

a. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan mempelajari dan memanfaatkan beberapa informasi yang diperlukan melalui buku-buku maupun laporan studi yang relevan berkaitan dengan permasalahan, baik catatan maupun laporan pelaksanaan yang terdapat di desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah maupun instansi lain yang terkait yang hendak diangkat oleh penulis.

b. Penelitian Lapangan

Yaitu dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sasaran penelitian, yaitu dengan cara:

1. Wawancara (interview)

Yaitu melakukan tanya jawab langsung terhadap pihak terkait untuk memperoleh data-data yang berhubungan erat dengan masalah yang dibahas.

2. Angket

Angket atau kuesioner adalah jumlah pertanyaan tertulis digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.11 Pertanyaan kuesioner sebagian bersifat tertutup dimana pilihan atau alternatif jawaban tersedia dan sebagian lagi terbuka untuk menggali informasi yang mungkin muncul diluar pertanyaan yang tersedia.

5. Populasi dan Sampel

11

Suharsini Arikunto, prosedur penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002), cet. Ke-12, h.128


(25)

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat khususnya Petani Penggarap. Jenis penelitian sampel adalah jika kita hanya meneliti sebagian kecil dari populasi, maka penelitiannya dinamakan sampel.

Dengan penarikan sampel jenis ini, maka peneliti mempertegas bahwa dengan penarikan sampel peneliti tidak menganggap hasil penelitian atau kesimpulan ini berlaku umum, namun kesimpulan yang didapat dari penelitian hanya berlaku didaerah yang dapat diteliti saja. Jumlah populasi petani penggarap disesuaikan dari jumlah anggota dalam kelompok adalah 114 orang.

Adapun rumus penghitungan besaran sample12 yaitu : n =

1 ) (d 2 + N

N

Keterangan :

n = Jumlah sample yang dicari N = Jumlah populasi

d = Nilai Presisi (penulis menggunakan 10%) Perhitungannya sebagai berikut:

n =

1 ) (d 2 + N

N

n = =

+1 ) 1 . 0 ( 114

114

2 53 orang

6. Teknik Penarikan Sampel

12

M Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, (Jakarta:Kencana, 2005) h.105


(26)

Teknik penarikan sampel dengan cara yaitu non acak (purposif sampling) yaitu suatu penarikan contoh dari unsur-unsur populasi untuk menjadi unsur dengan tidak memberi peluang yang sama kepada masing-masing unsur populasi.

7. Metode Analisa Data

a. Kuantitatif yaitu data yang dapat diukur sehingga dapat menggunakan statistik dalam pengujiannya.

b. Kualitatif yaitu penelitian yang datanya adalah data kualitatif, umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar.

c. Dengan Metode Prosentase :

P = f/n x 100%

Keterangan :

P : Prosentase N : Jumlah Sampel

F : Frekuensi 100% : Bilangan Tetap13

Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian deskriptif ialah menggunakan tabel. Untuk meringkaskan data kedalam bentuk yang mudah dibaca adalah dengan menampilkan data tersebut kedalam bentuk distribusi frekuensi.

d. Metode Regresi14 yaitu persamaan garis yang menerangkan pola hubungan variable-variabel. Pola itu bisa berbentuk linier atau non linier. Dalam

13

M Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, h.171-172


(27)

pengujiannya menggunakan perhitungan dengan rumus umum regrasi linier (lurus) : Y = a + bx

a =

− − 2 2 2 ) ( ) )( ( ) )( ( x x n xy x x y b=

∑ ∑

− − 2 2 ) ( ) )( ( x x n y x xy n Keterangan :

n : Jumlah pengamatan (sampel)

e. Metode Korelasi Rank Spearman15yaitu statistik yang didasarkan atas ranking (jenjang). Ini adalah ukuran asosiasi yang menuntut kedua variabel diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga obyek-obyek atau individu-individu yang dipelajari dapat di-ranking dalam dua rangkaian berurut.

rs = 1

N N di N i − −

= 3 1 2 6 Dimana:

di = perbedaan antara kedua ranking. Σdi = Jumlah kuadrat dari di

14

Ali Maududi, Statistik I Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial, (Jakarta: PT.Prima Heza Lestari,2006) Ed.1 h.94

15

Sidney Siegel, Statistik NonParametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia, 1985) h.253


(28)

8. Variabel penelitian

• Variabel penelitian Bagi hasil

Muzara’ah

• Operasional variabel dan indikator X = Bagi Hasil Muzara’ah

Y = Pendapatan Petani Per Tahun X = Hasil Pendapatan Muzaraah

Y = Pendapatan Petani Per Tahun ( Hasil Muzara’ah+Pendapatan Awal) Hasil Muzara’ah = EBZT x Persen Bagi Hasil Muzara’ah

EBZT (Laba Kotor) = TR-TC

TR = Q (Jumlah hasil produksi per kuintal) x P (Harga dalam rupiah (Price)

Keterangan :

TR = Total Penerimaan (total revenue) yaitu jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual.

TC = Total Biaya (total cost) yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang.

Pendapatan Petani per tahun


(29)

9. Uji signifikasi

Uji signifikasi adalah menguji dengan t-tabel dan t- hitung. Dengan asumsi apabila t-hitung berada di daerah Ho, berarti tidak ada hubungan antara variabel X dan Y, tapi apabila t-hitung berada pada wilayah kritis, maksudnya menolak Ho, maka ada hubungannya. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini :

Gambar 1.1

Menolak Ho manerima Ho Menolak Ho

(hubungan negatif) (hubungan positif)

Keterangan :

►Taraf nyata kami tentukan 5 %, dengan angka kritik dari table sebaran t. ►Untuk mencari daerah kritis adalah 5 % =

2 05 . 0

= 0,025 ►Df, adalah N-1 = 53-2 = 52

► T-tabel adalah = 2,0005 10.Hipotesa

Hipotesa merupakan jawaban sementara yang digunakan penulis dalam penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. 16 Hipotesa bisa saja benar dan bisa saja salah. Hipotesa dari rumusan diatas adalah: Terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y).

Dari pertanyaan statistik dapat dirumuskan sebagai berikut:

16

Masri Singarimbun dan Sopian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta:LP3ES, 1989 cet 2,h.43


(30)

ρo = 0, tidak terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah dan pendapatan petani per tahun.

ρ1 ≠ 0, terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah dan pendapatan petani per tahun.

11. Tehnik Penulisan

Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh penulis disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi 2007" yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar memudahkan penulisan skripsi maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari Lima Bab dengan rincian sebagai berikut :

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang Latar belakang masalah, Pembatasan masalah dan Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Kerangka teori, Tinjauan pustaka, Metode penelitian dan Teknik penelitian, serta Sistematika penulisan.


(31)

BABII: KERANGKA TEORI

Bab ini berisi tinjauan pustaka sistem muzara’ah yang mengurai tentang Pengertian dan Dasar hukum muzara'ah, Bentuk-bentuk muzara'ah, Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani, Pengertian pendapatan, Pembagian Pendapatan dan Fungsi Biaya dan Pendapatan yang Linier.

BAB III: PROFIL RESPONDEN

Bab ini berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Tegal, Gambaran Umum Desa Kalisapu meliputi Kondisi geografis dan sosial Masyarakat, Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu dan Sistem Bagi hasil Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu.

BABIV: ANALISIS HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi tentang Profil Responden, Analisa Besarnya

Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu,

Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and

Tax) Masyarakat dengan Persamaan Regresi Linier

Sederhana, Analisa Pengaruh Muzara’ah terhadap tingkat

pendapatan Masyarakat dengan Metode Korelasi Rank

Sperman.

BABV: PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-bab sebelumnya serta saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat Desa Kalisapu dalam bidang pertanian.


(32)

BAB II

LANDASAN TEORI A. Teori Umum

A.1. Sistem

Dalam kamus manajemen karangan B.N Marbun, SHdisebutkan bahwa yang dimaksud sistem adalah sekelompok unsur saling bergantung dan jalin menjalin serta dapat dianggap atau diperlukan sebagai kesatuan.17

A.2. Tingkat

Tingkat adalah angka yang menunjukkan tingkat nilai, harga, kecepatan perkembangan, produksi dan sebagainya dari sesuatu berdasarkan satuan ukur tertentu.18

B. MUZARA’AH

1. Pengertian Muzara’ah

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah mendefinisikan muzara’ah dengan,” menyerahkan tanah kepada orang yang akan menggarapnya, dengan ketentuan si penggarap akan mendapatkan bagian dari hasil tanaman itu, separuh, sepertiga atau lebih, atau kurang dari itu, berdasarkan kesepakatan bersama.”

19

Adapun muzara’ah menurut Imam Maliki yaitu” perjanjian kerjasama dalam sektor

17

B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)

18

B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)

19

Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Dar al-Fikr, Beirut 1998), jilid 3, h.137


(33)

pertanian”. Sedangkan menurut Imam Hambali yaitu” Suatu kontrak penyerahan tanah kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi dua”.20

Menurut Rahman, muzara’ah diartikan sewa dalam bentuk bagi hasil terhadap tanah pertanian, sedangkan musaqat dilakukan terhadap tanah perkebunan/kebun. Sedangkan dalam perbankan Syariah dikatakan bahwa muzara’ah diidentikkan dengan mukhabarah, hanya saja bila muzara’ah benihnya dari pemilik tanah, maka kalau mukhabarah benihnya dari penyewa. Musaqat diartikan persewaan tanah dimana penyewa hanya berkewajiban mengairi dan memelihara tanah.21

Besarnya sewa ditetapkan dari hasil produksi dengan cara menentukan besarnya masing-masing dalam bentuk proporsi seperti : 1/3;1/4 dan lain-lain sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak serta berdasarkan kebijakan masing-masing daerah atau kondisi wilayah di mana tanah itu berada.

Menurut Sunarto Zulkifli membedakan jenis muzara’ah kepada dua bagian :22 1. Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan lahan pertanian dimana benih berasal

dari pemilik lahan.

2. Mukhabarah adalah kerjasama pengolahan lahan pertanian dimana benih berasal dari petani penggarap.

20

Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqih al-Islami Wa’adillatuh, (Beirut:Dar-al-Fikr,1983), Juz 5, h.613

21

Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, (BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta, 2005), h.326

22

Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003) cet.1, h.56


(34)

Muzara’ah adalah metode pendanaan tradisional yang menggunakan prinsip mudharabah dan musyarakah23. Muzara’ah adalah imbangan tradisional dari mudharabah dalam bidang pertanian di mana petani mengambil lahan pertanian berdasarkan prinsip bagi hasil panen. Bank-bank menyerahkan kepada para petani lahan yang mereka miliki atau yang bukan dalam pemilikan mereka. Kapling tanahnya harus benar-benar ditentukan dalam perjanjian dan harus ditetapkan untuk suatu periode waktu tertentu. Hasil dari lahan itu dibagi di antara bank dan petani menurut proporsi yang disepakati.

Menurut Nasrun Haroen dalam buku fiqh muamalah, secara etimologi, al muzara’ah berarti kerjasama di bidang pertanian antara pemilik tanah dengan petani penggarap. Sedangkan dalam terminology fiqh terdapat beberapa definisi al muzara’ah yang dikemukakan ulama fiqh.

Menurut Imam Maliki yaitu :

ﺮﺸﻟا

ﺔآ

ﻰﻓ

ﺰﻟا

ر

ع

24

Perserikatan dalam pertanian.

Menurut Imam Hambali al muzara’ah adalah:

د

ضرﻻا

ﻰ ا

ﺎﻬ رﺰ

وا

ﺎﻬ

عرﺰ او

ﺎ ﻬ

25

Penyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua.

23

Latifa M. Alqaoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek, ( Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), h.81

24

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.275

25


(35)

Pengertian tersebut dalam kebiasaan Indonesia disebut sebagai “paroan sawah. Penduduk Irak menyebutnya “ al-mukhabarah”, tetapi dalam al-mukhabarah, bibit yang akan ditanam berasal dari pemilik tanah.

Imam asy-Syafi’I mendefinisikan al-mukhabarah dengan :

ضرﻻا

ج

ﺎﻬ

ﺬ او

ر

ﺎ ا

26

Pengelolaan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah.

Dalam al-mukhabarah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh penggarap tanah, sedang dalam al-muzara’ah bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik.

2. Dasar Hukum Muzara’ah

Dalam membahas hukum muzara’ah terjadi perbedaan pendapat para ulama. Ada ulama yang menolak sistem muzara’ah dan ada pula ulama yang membolehkan akad muzara’ah. Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M) dan Zufair ibn Huzail (728-774 M), pakar fiqh hanafi, berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak boleh. Menurut mereka, akad al-muzara’ah dengan bagi hasil, seperti seperempat dan seperdua, hukumnya batal. Alasan Imam Abu Hanifah dan Zufair ibn Huzail adalah hadist yang bersumber dari Tsabit Ibnu adh-Dhahhak.

26


(36)

Dalam riwayat Sabit ibn adh-Dhahhak dikatakan :

نا

ﻮ ر

ل

ﷲا

ﷲا

و

ﻰﻬ

ﺔ راﺰ ا

)

اور

كﺎ

ا

(

27

"Rasulullah saw. melarang al-muzara’ah" (HR Muslim dari tsabit Ibnu Adh-dhahhak).

Menurut mereka, obyek akad dalam al-muzara’ah belum ada dan tidak jelas kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pertanian yang belum ada (al-ma’dum) dan tidak jelas (al-jahalah) ukurannya, sehingga keuntungan yang akan dibagi, sejak semula tidak jelas. Boleh saja pertanian itu tidak menghasilkan, sehingga petani tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kerjanya. Oleh karena itu unsur spekulasi (untung-untungan) dalam akad ini terlalu besar, obyek akad yang bersifat al-ma’dum dan al-jahalah inilah yang membuat akad ini tidak sah. Adapun perbuatan Rasulullah saw. dengan penduduk Khaibar) menurut mereka, bukan merupakan akad al-muzara’ah, adalah berbentuk al-kharaj al-muqasamah, yaitu ketentuan pajak yang harus dibayarkan petani kepada Rasulullah setiap kali panen dalam prosentase tertentu.

Dalam hadist yang diriwayatkan al-Jama’ah (mayoritas pakar hadist) dikatakan bahwa :

27


(37)

نا

ﻮ ر

ل

ﷲا

ﷲا

و

ها

ﺮ ﺸ

جﺮ

عرزوا

)

اور

ىرﺎ ا

و

ﻮ او

دواد

ﻰ ﺎ او

او

ﺮ او

ىﺬ

ﺪ او

ﷲا

(

28

Rasulullah saw. melakukan akad muzara’ah dengan penduduk Khaibar, Yang hasilnya dibagi antara Rasul dengan para pekerja.(HR al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, an-Nasa’I, Ibnu Majah,at-Tirmizi, dan Imam Ahmad ibn Hanbal dari Abdullah ibn Umar).

Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M), Muhammad ibn al-Hasan asy-Syaibani (748-804 M), keduanya sahabat Abu Hanifah, juga berpendapat bahwa akad al-muzara’ah hukumnya boleh, karena akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani sebagai serikat dalam penggarapan sawah.

Menurut mereka, akad ini bertujuan untuk saling membantu antara petani dengan pemilik tanah pertanian. Pemilik tanah tidak mampu untuk mengerjakan tanahnya, sedangkan petani tidak mempunyai tanah pertanian. Oleh sebab itu, adalah wajar apabila antara pemilik tanah persawahan bekerjasama dengan petani penggarap, dengan ketentuan bahwa hasilnya mereka bagi sesuai dengan kesepakatan

28

Ahmad Zaidun, Ringkasan Hadist Shahih Al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), Cet. h. 496


(38)

bersama. Menurut mereka, akad seperti ini termasuk ke dalam firman Allah dalam surat al-Ma’idah, 5:2 yang berbunyi :

ﺎ و

ﻰ اﻮ و

ﺮ ا

او

ىﻮ

ﻻو

اﻮ و

ﻻا

و

ﺪ ا

ناو

)

ةﺪ ﺎ ا

:

2

(

‘’Bertolong menolonglah kamu atas kebajikan dan ketakwaan dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan…. ‘’(Q.S. Al Maidah:2)

Firman Allah dalam surat An Nisaa: 29 berbunyi :

ﺎﻬ أﺎ

اﻮ اء ﺬ ا

اﻮ آْﺄَ

ﻜ اﻮ أ

ِ ﺎ ﺎِ

ﺎَإ

نأ

نﻮﻜَ

ةرﺎ

ضاﺮَ

)...

ءﺎ ا

:

29

(

“Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”(Q.S. An Nisaa’:29)

Mujahid juga meriwayatkan bahwa:

ﺎ ﺪ

.

،وﺮ

ﺪ ز

د

ﺎ ﺮ ا

نا

سوﺎ

لﺎ اﺪهﺎ

:

ﻓار

ا

ﻰ ا

ا

.

ﺎﻓ

و

ﷲا

ا

ا

ﺪ ا

.

ﺮﻬ ﺎﻓ

لﺎ

.

نا

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

ﻰﻬ

و

.

ﻜ و

اﻮه

)

سﺎ

ا

: (

ﷲا

ﷲا

لﻮ ر

نا

لﺎ

و

))

ﺎﻬ

ﺪ ﺎ

نا

را

ﺎ ا

ﺮ ا

ن

ﺎ ﻮ

ﺎ ﺮ

) ((

اور

(

29

“Mujahid meriwayatkan dari Rafi’bin Khadij bahwa Rasulullah SAW melarang mereka untuk melakukan urusan yang mendatangkan keuntungan (memberi tanah dengan bagi hasil atau pembayaran tunai) Rasulullah SAW juga berkata kepada mereka bahwa jika mereka mempunyai tanah, mereka

29


(39)

harus menggarapnya sendiri atau menyerahkannya kepada saudara-saudara mereka yang dipercayai untuk menggarapnya.” (Riwayat Muslim)

Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak sah, kecuali apabila al-muzara’ah mengikut pada akad al-musaqah (kerjasama pemilik kebun dengan petani dalam mengelola pepohonan yang ada di kebun itu, yang hasilnya nanti dibagi menurut kesepakatan bersama). Misalnya apabila terjadi kerjasama dalam pengolahan perkebunan, kemudian ada tanah kosong yang boleh dimanfaatkan untuk al-muzara’ah (pertanian), maka menurut Imam Syafi’i, akad al-muzara’ah boleh dilakukan. Akad ini tidak berdiri sendiri, tetapi mengikut pada akad al-musaqah.

Ada juga yang melarang dengan dalil hadist shahihnya yang menerangkan bahwa nabi SAW melarang menyewakan tanah dengan penyewaan atau bagian tertentu, yaitu hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh dua orang peserta Perang Badar Rafi’bin Khadij dan Jabir bin Abdullah.30

Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. berkata:

ىﺮﻜ

ﺎ آ

ﺎ ر

دﺰ

ﺪ ا

ها

ﺮ آا

ﺎ آ

لﺎ

ﻓار

و

ﻚ اذ

ب

ﺎ ﻓ

لﺎ

ضﺮ ا

ﺎﻬ

ﺎ ﺎ

ضﺮ ا

ه

ﺬ ا

ﺎ ا

ﺎ ﻬ ﻓ

ﻚ اذ

و

ضﺮ ا

ب

ﺎ و

ضﺮ ا

قرﻮ او

) .

ىرﺎ ا

اور

:

2327

(

31

“Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. dia berkata: kami adalah penduduk Madinah yang paling banyak memiliki lading. Kami menggarap lahan

30

http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3

31


(40)

pertanian dengan cara bagi hasil dengan ditentukan lokasi mana yang akan kami pungut hasilnya dan mana pula yang akan dipungut hasilnya oleh pekerja. Kadang-kadang lokasi tertentu ( jatah untuk upah pekerja) terserang hama, sementara lokasi yang lain (jatah untuk kami) selamat. Kadang-kadang juga terjadi sebaliknya. Maka kami dilarang (oleh Rasulullah SAW menerapkan cara bagi hasil seperti itu). Ketika itu mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) belum berlaku”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadis: 2327)

Adapun yang berpendapat bahwa penyewaan tanah yang dilarangnya itu ialah penyewaan dengan uang (emas dan parak). Adapun muzara’ah dipandang tidak apa-apa tetapi dengan 1/3 atau ¼ ialah Thawus (salah seorang ahli Fiqih dari Yaman dan seorang Tabi’in besar), Muhammad bin Sirin dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abu baker as-Shiddiq.32

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membolehkan menyewakan tanah, tetapi beliau sendiri menyebutkan, bahwa muzara’ah adalah lebih sesuai dengan keadilan dan prinsip syariah Islamiyah. Beliau berkata: “Muzara’ah lebih halal daripada kira’33, dan lebih mendekati kepada keadilan dan pokok ajaran agama Islam. Sebab dalam muzara’ah itu kedua belah pihak bersekutu dalam keuntungan dan kerugian, berbeda dengan kira’, maka pemilik tanah sudah pasti menerima keuntungan, sedang pihak penyewa kadang-kadang dapat dan kadang-kadang tidak dapat.34

Muzara’ah yang adil adalah cara yang dilakukan oleh kaum muslimin di zaman Rasulullah SAW, para khulafaur Rasyidin, keluarga Abu bakar, keluarga Umar, keluarga Usman, keluarga Ali dan kaum muhajirin. Dan ini pulalah yang

32

http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3

33

Kira’ yaitu bentuk muzara’ah yang dilarang karena pemilik sudah pasti menerima keuntungan sedangkan untuk penyewa belumpasti menerima hasil.

34


(41)

menjadi pendirian kebanyakan para sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Dan ini pulalah yang menjadi pendirian Ulama ahli hadist seperti Imam Ahmad, Ishak bin rahawih, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Daud bin Ali, Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah, Abu bakar bin al-Mundzir, Muhammad bin Nasr al-Maruzi. Dan ini juga yang menjadi pendirian kebanyakan ulama Islam seperti Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan dan lain-lain.35

3. Rukun dan Syarat-syarat Muzara’ah a. Rukun Muzara’ah

Jumhur Ulama yaitu Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam

Hambali yang membolehkan akad muzara’ah

mengemukakan rukun yang harus dipenuhi, agar akad itu

menjadi sah, di antaranya :

1) Pemilik tanah;

2) Petani penggarap (pengelola);

3) Objek muzara’ah yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja pengelola; 4) Ijab dan Kabul.36

Secara sederhana ijab dan kabul cukup dengan lisan saja. Namun, sebaliknya dapat dituangkan dalam surat perjanjian yang dibuat dan disetujui bersama, termasuk bagi hasil ( persentase kerjasama itu).37

35

http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.6

36

Ijab adalah ungkapan penyerahan lahan dari pemilik lahan dan Qabul adalah pernyataan menerima lahan untuk diolah dari petani.


(42)

b. Syarat-syarat Muzara’ah

Syarat-syarat muzara’ah, ada yang berkaitan dengan orang yang berakad, benih yang akan ditanam, lahan yang akan dikerjakan, hasil yang akan dipanen, dan jangka waktu berlaku akad.

1. Syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad, harus baligh dan berakal, agar mereka dapat bertindak atas nama hukum.

2. Syarat yang berkaitan dengan benih yang akan ditanam harus jelas dan menghasilkan.

3. Syarat yang berkaitan dengan lahan pertanian adalah :38

a) Menurut adat kebiasaan dikalangan petani, lahan itu bisa diolah dan menghasilkan panen dan bukan tanah tandus39. Sebab, ada tanaman yang tidak cocok ditanami pada daerah tertentu.

b) Batas-batas lahan itu jelas

c) Lahan itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk diolah dan pemilik lahan tidak boleh ikut campur tangan untuk mengelolanya.40

4. Syarat yang berkaitan dengan hasil panen adalah sebagai berikut :

Pembagian hasil panen harus jelas (persentasenya) dan ditentukan dari awal kontrak, agar tidak terjadi perselisihan41.

37

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta:PT. Raja Grafindo, 2003), cet.1, h.283-284

38

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.278

39

AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.140 40

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 278

41


(43)

Hasil panen itu benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa ada pengkhususan seperti disisihkan lebih dahulu sekian persen, persyaratan ini pun sebaiknya dicantumkan di dalam perjanjian, sehingga tidak timbul perselisihan dibelakang hari, terutama sekali lahan yang dikelola itu sangat luas.

5. Syarat yang berkaitan dengan waktu pun harus jelas didalam akad, sehingga pengelola tidak dirugikan, seperti membatalkan akad itu sewaktu-waktu. Untuk menentukan jangka waktu ini biasanya disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat.

6. Syarat yang berhubungan dengan objek akad, juga harus jelas pemanfaatannya benihnya, pupuknya, dan objeknya, seperti yang berlaku pada daerah setempat. Perjanjian dengan sistem muzara’ah akan sah apabila tidak seorangpun yang dikorbankan haknya, tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya yang dapat menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak dan tidak satupun syarat yang tidak diberi ketetapan pada saat perjanjian itu berlangsung yang mungkin membahayakan hak salah satu dari kedua belah pihak.42 Maksud dari kalimat diatas bahwa masing-masing kedua belah pihak tidak boleh melakukan kecurangan sehingga saat melakukan kerjasama harus timbul adanya saling percaya.

42

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, ( Yogyakarta: PT Dana Bhakti wakaf UII), jilid 2, h.287


(44)

3. Akibat Akad Muzara’ah

Menurut Jumhur Ulama yang membolehkan akad muzara’ah, apabila akad ini telah memenuhi rukun dan syaratnya, maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut : 1. Petani bertanggung jawab mengeluarkan biaya benih dan biaya pemeliharaan

pertanian tersebut.

2. Biaya pertanian, seperti pupuk, biaya penuaian, serta biaya pembersihan tanaman, ditanggung oleh petani dan pemilik tanah sesuai dengan prosentase bagian masing-masing.

3. Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.

4. Pengairan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila tidak ada kesepakatan, berlaku kebiasaan ditempat masing-masing.43 Apabila kebiasaan tanah itu diairi dengan air hujan, maka masing-masing pihak tidak boleh dipaksa untuk mengairi tanah itu dengan melalui irigasi. Apabila tanah pertanian itu biasanya diairi melalui irigasi, sedangkan dalam akad disepakati menjadi tanggungjawab petani, maka petani bertanggungjawab mengairi pertanian itu dengan irigasi.

5. Apabila salah seorang meninggal dunia sebelum panen, akad tetap berlaku sampai panen, dan yang meninggal diwakili oleh ahli warisnya, karena jumhur ulama berpendapat bahwa akad upah mengupah (al ijarah) bersifat mengikat kedua belah pihak dan boleh diwariskan. Oleh sebab itu, menurut mereka, kematian salah satu pihak yang berakad tidak membatalkan akad ini.

43


(45)

4. Berakhirnya Akad al-Muzara’ah

Para ulama fiqih yang membolehkan akad al-muzara’ah mengatakan bahwa akad ini akan berakhir apabila :

1. Jangka waktu yang disepakati berakhir. Akan tetapi, apabila jangka waktunya sudah habis, sedangkan hasil pertanian itu belum laik panen, maka akad itu tidak dibatalkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama di waktu akad. Oleh sebab itu, dalam menunggu panen itu, menurut jumhur ulama, petani berhak mendapatkan upah sesuai dengan upah minimal yang berlaku bagi petani setempat. Bila kerjasama berakhir sebelum panen, maka yang diterima oleh pekerja adalah upah dan yang diterima oleh pemilik lahan adalah sewa dalam ukuran yang patut yang disebut ujratul mitsil44. Selanjutnya, dalam menunggu masa panen itu biaya tanaman, seperti pupuk, biaya pemeliharaan, dan pengairan merupakan tanggungjawab bersama pemilik tanah dan petani, sesuai dengan prosentase pembagian masing-masing.

2. Menurut ulama Hanafiyah dan ulama Hanabillah, apabila salah seorang yang berakad wafat, maka akad al-muzara’ah berakhir, karena mereka berpendapat bahwa akad al-ijarah tidak boleh diwariskan. Akan tetapi ulama Malikiyah dan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa akad al-muzara’ah itu dapat diwariskan. Oleh karena itu, akad tidak berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang berakad.

44


(46)

3. Adanya uzur salah satu pihak, baik dari pihak pemilik tanah maupun dari pihak petani yang menyebabkan mereka tidak boleh melanjutkan akad al-muzara’ah itu. Uzur dimaksud antara lain adalah :

(a) Pemilik tanah terbelit utang, sehingga tanah pertanian itu harus ia jual, karena tidak ada harta lain yang dapat melunasi utang itu. Pembatalan ini harus dilaksanakan melalui campur tangan hakim. Akan tetapi, apabila tumbuh-tumbuhan itu telah berbuah, tetapi belum laik panen, maka tanah itu tidak boleh dijual sampai panen.

(b) Adanya uzur petani, seperti sakit atau harus melakukan suatu perjalanan ke luar kota, sehingga ia tidak mampu melaksanakan pekerjaannya.

C. BENTUK-BENTUK MUZARA’AH

Ada suatu bentuk muzara’ah yang sudah biasa berlaku dizaman Nabi, tetapi oleh beliau dilarangnya karena terdapat unsur-unsur penipuan dan kesamaran yang berakibat kepada persengketaan, dan bertentangan dengan jiwa keadilan yang sangat dijunjung tinggi oleh Islam dalam seluruh lapangan. Diantaranya, yaitu :

a. Bentuk Muzara’ah yang dianggap terlarang oleh para ahli Fiqih seperti Rafi’bin Khadij, Jabir bin Abdullah serta Tsabit ibnu adh-Dhahhak), yaitu : 1. Suatu bentuk perjanjian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang harus


(47)

apapun hasilnya yang diperoleh, pemilik tanah tetap akan menerima lima atau sepuluh maund dari hasil panen.

2. Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan itu yang berproduksi, misalnya bagian utara atau bagian selatan dan sebagainya, maka bagian-bagian tersebut diperuntukkan bagi pemilik tanah.

3. Apabila hasil itu berada dibagian tertentu, misalnya disekitar aliran sungai atau didaerah yang mendapat cahaya matahari, maka hasil daerah tanah tersebut disimpan untuk pemilik tanah, semua bentuk-bentuk pengolahan semacam ini dianggap terlarang karena bagian untuk satu pihak telah ditentukan sementara bagian pihak lain masih diragukan, atau pembagian untuk keduanya tergantung pada nasib baik atau buruk sehingga ada satu pihak yang merugi.

4. Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut tetap akan menjadi miliknya jika sepanjang pemilik tanah masih menginginkannya dan akan menghapuskan kepemilikannya manakala pemilik tanah menghendakinya.

Karena hal ini mengandung unsur ketidakadilan bagi para petani atau akan membahayakan hak-hak mereka dengan adanya penarikan tanah yang telah menjadi milik mereka bias menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan. Oleh karena itu syarat yang penting untuk keabsahan Muzara’ah yaitu dengan menentukan jangka waktu persetujuan.

5. Ketika petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tapi satu pihak menyediakan bibit dan yang lainnya alat-alat pertanian.


(48)

6. Apabila tanah pertanian menjadi tanah milik pertama, benih dibebankan kepada pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga dan tenaga kerja kepada pihak keempat; atau dalam hal ini tenaga kerja dan alat-alat pertanian termasuk bagian dari pihak lainnya.

7. Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah menjadi tanggung jawab pihak pertama dan benih serta alat-alat pertanian pada pihak lainnya.

8. Bagian seseorang harus ditetapkan dalam jumlah, misalnya sepuluh atau duapuluh maunds gandum untuk satu pihak dan sisanya untuk pihak lain.

9. Ditetapkan jumlah tertentu dari hasil panen yang harus dibayarkan kepada satu pihak selain dari bagiannya dari hasil tersebut.

10.Adanya hasil panen lain (selain daripada yang ditanam di ladang atau di kebun) harus dibayar oleh satu pihak sebagai tambahan kepada hasil pengeluaran tanah.

Perjanjian dengan sistem muzara’ah akan sah hanya apabila tidak seorangpun yang dikorbankan haknya, dan tidak ada pemanfaatan secara tidak adil atas kelemahan dan kebutuhan seseorang, dan tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya yang dapat menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak, dan tidak satupun syarat yang tidak diberi ketetapan pada saat perjanjian itu berlangsung yang mungkin membahayakan hak salah satu dari kedua belah pihak.

b. Bentuk-bentuk muzara’ah yang dibolehkan


(49)

1. Perjanjian kerjasama dalam pengolahan dimana tanah milik satu pihak, peralatan pertanian, benih dan tenaga kerja dari pihak lain, keduanya menyetujui bahwa pemilik tanah akan memperoleh bagian tertentu dari hasil.

2. Apabila tanah, peralatan pertanian dan benih, semuanya dibebankan kepada pemilik tanah sedangkan hanya buruh yang dibebankan kepada petani maka harus ditetapkan pemilik tanh mendapat bagian tertentu dari hasil.

3. Perjanjian dimana tanah dan benih dari pemilik tanah sedangkan peralatan pertanian dan buruh adalah dari petani dan pembagian dari hasi tersebut harus ditetapkan secara proporsional.

4. Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian, benih dan buruh serta menetapkan bagian masing-masing yang akan diperoleh dari hasil.

5. Imam Abu Yusuf menggambarkan bentuk muzara’ah yang dibolehkan bahwa : Jika tanah diberikan secara Cuma-Cuma kepada seseorang untuk digarap, semua pembiayaan pengolahan ditanggung oleh petani dan semua hasil menjadi miliknya tapi kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah. Dan jika tanah tersebut adalah “ Ushri, akan dibayar oleh petani.

5. Apabila tanah berasal dari satu pihak dan kedua belah pihak bersama menanggung benih, buruh dan pembiayaan-pembiayaan pengolahannya, dalam hal ini keduanya akan mendapat bagian dari hasil. Jika hal ini merupakan “Ushri”’Ushr yang harus dibayar berasal dari hasil dan jika tanah itu “kharaj”, kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah.


(50)

6. Apabila tanah disewakan kepada seseorang dan itu adalah Kharaj45, maka menurut Imam Abu Hanifah, kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah dan jika tanah itu”’Ushri”, ‘Ushr juga akan dibayar olehnya, tapi menurut Imam Abu Yusuf, jika tanah itu “Ushri”,’Ushr akan dibayar oleh petani.

7. Apabila perjanjian Muzara’ah ditetapkan dengan sepertiga atau seperempat dari hasil, maka menurut Imam Abu Hanifah, keduanya, Kharaj dan ‘Ushr akan dibayar oleh pemilik tanah.

D. UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI a. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005

Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, melalui pembangunan ketahanan pangan telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 200546, yakni: program penelitian dan pengembangan IPTEK, program difusi dan pemanfaatan IPTEK dan program penguatan kelembagaan IPTEK sistem produksi

b.P3TIP

Program Pemberdayakan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau Farmer Empowerment Throught Agricultural Technology and Information (FEATI) 47yaitu program yang dibiayai dari dana pinjaman Bank Dunia dengan dana pandamping dari APBN dan APBD, juga merupakan salah satu upaya

45

Kharaj yaitu tanah yang dibayar kepada tuan tanah. Dibayar secara tunai atau dengan hasil bumi. Contohnya, petani dapat membayar sejumlah uang yang ditetapkan atas penggunaan tanah tersebut atau dia menawarkan bagian tertentu dari hasil produksi tanah tersebut kepada pemilik tanah.

46

Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.3

47


(51)

agar UU No.16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan dapat dilaksanakan di tingkat lapangan.

Sesuai dengan UU No.16/2006, kabupaten dan propinsi yang menerima dana dan program FEATI maka diwajibkan sudah memiliki kelembagaan penyuluhan. Kelembagaan penyuluhan di tingkat propinsinya adalah Badan Koordinasi Penyuluhan dan tingkat kabupaten adalah Badan Pelaksana Penyuluhan, dan di kecamatan adalah Balai Penyuluhan.

Ada lima komponen yang dikembangkan dan difasilitasi dalam program FEATI, yaitu :

1. Penguatan sistem penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan petani. 2.Penguatan kelembagaan dan kemampuan aparat.

3. Perbaikan pengkajian dan diseminasi teknologi. 4. Penguatan pelayanan sistem informasi pertanian. 5. Dukungan kebijakan dan manajemen proyek.

b. PUAP

PUAP ( Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan)48 yaitu program utama Departemen Pertanian untuk tahun 2008 untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dipedesaan, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sektor, dengan cara melakukan pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan dan manajemen sehingga petani memiliki ketrampilan.

48


(52)

c. Mengembalikan Kejayaan Koperasi

Mengembalikan kejayaan koperasi49 dengan pembinaan kepada INKOPTAN ( Induk Koperasi Pertanian) di samping dari Departemen Koperasi dan UKM juga perlu diberikan kepada Departemen Pertanian, dan Pemda Propinsi/Kabupaten/Kota dalam rangka otonomi daerah, khususnya dalam pemberian kemudahan untuk menyalurkan sarana produksi pertanian.

Pembinaan koperasi tidak terbatas pada departemen koperasi dan UKM, tetapi juga departemen lain seperti Departemen Keuangan dan lembaga keuangan dengan memberikan subsidi bunga rendah kepada koperasi. Misalnya koperasi persusuan yang ingin melakukan impor bibit sapi perah.

d. Menggalakkan dan mensosialisasikan SP3 (Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian)

Pemerintah telah membuat program penjaminan kredit bagi petani/kelompok tani yang tidak memiliki agunan, yakni dengan mengembangkan Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3)50.Tujuannya adalah meningkatkan akses petani pada fasilitas kredit dari bank pelaksana melalui mekanisme pembagian resiko anatara bank pelaksana dan pemerintah yang mana selama ini usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi oleh kalangan perbankan, sehingga menghambat aliran modal investasi maupun modal kerja ke sektor pertanian.

49

Sinar Tani, Edisi 25-31 Juli 2007, h.3

50


(53)

Untuk melaksanakan kebijakan tersebut pemerintah melalui Departemen Pertanian saat ini telah menetapkan lima bank yaitu: Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim dan Bank NTB sebagai pelaksana51. Namun bank yang telah ditetapkan belum mensosialisasikan kebijakan tersebut pada bank-bank jajarannya di daerah sehingga para petani belum mengetahui adanya kebijakan pemerintah dalam hal Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) tanpa agunan.

Lembaga perbankan syariah sangat tepat untuk mengembangkan sektor agribisnis seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan baik bank umum syariah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah.52 Hal ini dikarenakan bank syariah menggunakan skema bagi hasil (mudharabah, muzara’ah, musyarakah), di samping skema lainnya seperti jual beli salam dan murabahah. Bank Islam tidak dikenal adanya penghitungan bunga, tetapi menggunakan prinsip bagi hasil dan pengambilan keuntungan secara jual beli.

Dalam prinsip bagi hasil, besarnya pembagian porsi keuntungan antara pemilik dana (Bank) dan pengelola usaha (Petani) diserahkan kepada kedua belah pihak tersebut disesuaikan masa panen. Dengan demikian, pada usaha pertanian yang kecil pendapatannya, nisbah yang disepakati akan tidak sama dengan usaha yang lebih besar pendapatannya. Setiap komoditi usaha pertanian memiliki tingkat pendapatan yang berbeda, dan masa panen menghasilkan yang berbeda pula. Petani tidak dibebani dengan bunga pinjaman, melainkan pengembaliannya secara otomatis disesuaikan dengan masa panen.

51

Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.13

52


(54)

Adapun aplikasi al muzara’ah dapat digambarkan dalam skema berikut ini.53 Gambar 2.1

Skema Dalam Transaksi Muzara’ah

Dari skema diatas penulis memberi penjelasan bahwa pemilik lahan melakukan kerjasama dengan penggarap lahan dalam sebuah perjanjian bagi hasil untuk menggarap lahan pertanian. Kemudian dari kerjasama itu menghasilkan hasil dari lahan garapan tersebut dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Dimana dalam hal ini, lahan, bibit dan pupuk berasal dari pemilik lahan. Sedangkan keahlian, SDM dan waktu berasal dari penggarap lahan.

Sudanese Islamic Bank di Sudan juga telah melakukan eksperimen dan mengadaptasi musyarakah sebagai alat untuk membiayai pembangunan pedesaan (Al-Haran, 1993).54 Berbeda dengan model-model yang diusulkan oleh Khan (1994), yang memasukkan lembaga-lembaga pemerintah atau non-pemerintah Islam dalam pola pembiayaannya, kemitraan-kemitraan ini melibatkan bank dan petani.

53

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia Cendekia Gema Insani, 2001), h.99

54

Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek, h.160-161

PERJANJIAN BAGI HASIL

PENGGARAP LAHAN PEMILIK LAHAN

HASIL GARAPAN

LAHAN GARAPAN

Keahlian SDM Waktu Lahan

Bibit Pupuk


(55)

Gambar 2.2 Sudanese Islamic Bank, Rural Development Departement Agricultural Financing Model

(a) Harta tetap (fixed asset)

1. Traktor, bajak

2. Pompa air

3. Semprotan

(b) Input variable

1. bahan baker, minyak, pelumas

2. Bibit

3. Pestisida

4. Pupuk

5. Karung goni

6. Manajemen bersama

7. Pemasaran dan penyimpanan

1. Tanah

2. Tenaga

3. Manajemen

Pendapatan kotor

Produksi pertanian oleh petani-petani kecil

Laba sisa LABA BERSIH

1. Zakat

2. Biaya berjalan

Untuk petani atas saham ekuitasnya 30 % kepada petani untuk manajemen

Untuk SBI atas saham ekuitasnya

Tidak ada garansi atau kolateral

Sama


(56)

Keterangan:

a. Bank memberikan harta tetap (fixed asset) seperti traktor, bajak, garu, pompa air, dan input-input seperti benih, pupuk, pestisida, bahab bakar, karung goni, dan manajemen bersama, pemasaran, penyimpanan, dan pendistribusian.55

b. Petani, di lain pihak, memberikan kontribusi berupa ladang, kerja, sebagian biaya yang harus keluar, dan manajemen.

c. Dari laba bersih petani memperoleh 30 persen untuk manajemen.

d. Laba sisanya 70 persen dibagi antara bank dan petani sesuai dengan saham ekuitas mereka.

Gambar diatas dimodifikasikan sesuai dengan metode pengairannya, misalnya, pola yang diairi dengan air dari saluran, pola yang diairi dengan pompa air dan hujan. Untuk musyarakah sistem irigasi saluran, misalnya, dan juga lahan, kerja, dan manajemen, petani harus memberikan sebagian modal. Dari laba bersih petani memperoleh 25-40 persen untuk manajemen. Laba sisanya dibagi di antara petani dan SIB sesuai dengan kontribusi modal mereka.56

55

Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek, h.160-161

56

Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek, h.161-162


(57)

E. PENDAPATAN

1. Pengertian pendapatan

Menurut B.N Marbun dalam kamus manajemen, Pendapatan adalah uang yang diterima oleh perorangan, perusahaan, dan organisasi lain dalam bentuk upah, gaji, sewa bunga, komisi, ongkos laba.57

Dalam kamus manajemen, juga terdapat pengertian dari pendapatan kotor yaitu jumlah pemasukan yang diterima oleh perusahaan dalam jangka (waktu) tertentu sebelum diadakan pemotongan pajak dan lain-lain.

2. Pembagian Pendapatan

Menurut Abdul Rahim dan Diah Retno Hastuti dalam bukunya pengantar, teori dan kasus ekonomika pertanian, bahwa pendapatan rumah tangga petani terdiri dari :

Pendapatan Luar Usaha Tani

Yaitu sumber pendapatan masyarakat petani pedesaan yang berasal dari berbagai kegiatan yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi indusrti, pengrajin, jasa angkutan, dan sebagainya.

Pendapatan Usaha Tani

Usahatani yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi ( tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.

57


(58)

Adapun pengertian dari pendapatan Usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan xx meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih.58Pendapatan kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Pengertian biaya produksi barang dalam kamus manajemen adalah biaya yang dikeluarkan atau yang dibebankan untuk membuat barang atau produksi meliputi bahan baku, upah dan biaya tidak langsung.

Di Indonesia, dikenal tiga model kaitannya dengan total penerimaan yakni, revenue sharing, profit sharing dan profit and loss sharing. Adapun pengertian ketiga istilah diatas sebagai berikut :

a. Revenue Sharing

Menurut Sunarto Zulkifli, Revenue sharing basis perhitungannya adalah pendapatan bank. Dengan menggunakan metode revenue sharing, maka dana investasi nasabah tidak akan berkurang atau minimal tidak mendapat bagi hasil. Adapun pengertian dari revenue (penerimaan) dalam kamus manajemen, adalah uang tunai yang diperoleh perusahaan selama jangka waktu tertentu, baik dari penjualan barang maupun jasa atau piutang, maupun sumber lain, seperti bunga, dividen, atau sewa.

Menurut Muhammad dalam bukunya Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam, Revenue sharing yaitu mekanisme bagi hasil di mana seluruh biaya ditanggung oleh

58

Abd. Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti, Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan Kasus), (Jakarta; Penebar Swadaya, 2007), h.166


(59)

pengelola modal.59 Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi. Dalam system bagi hasil yang berubah adalah kurva total penerimaan (TR). Kurva ini akan berputar ke arah jarum jam dengan titik 0 (Origin) sebagai sumbu putarnya. Besar kecilya putaran kurva tersebut tergantung pada nisbah bagi hasil yang diberikan kepada pemodal. Kurva TR ini akan berputar sehingga dapat sampai mendekati sumbu horizontal sumbu X.

Gambar 2.3 Hubungan Biaya, Penerimaan dan jumlah Produksi dengan Pola Revenue Sharing

Titik BEP adalah titik impas yang terjadi ketika TR berpotongan dengan kurva TC (BEP terjadi ketika TR=TC). Bergesernya kurva tital penerimaan dari TR menuju TRrs, titik BEP yang tadinya berada pada jumlah Q akan bergeser ke Qrs.

59

Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, h.263

FC TC TRrs TR

Rp

Q Qrs


(60)

b. Profit Sharing

Dalam akad muamalah Islam, mudharabah, yaitu akad yang disepakati antara pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman pembagian keuntungan. Namun jika usaha tersebut mengalamai kerugian, maka seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemodal 100%. Si pelaksana akan menanggung kerugian bila kerugian itu disebabkan oleh kelalaiannya dan/atau melanggar syarat yang telah disepakati bersama.

Gambar 2.4 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola Profit Sharing

Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi adalah keuntungan60. Kurva TR pada mekanisme bagi hasil akan berputar dengan poros titik BEP (BEP sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan). Tingkat produksi sebelum titik BEP tercapai (Q<Qps) adalah keadaan di mana total biaya lebih besar

60

Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, h.265

FC

Q Qps

TC TRps Rp


(61)

daripada total penerimaan (TC>TR) dan sebaliknya. Putaran TRps akan terjadi hanya berkisar antara kurva TR dengan TC, yaitu ruang yang menggambarkan besarnya keuntungan.

b. Profit and Loss Sharing

Menurut kamus lengkap ekonomi, Profit sharing adalah sistem dimana buruh menerima bagian laba yang dicapai.61Menurut Sunarto Zulkifli, profit sharing adalah sistem bagi hasil yang basis perhitungannya adalah dari profit yang diterima bank62. Dalam buku Apa dan bagaimana bank Islam, Profit sharing yaitu penyertaan modal dalam suatu perusahaan pemerintah atau swasta dalam bentuk pembagian laba.63

Menurut Muhammad dalam bukunya Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam, Profit and loss sharing dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi untung dan bagi rugi tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi untung didasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan modal. Bagi untung terjadi antara kurva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kurva TC dan TR, dengan sumbu putarnya dari titik 0. Obyek yang dibagihasilkan adalah TR-TC.

61

Ahmad Antoni K. Muda Gita, Kamus lengkap ekonomi, (Jakarta: PT. Media Press, 2003), cet.1

62

Sunarto Zulkifli, Panduan praktis transaksi perbankan syariah, h.105

63

H. karnaen Perwataatmadja dan H. Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1999), cet.3, h. 67


(62)

3. Fungsi Biaya dan Pendapatan yang linier

a. Fungsi Biaya

Fungsi adalah hubungan antara dua buah variable atau lebih, dimana masing-masing variable tersebut saling mempengaruhi64.

Contoh: y = f(x) atau z = f(x,y)

Dalam hal ini x,y, dan z disebut variable. Variabel merupakan suatu besaran yang sifatnya tidak tetap, tetapi berubah-ubah dan saling mempengaruhi.

Jadi fungsi biaya dalam pengertian ekonomi adalah semua beban yang harus dibayar produsen untuk menghasilkan barang dan jasa sampai barang atau jasa tersebut dikonsumsikan konsumen.

Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada banyak sedikitnya barang dan jasa yang dihasilkan. Dalam matematika dapat dikatakan bahwa biaya merupakan fungsi dari jumlah produksi.

Secara fungsional dapat ditulis: Dimana : TC = Total Cost

Q = Kuantitas

Jadi fungsi biaya adalah suatu fungsi yang menunjukkan

hubungan antara biaya dan jumlah barang yang

diproduksi.

b. Fungsi Pendapatan

64

Prathama Rahardja, Ekonomi 3, (PT. Intan Pariwara, Klaten: 1996), h.118


(63)

Pendapatan adalah jumlah uang dari hasil penjualan barang dan jasa. Jumlah pendapatan sering disebut TR (Total Revenue). Besarnya total pendapatan sama dengan harga atau unit dikalikan jumlah barang yang dijual.

Sedangkan rata-rata hasil penjualan dapat dihitung dengan TR (Total Revenue) di bagi dengan jumlah barang yang dijual (Q).

Jadi kesimpulannya untuk menentukan jumlah minimum barang yang harus diproduksi, perusahaan harus memerlukan beberapa informasi antara lain besarnya Total revenue (TR) dan besarnya Total Cost (TC).

Dalam penentuan jumlah minimum barang yang harus diproduksi dapat menggunakan konsep Break Even Point (BEP), yaitu:

1. Bila TR>TC berarti mengalami laba;

2. Bila TR=TC berarti mengalami Impas (BEP); 3. Bila TR<TC berarti mengalami Rugi.

TR = P x Q


(64)

BAB III

GAMBARAN UMUM WILAYAH A. Gambaran Umum Kabupaten Tegal

Kabupaten Tegal merupakan salah satu di antara 35 kabupaten di propinsi Jawa Tengah, terletak di pantai Utara bagian barat pada jalur lintas utara Cirebon-Tegal-Semarang dan Purwokerto. Namun karena kota Tegal merupakan bagian dari wilayah Pemerintahan Kabupaten Tegal maka terhitung sejak tanggal 19 Desember 1985 pusat administrasi pemerintahannya dipindahkan ke Slawi, 14 Kilometer ke arah selatan dari kota Tegal.

Luas wilayah Kabupaten Tegal seluruhnya 8.616,6 kilometer persegi dan lebih kurangnya 50%-nya terdiri dari tanah persawahan. Secara geografis Kabupaten Tegal terletak di antara 108’8 -107’45 Bujur Timur dan 7’12 -7’12 Lintang Selatan.

Secara topografis, bagian utara daerah ini merupakan dataran rendah dan pantai beriklim tropis. Sedangkan sebelah selatan merupakan tanah subur yang dikelilingi lembah, bukit dan pegunungan di lereng Gunung Slamet dengan panorama yang cantik, menawan dan beriklim sejuk. Dengan kondisi yang demikian Kabupaten Tegal memiliki kekayaan sumber daya alam beraneka ragam yang tersebar pada 6 wilayah Pembantu Bupati, 18 Kecamatan, 6 Kelurahan dan 272 Desa.

Kekayaan alam yang melimpah terwujud pada hasil-hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, deposit pertambangan dan potensi ekonomi lainnya. Banyak industri yang tumbuh bahkan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan, mulai dari industri makanan, minuman, sandang sampai industri berskala luas dengan


(65)

nilai eksport yang tinggi. Hal ini ditunjang oleh sarana dan prasarana yang tersedia, misalnya listrik, penyediaan lokasi, fasilitas komunikasi, transportasi, akomodasi, air bersih dan lain-lain di samping stabilitas keamanan yang mantap.

Produk-produk pembangunan Industri di Kabupaten Tegal, antara lain :

1. Makanan : dodol, tahu, tempe, krupuk mie, krupuk udang, kecap dan jipang.

2. Minuman : es lilin, teh poci, teh gopek, teh dua tang, es balok dan limun. 3. Sandang : sarung lembang, kain kasa dan pembalut, sarung bordir,

pengikalan benang, sarung batik bordir, batik, bad cover dan taplak, baju hangat, kemeja, celana panjang dan rok.

4. Alat pertanian : traktor, hand spayer dan alat-alat pertanian lain.

5. Kerajinan kulit : sandal, sepatu, sabuk kulit, tutup sandal kulit, tutup sadel kulit, tas dan koper.

6. Industri kecil logam : meliputi bidang usaha cor ferro, cor non ferro, machining, plate working, konstruksi, las dan elektroplating.

Dan masih banyak aktifitas produksi lain di kabupaten Tegal. Khusus untuk industri menengah dan besar dalam rangka sub kontarakting, sudah memiliki pelanggan tetap seperti Kubota, Yanmar, Jasa Marina Indah, Pupuk Kujang, Industri Sandang II dan Petro Kimia Gresik.

Di dalam memacu gerak langkah pembangunan, Kabupaten Tegal mempunyai motto: Slawi Ayu. Penjabarannya secara makro tercemin pada penataan lingkungan fisik kota yang dapat diartikan terciptanya kondisi lingkungan hidup yang terpadu


(1)

h. Berapa biaya untuk tenaga kerja? ……..

• Mencangkul : …….. Traktor : ……. • Menanam /Tandur : …….. Tukang Rumput : …….. i. Berapa untuk membayar zakat panen?...

j. Berapa harga jual setiap penjualan? 3. Untuk Musim Kering

a. Tanaman apa yang bapak/ibu/saudara tanam pada musim kering? ……….. b. Berapa bagi hasil (paroan) yang bapak sepakati dengan pemilik

lahan?...

c. Berapa kuintal jumlah hasil panen setiap seperempat hektar/setiap panen?...

d. Berapa biaya untuk membeli bibit?... e. Berapa biaya untuk membeli pupuk?... f. Berapa biaya untuk pengairan?...

g. Berapa biaya untuk menyemprot hama, jika ada?... h. Berapa biaya untuk tenaga kerja? ……….

• Mencangkul : …….. Traktor : ……. • Menanam /Tandur : …….. Tukang Rumput : …….. i. Berapa harga jual setiap penjualan?

C. Pertanyaan-pertanyaan tentang konsumsi

1. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti membeli makanan, dan lain-lain?

a. Cukup b. Tidak cukup

2. Apabila hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, darimana bapak/ibu/saudara dapat mencukupinya?


(2)

3. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh dapat dipergunakan untuk investasi atau modal usaha lain?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh dapat untuk ditabung?

a. Ya b. Tidak

Terima Kasih

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK PETANI PENGGARAP

1. Berapa kali bapak panen dalam setahun? Bulan apa saja?

2. Pada bulan apa bapak membutuhkan tambahan modal untuk pengembangan pertanian?

3. Apakah pernah ada bantuan dana dari pemerintah?

4. Apakah pernah diadakan penyuluhan-penyuluhan tentang pertanian? 5. Mohon penjelasan tentang Kelompok Tani dan kegiatannya di Desa

Kalisapu?

6. Apa manfaat diadakannya Kelompok Tani?

7. Bagaimana sistem pertanian yang terjadi di Desa Kalisapu? 8. Apakah harapan bapak terhadap pemerintah?


(3)

HASIL PERTANYAAN WAWANCARA Nama : _________

Usia : _________

Alamat : _________


(4)

Kalisapu, 2007

( ______________ ) (

______________ )

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA UNTUK PENYULUH PERTANIAN

1. Berapa kali bapak melakukan kunjungan? Informasi apa yang telah bapak berikan: a. Berapa kali melakukan kunjungan?

b. Apakah pernah mendampingi ketua keompok tani dalaam penyusunan rencana definitif?

c. Apakah pernah melakukan bimbingan penerapan teknologi?

d. Apakah pernah melakukan pemeriksan lapangan bersama petani untuk mengetahui permasalahan pertanian?

e. Apakah pernah ada permasalahan pertanian yang tidak ditemukan jawabannya?

2. Apakah pernah ada bantuan dari pemerintah? Bagaimana proses pemyalurannya?

3. Untuk kegiatan praktek dananya darimana?

4. Apakah pernah mengadakan diskusi umum antara penyuluh pertanian? 5. Apa kendala dalam kegiatan penyuluhan?


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Tradisi Masyarakat Desa Janji Mauli Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (1900-1980)

3 83 104

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Pengaruh Otonomi Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Pulau Jambu, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)

28 194 120

Persepsi Masyarakat Terhadap Pemakaian Gigitiruan Di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Februari 2010

3 35 78

KERUKUNAN ANTARA JEMAAT GEREJA KRISTEN JAWA (GKJ) SLAWI DENGAN MASYARAKAT MUSLIM DI DESA BALAPULANG KULON KABUPATEN TEGAL

1 8 115

Tingkat Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga Nelayan Cantrang di Kelurahan Tegalsari Kecamatan Tegal Barat Kotamadya Tegal, Jawa Tengah

0 14 322

Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani wortel di Kabupaten Tegal kasus di Desa Rembul, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah

12 62 103

Fungsi Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dalam penanggulangan kemiskinan: kasus BKM di Kelurahan Pakembaran Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal Propinsi Jawa Tengah

2 29 211

GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL

0 0 13

BAB II LANDASAN TEORI - GEJALA BAHASA PROKEM DIALEK TEGAL DI LINGKUNGAN REMAJA DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL - repository perpustakaan

0 0 29