Kebiasaan merokok Riwayat benturan di kepala Anamnesis

Tabel 2.2 Penyakit Penyebab Demensia A. Demensia „ideopatik” gangguan degeneratif primer atau metabolik 1. A. Penyakit Alzheimer AD B. Demensia senilis jenis Alzheimer SDAT Degenerasi primer terutama di pariotemporal 2. Penyakit pick Degenerasi primer terutama di lobus frontal 3. A. Khorea Huntington B. Parkinsonisme dengan demensia C. Palsy supranukler progresif D. Sklerosis lateral amiotropik ALS dengan demensia Degenerasi primer terutama subkortikal 4. Lain – lain B. Demensia vaskular 1. Demensia multi – infark A. Subkortikal status lakuner B. Kortikal C. Campuran kortikal subkortikal 2. Infark yang letaknya strategis 3. Ensefalopati hipertensif Penyakit Binswanger 4. Demensia hipoksis hemodinamik 5. Perdarahan otak non – traumatik dengan demensia 6. Bentuk campuran C. Demensia sekunder 1. Infeksi 2. Metabolik dan endokrin 3. Gangguan nutrisi 4. Gangguan autoimun 5. Intoksikasi 6. Trauma 7. Stress Sumber : Lumbantobing 1997

g. Kebiasaan merokok

Satu batang rokok yang dibakar mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia, dan lain-lain. Secara singkat, bahan-bahan ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu komponen gas dan komponen padat. Komponen padat dibagi menjadi nikotin dan tar. Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan kimia dalam komponen padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar ini mengandung bahan-bahan karsinogen yang dapat menyebabkan kanker. Tar pada rokok juga dikaitkan dengan kerusakan kromosom pada manusia. Penelitian pada binatang percobaan menemukan bahwa asap rokok menyebabkan perubahan genetik, gangguan kromosom, menghambat perbaikan DNA yang rusak serta mengganggu sistem enzimatik. Selain itu dampak rokok terhadap jantung, paru-paru, dan sistem vascular dapat meningkatkan risiko demensia. 4

h. Riwayat benturan di kepala

Seseorang yang mengalami cedera berulang pada kepala atau kecelakaan mobil meningkatkan risiko demensia. 16 Luka pada kepala yang parah atau berulang-ulang berada pada risiko lebih tinggi dari perkembangan demensia. Hal ini karena benturan atau cedera kepala menyebabkan proses penyakit pada individu yang peka. Orang yang sudah menderita luka kepala serius karena tinju cenderung akan menderita satu jenis demensia, dikenal sebagai demensia pugilistica, hal ini serupa dengan demensia disebabkan timbul beserta luka di kepala. 16

i. Asupan zat gizi

Gizi dilihat sebagai salah satu faktor untuk mencegah penyakit Alzheimer atau jenis demensia lain. Bayak penelitian menunjukkan bahwa stress oksidatif dan akumulasi radikal bebas terlibat dalam patofisiologi penyakit. Radikal bebas yang melampaui batas bertanggung jawab terhadap peroksidasi lemak berlebihan, hal ini dapat mempercepat proses degenerasi saraf. Harapan hidup meningkat terutama berhubungan dengan menurunnya patologi penyakit degeneratif, terutama memperlambat munculnya penyakit degeneratif otak. 17

2.2.6. Diagnosis

Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi, karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau tidak, juga harus ditentukan berat ringannya penyakit, serta tipe demensianya. Hal ini berpengaruh pada penatalaksanaan dan prognosisnya. 3 Kriteria diagnosis demensia mencakup : 1. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan dan lingkungan. Pasien dengan gangguan kognitif tanpa bukti adanya kemunduran fungsional yaitu kinerja di pekerjaan dan di masyarakat tidak terganggu, tidak memenuhi kriteria demensia menurut DSM IV. Pasien ini sering diklasifikasikan dengan berbagai sebutan, benign senescent forgetfulness atau age associated memory. Pada follow- up, banyak dari pasien ini kemudian ternyata menderita demensia yang progresif. 2. Defisit kognitif selalu melibatkan fungsi memori, biasanya didapatkan gangguan berfikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia, apraksia, kesulitan konstruksional dan perubahan kepribadian. 3. Pasien dalam keadaan sadar.

a. Anamnesis

Waktu mengambil anamnesis, banyak segi kemampuan mental atau fungsi luhur yang dapat dinilai. Waktu menanyakan alamat, pekerjaan, riwayat pendidikan, keadaan keluarga, telah dapat diperoleh kesan mengenai memori, kelancaran berbicara, kooperasi, dan cara mengucapkan kata. Dari keluarga dan orang yang dekat dengan pasien, dapat diperoleh data mengenai mulainya serta cepatnya perburukan gejala, gangguan kepribadian, tingkah laku, serta adanya depresi. Perlu ditelusuri melalui anamnesis dan aloanamnesis mengenai kesulitan dalam pekerjaan, dan kesulitan dalam pergaulan. Apakah pasien menjadi tidak suka berkonversasi, meninggalkan hobinya atau minatnya, suka tersesat di lingkungan yang sudah dikenal, perubahan kepribadian, menjadi mudah kesal, humor berkurang. Telusuri perjalanan demensianya, apakah mendadak, lambat laun, gradual, seperti anak tanggastep-wise, progresif, stasioner. Telusuri apakah ada keluhan lain atau gejala lain dan bagaimana perjalanannya, misalnya: hemiparesis, afasia dan nyeri kepala.

b. Pemeriksaan Keadaan Mental