Pertimbangan Majelis Hakim Proses Putusan Hakim

68 Yahya Harahap tersebut sehingga apabila tidak terbukti adanya perselisihan yang terus menerus maka penyelesaian bukan dengan cara syiqaq tetapi dengan hukum pembuktian biasa 5. Bahwa judex facti telah melalaikan asas kepatutan, kebenaran dan kelalaian yang semestinya menjiwai setiap peradilan, akan tetapi judex facti dalam hal ini tidak cermat dan salah dalam pertimbangan dan menyimpulkan fakta-fakta persidangan karena yang menjadi essensial dalam hukum pembuktian ini apakah peristiwa atau kejadian yang terjadi di dalam rumah tangga TergugatPemohon Kasasi dengan PenggugatTerbandingTermohon Kasasi terbukti sebagai perselisihan terus menerus di dalam rumah tangga, yang kemudian dilihat, didengar dan dialami oleh saksi, bahwa TergugatPembandingPemohon Kasasi menolak dengan keras pertimbangan Judex Facti tersebut, karena pada kenyataanya telah memberikan kesimpulan yang salah dan keliru atas fakta-fakta yang dalam pertimbanganya telah terungkap di persidangan, sehingga pengetahuan saksi hanya didasarkan atas apa yang dia dengar dari orang lain waluapun mereka pernah satu rumah, sehingga kesaksian mereka bernilai testimonium de auditu dan tidak layak untuk dipertimbangkan.

2. Pertimbangan Majelis Hakim

Majelis hakim telah mendamaikan Penggugat dan Tergugat melalui kuasa hukum Penggugat sejak awal persidangan sampai akhir pemeriksaan agar rukun kembali namun tidak berhasil mendamaikannya. 69 Menurut pendapat Mahkamah Agung, amar putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta harus diperbaiki karena belum tepat, dengan menambahkan pertimbangan sebagai berikut. Bahwa tuntutan Termohon KasasiPenggugat agar pemeliharaan anak ditetapkan pada Termohon KasasiPenggugat, dapat dipertimbangkan untuk memastikan posisi anak yang bernama Rassya Isslamay Pasya yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 februari 1999, dan seharusnya judex facti memandang sebagai fakta bahwa dengan adanya tuntutan provisi supaya anak ditetapkan pemeliharaanya pada Termohon KasasiPenggugat, merupakan fakta telah terjadi perebutan tentang pengusaan anak yang sama sekali tidak menguntungkan bagi kepentingan anak, baik dipandang dari segi pemeliharaan maupun dari segi pendidikan yang diperlukan seorang anak. Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas majelis hakim memberi kesimpulan bahwa di antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan. Bahwa majelis hakim berpendapat apabila terjadi keadaan seperti ini, maka secara kasuistik hakim secara ex officio berhak menetukan siapa yang harus memelihara anak tersebut demi kepentingan anak. Dan majelis hakim sependa pat dengan buku “Keyakinan Hakim dalam Pembuktian Perkara Perdata Menurut Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara I slam” yang ditulis oleh Ahmad Sahabuddin, yang menyatakan bahwa menurut Hukum Acara Perdata Islam, keyakinan seorang hakim dapat digunakan sebagai pembuktian menentukan sebuah perkara manakala sudah sulit sekali mencari kebenaran formal, maka pemecahannya adalah mencari kebenaran materiil. Majelis hakim berkeyakinan, jika tidak ditetapkan di mana anak harus dipelihara, akan terus terjadi perebutan tentang penguasaan anak yang dapat saja mempengaruhi perkembangan jiwa seorang anak dan ada suatu fakta yang terungkap dalam persidangan, 70 bahwa Termohon KasasiPenggugat adalah seorang selebritipublik figur yang sangat sibuk dengan pekerjaanya, sering berangkat pagi pulang sore, bahkan sampai malam, sehingga jika anak ditetapkan di bawah hadhanah Termohon KasasiPenggugat maka anak akan kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari Termohon KasasiPenggugat karena kesibukan Termohon KasasiPenggugat dengan pekerjaanya, dalam hal ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa seorang anak. Dan sesuai dengan pasal 41 huruf a Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, “Baik ibu atau Bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak- anaknya, semat-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak, Pengadilan memberi keputusan dan sesuai dengan pasal 9 ayat 1 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.

3. Putusan Majelis Hakim

Dokumen yang terkait

Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Perceraian Orangtua(Studi Kasus 4 (empat) Putusan Pengadilan di Indonesia)

18 243 107

HAK ASUH ANAK AKIBAT PERCERAIAN PADA PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 5 16

HAK-HAK ANAK DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NO. 23 TAHUN 2002 UNTUK MEMPEROLEH Hak-hak anak dalam undang-undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002 untuk memperoleh pendidikan dalam perspektif islam.

0 2 13

HAK-HAK ANAK DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NO. 23 TAHUN 2002 UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN DALAM Hak-hak anak dalam undang-undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002 untuk memperoleh pendidikan dalam perspektif islam.

0 2 23

SINKRONISASI HAK-HAK ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 0 16

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

0 0 27

HAK ASUH ANAK DIBAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN ORANGTUA

0 0 9

PELIMPAHAN HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR KEPADA PIHAK KETIGA SELAIN KELUARGA AKIBAT PERCERAIAN BERDASAR- KAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN - Pelimpahan hak asuh anak di bawah umur kepada pihak ketiga selain keluarga akibat perceraian berdasar-kan undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak - Repository

0 0 21

KAJIAN TERHADAP PUTUSAN HAK ASUH ANAK AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Pengadilan Agama Semarang) - Unika Repository

0 0 13