up, banyak dari pasien ini kemudian ternyata menderita demensia yang progresif.
2. Defisit kognitif selalu melibatkan fungsi memori, biasanya didapatkan
gangguan berfikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia, apraksia, kesulitan konstruksional dan perubahan kepribadian.
3. Pasien dalam keadaan sadar.
a. Anamnesis
Waktu mengambil anamnesis, banyak segi kemampuan mental atau fungsi luhur yang dapat dinilai. Waktu menanyakan alamat, pekerjaan, riwayat
pendidikan, keadaan keluarga, telah dapat diperoleh kesan mengenai memori, kelancaran berbicara, kooperasi, dan cara mengucapkan kata.
Dari keluarga dan orang yang dekat dengan pasien, dapat diperoleh data mengenai mulainya serta cepatnya perburukan gejala, gangguan
kepribadian, tingkah laku, serta adanya depresi. Perlu ditelusuri melalui anamnesis dan aloanamnesis mengenai kesulitan dalam pekerjaan, dan
kesulitan dalam pergaulan. Apakah pasien menjadi tidak suka berkonversasi, meninggalkan hobinya atau minatnya, suka tersesat di lingkungan yang sudah
dikenal, perubahan kepribadian, menjadi mudah kesal, humor berkurang. Telusuri perjalanan demensianya, apakah mendadak, lambat laun, gradual,
seperti anak tanggastep-wise, progresif, stasioner. Telusuri apakah ada keluhan lain atau gejala lain dan bagaimana perjalanannya, misalnya:
hemiparesis, afasia dan nyeri kepala.
b. Pemeriksaan Keadaan Mental
Dari bentuk gangguan mental tidak jarang kita dapat menduga diagnosis etiologi. Tes mental harus mencakup penilaian atensi, orientasi, memori
jangka pendek dan jangka panjang, berbahasa, praksis, hubungan visuospasial, berhitung dan pertimbangan.
Instrumen untuk menyaring keadaan mental yang cukup digemari oleh neurologi adalah Mini Mental State Examination MMSE, oleh Folstein dkk,
1975.
18
Gambar 1 . Mini Mental State Examination Sumber : Folstein, dkk. 1975
Data ini diperoleh dari jawaban responden pada kuesioner Mini Mental State Examination dengan total nilai 30, kemudian akan dihitung nilainya dan
diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu demensia dengan nilai 0 – 24 dan tidak
demensia dengan nilai 25 – 30.
c. Pemeriksaan Fisik Dan Neurologis
Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin
dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimer tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap
lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lain umumnya
timbul pada demensia frontotemporal, lewy body dementia, atau demensia multi-infark. Penyebab sistemik seperti defisiensi vitamin B12, intoksikasi
logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala yang khas. Yang
tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering
disalahartikan sebagai demensia.
19
d. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya dilakukan pemeriksaan darah berikut : hitung darah tepi, elektrolit serum termasuk kalsium, glukosa, ureum kreatinin, funsi hepar, fungsi tiroid,
kadar vitamin B12 di serum, serologi terhadap sifilis. Tes lain atas indikasi, dapat mencakup laju endap darah, foto rontgen toraks, analisis urin, pungsi
lumbal.
19
2.3 Kerangka Konsep