Hak Asuh Anak Dalam Kompilasi Hukum Islam

44 keadaan lemah, maka kewajiban orang tua itu harus sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini memang patut sebagai lanjutan prinsip, bahwa bapak suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan memberi segala kepentingan biaya yang diperlukan dalam kehidupan berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana yang ditentukan pasal 34 ayat 1. 5. Batas Kewajiban Pemeliharaan Anak. Batas kewajiban Pemeliharaan dan pendidikan anak diatur pula, dalam pasal 45 ayat 2 UU Perkawinan: Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Jadi pokok-pokok batas kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya tidak ditentukan sampai batas umur tertentu, tetapi dilihat dari keadaan anak itu, Apabila anak dianggap telah dapat berdiri sendiri atau telah kawin, maka terlepaslah kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidiknya walaupun anak baru berumur 17 tahun, sebaliknya anak yang telah berumur 25 tahun tetapi belum mampu berdiri sendiri maka orang tua masih berkewajiban memelihara dan mendidik.

c. Hak Asuh Anak Dalam Kompilasi Hukum Islam

Di dalam tinjauan fikih, pemeliharaan anak disebut dengan hadhanah yang mengandung makna merawat dan mendidik anak yang belum mumayyiz. 45 Subtansi dari merawat dan medidik tersebut adalah karena yang bersangkutan tidak atau belum dapat memenuhi keperluan sendiri. Para ulama fikih menyatakan wajib hukumnya untuk merawat dan mendidik, namun berbeda pendapat di dalam persoalan hak. Pengasuhan atau pemeliharaan anak pada dasarnya menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya, pemeliharaan dalam hal ini meliputi berbagai hal, masalah ekonomi, pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok anak. Dan konsep dalam Islam tanggung jawab ekonomi berada di puncak suami sebagai kepala rumah tangga. Meskipun dalam hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa istri dapat membantu suami dalam menanggung kewajiban ekonomi tersebut. Karena itu yang terpenting adalah adanya kerjasama dan tolong-menolong antara suami dan istri dalam memelihara anak dan mengantarkan hingga anak tersebut dewasa. Pasal-pasal KHI tentang hadhanah tersebut menegaskan bahwa kewajiban pengasuhan materal dan non material merupakan 2 hal yang tidak dapat dipisahkan. Lebih dari itu KHI malah menangani tugas-tugas yang harus diemban kedua orang tua kendatipun mereka berpisah. Anak yang belum mumayyiz tetap di asuh oleh ibunya sedangkan pembiayaan menjadi tanggung jawab ayahnya. KHI secara rinci mengatur tentang kekuasaan orang tua terhadap anak dengan mempergunakan istilah “pemeliharaan anak” di dalam pasal 98 sampai dengan 112, dimana pasal 107 sampai pasal 112 khusus mengatur tentang 46 perwalian. Beberapa pasal di dalam konteks kekuasaan orang tua dan perwalian di dalam KHI, dapat dikutipkan sebagai berikut. Pasal 1 huruf f : Pemeliharaan anak atau hadhanah adalah kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri Pasal 98 1 Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2 Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. 3 Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu. Pasal 105 Dalam hal terjadi perceraian: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya; c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. 47 Pasal 106 1 Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau di bawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan keselamatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi. 2 Orang tua bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat 1. Pasal 107 1 Perwalian hanya terhadap anak yang belum mencapai umur 21 tahun dan atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 2 Perwalian meliputi perwalian terhadap diri dan harta kekayaanya. 3 Bila wali tidak mampu berbuat atau lalai melaksanakan tugas perwaliannya, maka pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat untuk bertindak sebagai wali atas permohonan kerabat tersebut. 4 Wali sedapat-dapatnya diambil dari keluarga anak tersebut atau orang lain yang sudah dewasa, berpikiran sehat, adil, jujur dan berkelakuan baik, atau badan hukum. Pasal 109 Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan menindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalah 48 gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya. KHI mengatur tentang kekuasan orang tua terhadap anak pasca perceraian dengan kriteria 12 tahun, karena usia ini anak dianggap telah akil baliq. Berdasarkan kriteria 12 tahun ini, maka anak yang belum memasuki usia 12 tahun akan berada di dalam kekuasaan ibunya. Setelah melewati usia 12 tahun, anak diperbolehkan menentukan pilihan sendiri, apakah tetap ikut ibu atau ikut ayah. Namun demikian angka 12 tahun ini ternyata bukan angka mati berdasarkan kriteria manfaat dan mudarat. Artinya, meskipun usia anak belum mencapai 12 tahun, tetapi situasi dan kondisi membuktikan bahwa anak ternyata lebih mendapat jaminan perkembangan dan pemeliharaan dari ayah, maka kekuasaan orang tua akan berada pada ayah. Berdasarkan ketentuan yang terdapat ketentuan yang terdapat di dalam KHI maka dalam konteks kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian memiliki korelasi erat dengan validasi perkawinan, dan validasi percerian dari orang tuanya. 2. Kekuasaan orang tua terhadap anak diungkapkan dengan istilah “ pemeliharaan ” atau “ hadhanah ”. Kenyataan ini sesuai dengan konsep kewajiban pengasuhan anak yang dikonstruksikan sebagai tidak terdapat pemisahan antara pengasuhan materil dan non materil. 49 3. Kekuasaan orang tua pasca perceraian terhadap anak pada dasarnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban orang tua secara bersama-sama dengan mendidik dan memelihara anak, dengan ketentuan anak yang belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun berada pada kekuasaan ibunya. 4. Kekuasaan orang tua pasca perceraian terhadap anak dapat diinvestasikan oleh Pengadilan Agama, dan Pengadilan Agama dapat memutuskan kepada siapa kekuasaan orang tua terhadap anak dijatuhkan. Pengadilan Agama di dalam memutuskan perkara, semata-mata akan mendahulukan pada jaminan kepentingan anak. Sebenarnya KHI tidak berbeda dengan UU Perkawinan, di mana secara umum tanggung jawab orang tua terhadap anak tetap melekat meskipun telah bercerai. Kekuasaan orang tua terhadap anak dijabarkan melalui perangkat ketentuan hak dan kewajiban anak, dan hak dan kewajiban orang tua terhadap anak. Oleh karena itu perlakuan terhadap anak adalah berdasarkan prinsip pemberian yang terbaik bagi anak. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa subtansi dan semangat KHI tidak berbeda dengan UU Perkawinan. Kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian menurut ketentuan kedua UU adalah sejalan, dan harus dianggap logis mengingat makna kekuasan orang tua terhadap anak sangat berkorelasi terhadap makna perkawinan dan perceraian sebagaimana diatur oleh KHI dan UU perkawinan. Pemaknaan yang terdapat di dalam kedua UU ini ternyata juga sejalan dengan pemaknaan perlindungan anak sebagaimana diatur di dalam UU 50 Perlindungan Anak, yaitu memberikan yang terbaik kepada anak. Dengan demikian pemaknaan kekuasaan orang tua terhadap anak pasca perceraian, di dalam konteks hubungan antara KHI dan UU Perlindungan Anak adalah memiliki tingkat harmonisasi yang baik.

B. Dasar Hukum Hadhanah

Dokumen yang terkait

Hak Asuh Anak Dibawah Umur Akibat Perceraian Orangtua(Studi Kasus 4 (empat) Putusan Pengadilan di Indonesia)

18 243 107

HAK ASUH ANAK AKIBAT PERCERAIAN PADA PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

0 5 16

HAK-HAK ANAK DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NO. 23 TAHUN 2002 UNTUK MEMPEROLEH Hak-hak anak dalam undang-undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002 untuk memperoleh pendidikan dalam perspektif islam.

0 2 13

HAK-HAK ANAK DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK NO. 23 TAHUN 2002 UNTUK MEMPEROLEH PENDIDIKAN DALAM Hak-hak anak dalam undang-undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002 untuk memperoleh pendidikan dalam perspektif islam.

0 2 23

SINKRONISASI HAK-HAK ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.

0 0 16

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

0 0 27

HAK ASUH ANAK DIBAWAH UMUR AKIBAT PERCERAIAN ORANGTUA

0 0 9

PELIMPAHAN HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR KEPADA PIHAK KETIGA SELAIN KELUARGA AKIBAT PERCERAIAN BERDASAR- KAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN - Pelimpahan hak asuh anak di bawah umur kepada pihak ketiga selain keluarga akibat perceraian berdasar-kan undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak - Repository

0 0 21

KAJIAN TERHADAP PUTUSAN HAK ASUH ANAK AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (Studi Kasus di Pengadilan Agama Semarang) - Unika Repository

0 0 13