Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan

(1)

PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA SMK

SENI DAN KERAJINAN BERBASIS PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

JUFRI SINAGA

077003041/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA SMK

SENI DAN KERAJINAN BERBASIS PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUFRI SINAGA

077003041/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN PADA

SMK SENI DAN KERAJINAN BERBASIS

PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Jufri Sinaga

Nomor Pokok : 077003041

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE) Ketua

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) (Drs. Rujiman, MA)

Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 22 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE

Anggota : 1. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS


(5)

ABSTRAK

JUFRI SINAGA. NIM. 077003041. “Perencanaan Pendidikan Kejuruan pada SMK Seni dan Kerajinan Berbasis Pengembangan Industri Kecil di Kota Medan”, di bawah bimbingan Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE, Dr. Ir. Tavi

Supriana, MS. dan Drs. Rujiman, MA.

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dalam perekonomian Kota Medan. Salah satu jenis UKM di Kota Medan adalah industri kecil sepatu dan merupakan produk unggulan potensial wilayah tersebut. Tetapi perkembangan industri kecil sepatu tersebut relatif kecil dibanding perkembangan industri kecil secara umum di Kota Medan. Perkembangan ini tidak terlepas dari kualitas SDM yang langsung berhubungan dengan produktivitas tenaga kerja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan dan mengetahui program pengembangan industri kecil sepatu melalui peningkatan SDM tenaga kerja serta menentukan program keahlian SMK Seni dan Kerajinan yang relevan dengan kebutuhan industri kecil sepatu di Kota Medan. Populasi penelitian ini adalah tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Penetapan sampel penelitian berdasarkan teknik cluster sampling dengan mengambil tiga wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Timur dengan total sampel berjumlah 60 orang. Teknik pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa faktor pengalaman, upah dan pelatihan berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Sedangkan faktor pendidikan dan usia berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Upaya pengembangan industri kecil sepatu dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas SDM tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan. Program pengembangan dengan skala prioritas berturut-turut adalah pelatihan teknis, penyuluhan teknologi terbaru dan studi banding ke daerah lain. Upaya lain yang perlu dilakukan dalam pengembangan industri kecil sepatu adalah dengan menyiapkan tenaga kerja yang terampil melalui pendidikan kejuruan. Berdasarkan jenis-jenis keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja industri kecil sepatu, direncanakan pendidikan kejuruan berbasis industri kecil sepatu yakni melalui sebuah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang disusun ke dalam sebuah struktur kurikulum Program Keahlian Kriya Kulit di SMK Seni dan Kerajinan Medan.

Kata Kunci : Perencanaan pendidikan kejuruan, industri kecil sepatu, pengalaman, upah dan pelatihan.


(6)

ABSTRACT

JUFRI SINAGA, 077003041. “Vocational Education Planning at Vocational High School of Art and Handicraft Based Development Small Industries in Medan City”, under the guidance of Mr. Prof. Bachtiar Hassan Miraza,SE, Mrs. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS. and Mr. Drs. Rujiman, MA.

It has been recognized that small and medium enterprises (SMEs) play a vital role in economic development in Medan. Shoes small industries is one of SMEs in Medan and it is potential superior product in that region. But the growth of shoes small industries is low relative compare with growth of small industries. This growth unreleased from the quality of human resources which connect with worker productivity.

This research attempts to know the factors that influence the worker productivity of shoes small industries in Medan, to know development programs of shoes small industries with increase human resource of worker and to determine department in Vocational High School of Art and Handicraft relevant with required of shoes small industries in Medan. Determining of the sample in this research used cluster sampling technique from three sub-district, they are Sub-district of Medan Denai, Sub-district of Medan Area and Sub-district of Medan Timur with total sample 60 peoples. The data collected by using questioner and interview.

The Result of research describes that experience, wage and training factors have positive and significant influences to worker productivity of shoes small industries in Medan. While influence of education and age factors have positive but not significant to worker productivity of shoes small industries in Medan. Development effort of shoes small industries to intensify the worker human resource in Medan. The result is showed that development programs are training, new technology illumination and equivalent study to another area. The other development program can do to make ready of skilled manpower by vocational education. Based skills of shoes small industries worker can planning vocational education with a competency standard and base competency in curriculum structure of Kriya Kulit Department at Vocational High School of Art and Handicraft in Medan.

Key words : Vocational education planning, shoes small industries, experience, wage and training.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Jufri Sinaga dilahirkan di Peajolo, Samosir pada tanggal 29 Agustus 1975. Putra ketiga dari Sudiman Sinaga dan Ramina Sidabutar. Menyelesaikan pendidikan: SDN Huta Ginjang tahun 1988, SMPN Simarmata tahun 1991, STM Negeri Pematangsiantar tahun 1994. Memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan IKIP Medan tahun 1999.

Pada tahun 2007 mendapatkan beasiswa untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Universitas Sumatera Utara Medan. Saat ini bekerja sebagai Widyaiswara pada Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Listrik dan Bangunan Medan.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur disampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas izin-Nyalah penelitian yang berjudul “Perencanaan Pendidikan Kejuruan pada SMK

Seni dan Kerajinan Berbasis Pengembangan Industri Kecil di Kota Medan”,

dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Atas rampungnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang turut memberikan bantuan dan dukungan, baik sewaktu penulis mengikuti proses perkuliahan maupun pada saat penulis melakukan penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Bachtiar Hassan Miraza, SE. selaku Ketua Komisi Pembimbing dalam penulisan tesis ini sekaligus Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

3. Ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Drs. Rujiman, MA. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan serta arahan dalam penulisan tesis ini.

5. Bapak Prof. Aldwin Surya, SE,MPd, PhD dan Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirozujilam, SE. yang bersedia menjadi dosen penguji serta telah memberikan masukan dan arahan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini.


(9)

6. Seluruh civitas akademika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membantu penulis dalam proses administrasi maupun kelancaran kegiatan akademik, termasuk juga seluruh teman-teman di jurusan PWD USU Medan.

7. Menteri Pendidikan Nasional yang telah memberikan dukungan pembiayaan melalui Program Beasiswa Unggulan hingga penyelesaian Tesis ini berdasarkan DIPA Sekretariat Jenderal DEPDIKNAS Tahun Anggaran 2007 sampai dengan 2009.

8. Khusus kepada istriku ‘Indah’ dan putra putriku ‘Ivan dan Evinka’ yang telah memberikan perhatian khusus, sehingga peneliti dapat merampungkan penulisan tesis ini.

Akhirnya dengan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, tesis ini dipersembahkan bagi semua pihak yang membacanya dengan harapan dapat memberi koreksi konstruktif apabila terdapat kesalahan.

Medan, Juni 2009 Penulis,

Jufri Sinaga NIM. 077003041


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Industri Kecil ... 10

2.2. Peranan Industri Kecil dalam Pengembangan Wilayah ... 12

2.3. Sumber Daya Manusia sebagai Pilar Pengembangan Wilayah... 14

2.4. Konsep Dasar dan Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja ... 16

2.4.1. Pendidikan ... 19

2.4.2. Pengalaman... 20

2.4.3. Usia ... 20

2.4.4. Upah ... 21

2.4.5. Pelatihan ... 23

2.5. Perencanaan Pendidikan ... 24


(11)

2.9. Kerangka Konseptual... 34

2.10.Hipotesis Penelitian ... 37

BAB III. METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Lokasi Penelitian ... 38

3.2. Populasi dan Sampel... 38

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4. Teknik Analisis Data ... 41

3.5. Definisi Operasional ... 42

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 44

4.2. Penduduk dan Tenaga Kerja ... 45

4.3. Kondisi Industri Kecil di Kota Medan ... 47

4.4. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 51

4.5. Karakteristik Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 54

4.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 60

4.6.1. Pengujian Hipotesis ... 60

4.6.2. Pengujian Asumsi Klasik ... 67

4.7. Program-Program Pengembangan SDM Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 71

4.8. Perencanaan Program Keahlian SMK Seni dan Kerajinan yang Relevan dengan Industri Kecil Sepatu ... 74

4.8.1. Profil SMK di Kota Medan ... 74

4.8.2. Perencanaan Program Keahlian Kriya Kulit Sesuai Kebutuhan Industri Kecil Sepatu ... 76

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Saran ... 85


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Tingkat Pengangguran di Kota Medan. ... 3

1.2. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 5

3.1. Sampel Penelitian. ... 39

3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ... 40

4.1. Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan di Kota Medan. .... 46

4.2. Distribusi Persentase PDRB Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku. ... 48

4.3. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil dan Rumah Tangga di Kota Medan. ... 49

4.4. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 52

4.5. Profil Pendidikan Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... . 54

4.6. Profil Pengalaman Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 56

4.7. Profil Usia Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan. ... 57

4.8. Profil Upah Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan ... 58

4.9. Profil Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu di Kota Medan yang Mengikuti Pelatihan. ... 59

4.10. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja. ... 61

4.11. Hasil Uji Multikolinieritas ... 68

4.12. Hasil Uji Heteroskedastisitas. ... 70

4.13. Hasil Uji Autokorelasi ... 71

4.14. Program Pengembangan SDM Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu ... 73


(13)

4.16. Bidang Keahlian dan Program Keahlian SMK Seni dan Kerajinan

di Kota Medan ... 75 4.17. Kompetensi Umum Program Keahlian Kriya Kulit SMK Seni dan

Kerajinan ... 79 4.18. Standar Kompetensi Kejuruan Program Keahlian Kriya Kulit SMK

Seni dan Kerajinan ... 80 4.19. Struktur Kurikulum SMK Seni dan Kerajinan Program Keahlian


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian. ... 90

2. Tabulasi Jawaban Responden : Produktivitas, Pendidikan, Pengalaman, Usia, Upah dan Pelatihan ... 93

3. Tabulasi Jawaban Responden : Program Pengembangan SDM .. 95

4. Jenis-Jenis Kompetensi Tenaga Kerja Industri Kecil Sepatu ... 97

5. Hasil Analisis Uji Regresi Linier Berganda ... 99

6. Hasil Analisis Uji Multikolinieritas ... 102

7. Hasil Analisis Uji Heteroskedastisitas ... 103

8. Hasil Analisis Uji Autokorelasi ... 106


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur, merata baik material maupun spritual sebagai wujud pelaksanaan demokrasi ekonomi yang dilandasi oleh semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Perekonomian yang berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan tersebut tercermin dari koperasi dan usaha kecil sebagai gerakan ekonomi rakyat yang dapat berperan sebagai soko guru perekonomian nasional.

Untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut, pemerintah perlu mempersiapkan secara khusus kondisi perekonomian domestik yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi guna menghadapi era liberalisasi perdagangan. Perhatian khusus ini perlu diberikan kepada struktur industri dalam negeri, hal ini dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara komposisi industri besar, menengah dan kecil.

Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (selanjutnya disebut UKMK) merupakan kelompok usaha ekonomi yang penting dalam perekonomian Kota Medan. Hal ini disebabkan, usaha kecil, menengah dan koperasi merupakan sektor usaha yang memiliki jumlah terbesar dengan daya serap angkatan kerja yang signifikan. Tetapi di lain pihak kesenjangan pendapatan yang cukup besar masih terjadi antara pengusaha besar dengan usaha kecil. Dengan alasan seperti ini, maka


(16)

mengembangkan usahanya. Pengembangan usaha kecil ini secara langsung merupakan upaya dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat banyak, sekaligus mempersempit kesenjangan sosial dan ekonomi (socio economic disparity). Bahkan Naisbitt (1993) berani memastikan bahwa pada era global mendatang, semakin besar ekonomi dunia justru semakin kuatlah peran para pemain terkecilnya (the bigger the

world economy, the more powerful its smallest players). Artinya, dalam era dimana

informasi sangat memegang peranan, maka dengan berbekal informasi yang memadai ini tidak dibutuhkan struktur dan manajemen yang besar.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (Pemerintah Kota Medan, 2005), jumlah pengusaha besar hanya 0,2% sedangkan pengusaha kecil, menengah dan koperasi mencapai 99,8%. Ini berarti jumlah usaha kecil, menengah dan koperasi mencapai hampir 500 kali lipat dari jumlah usaha besar. Persoalannya kontribusi UKMK terhadap PDRB, hanya 39,8%, sedangkan usaha besar mencapai 60,2%.

Terhadap pertumbuhan ekonomi, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya memberikan kontribusi sebesar 16,4% sedangkan usaha besar 83,6%. Berdasarkan penguasaan pangsa pasar, usaha kecil, menengah dan koperasi hanya menguasai pangsa pasar sebesar 20% (80% oleh usaha besar). Data tersebut menunjukkan dua hal sekaligus, yaitu super kuatnya sektor usaha besar dan teramat lemahnya sektor UKMK. Keberadaan UKMK sebagai tulang punggung perekonomian kota menjadi perhatian khusus, sejalan dengan misi pertama pembangunan Kota Medan tahun


(17)

meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi, untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota.

Pertumbuhan ekonomi Kota Medan yang semakin membaik berdasarkan asumsi tahun 2007 meningkat berkisar 8,08 persen dari 7,57 persen tahun 2006, ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan penurunan jumlah penduduk miskin pada tahun yang sama. Kondisi ini disebabkan oleh pertumbuhan yang terjadi bukan pertumbuhan ekonomi berkualitas yakni mengutamakan ekspor dan investasi. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini, kontribusi terbesar berasal dari sektor telekomunikasi dan transportasi (sektor 7) diikuti sektor perdagangan. Sektor tersebut tidak banyak menyerap jumlah tenaga kerja di Kota Medan, sedangkan angka angkatan kerja dari tahun ke tahun terus bertambah seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Demikian juga halnya dengan tingkat pengangguran terbuka pada Agustus tahun 2007 sebesar 14,49 persen (BPS Sumatera Utara 2008). Jumlah ini semakin naik sedikit dibanding persentase angka pengangguran di Kota Medan tahun 2006 berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) berkisar 13,05 persen dan 12,46 persen tahun 2005.

Tabel 1.1. Tingkat Pengangguran di Kota Medan

No Tahun Tingkat Pengangguran

(%)

1 2005 12,46

2 2006 13,05

3 2007 14,49


(18)

Angka pengangguran yang begitu besar harus mendapat perhatian dari stake

holders, khususnya Pemerintah Kota Medan. Fakta menunjukkan bahwa usaha kecil

dan menengah merupakan penyerap tenaga kerja paling besar dapat dijadikan sebagai alternatif pengurangan jumlah pengangguran. Oleh karena itu diperlukan berbagai upaya dalam rangka pengembangan UKM.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan UKM terdiri dari 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Handrimurtjahyo, 2007). Faktor internal khususnya dibidang kualitas tenaga kerja memegang peranan yang sangat signifikan terhadap peningkatan daya saing industri. Aspek ini bisa diidentifikasi dengan sejumlah indikator, diantaranya yang umum digunakan dan lebih bersifat proxy adalah tingkat produktivitas. Perusahaan berdaya saing tinggi biasanya juga merupakan perusahaan yang produktif. Sebenarnya tingkat produktivitas tenaga kerja tidak hanya mencerminkan tingkat penguasaan teknologi oleh pekerja, atau tingkat ketersediaan teknologi di dalam perusahaan, namun juga sebagai sebuah indikator dari tingkat pendidikan dari pekerja. Dengan demikian, produktivitas merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan produktivitas berarti meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja sekaligus mutu perusahaan.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan UKM diantaranya adalah kebijakan pemerintah (Kuncoro, 2000). Pemerintah pusat maupun daerah


(19)

pengentasan kemiskinan. Upaya pengembangan khususnya di bidang SDM ini dapat melalui program pelatihan teknis, magang dan konsep link and match antara dunia pendidikan dengan dunia usaha serta orientasi pendidikan pada industri kecil.

Perkembangan industri kecil sepatu di Kota Medan belumlah menggembirakan. Padahal sepatu merupakan salah satu produk unggulan industri kecil Kota Medan karena mampu menembus pasar ke Amerika Serikat dan Jerman (Jurnal Koperasi dan UKM, 2006).

Tabel 1.2. Perkembangan Industri Kecil Sepatu di Kota Medan

Tahun Jumlah Industri Kecil Sepatu

(Unit)

Jumlah Tenaga Kerja Terserap (Orang)

2004 414 705

2005 419 737

2006 421 747

2007 422 752

2008 426 769

Sumber : Disperindag Kota Medan, 2009

Tabel 1.2. menunjukkan laju pertumbuhan industri kecil sepatu hanya 2,07 % per tahun dalam kurun waktu tahun 2004-2008. Demikian juga dalam kemampuan industri kecil sepatu menyerap tenaga kerja pada kurun waktu 5 tahun hanya mampu tumbuh sebesar 37,16 %. Perkembangan yang kurang menggembirakan tersebut tentu tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia yang tersedia. Pratiwi (2006), menyimpulkan bahwa ketidaktersediaan tenaga kerja terampil pada industri kecil sepatu di Kota Medan menjadi penghambat dalam peningkatan hasil produksi. Berarti dapat dikatakan bahwa dari sisi kemampuan tenaga kerja industri kecil sepatu masih


(20)

berpendidikan rendah bahkan tanpa latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang pekerjaan sehingga kompetensi mereka juga rendah. Rendahnya tingkat pendidikan tersebut ternyata tidak diimbangi dengan upaya-upaya peningkatan kemampuan (Capacity Building). Pada umumnya mereka lebih fokus pada pengalaman dalam bekerja.

Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia menjadi salah satu masalah nasional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melimpahnya sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berfikir secara seksama yaitu bagaimana dapat memanfaatkan sumber daya manusia secara optimal. Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas social dan lapangan pekerjaan yang memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat.

Persoalan yang ada adalah bagaimana dapat menciptakan sumber daya manusia yang dapat menghasilkan tenaga kerja yang terampil, disiplin dan bertanggungjawab sehingga tujuan pendidikan bersama-sama dengan dunia usaha/ industri dapat tercapai. Produktivitas tenaga kerja yang baik merupakan tuntutan utama bagi industri agar kelangsungan hidup atau operasionalnya dapat terjamin.


(21)

daerah maupun pusat, artinya dari produktivitas regional maupun nasional, dapat menunjang perekonomian baik secara mikro maupun makro. Mengenai produktivitas kerja menjadi masalah nasional pula, karena produktivitas tenaga kerja Indonesia masih memprihatinkan. Zadjuli dalam Koesmono (2005), menyatakan bahwa tingkat kualitas sumber daya manusia Indonesia dewasa ini dibandingkan dengan kualitas sumber daya manusia di beberapa negara anggota-anggota ASEAN nampaknya masih rendah kualitasnya, sehingga mengakibatkan produktivitas per jam kerjanya masih rendah.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, untuk itu pemerintah bersama-sama dengan dunia usaha dan industri harus berusaha menjamin agar faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja dapat dipenuhi secara maksimal. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak terlepas dari sistem pendidikan yang ada. Pendidikan (termasuk pendidikan kejuruan) diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang terampil sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Dari penjelasan diatas, menggambarkan bahwa terjadi gap antara kualitas dan ketersediaan tenaga kerja tamatan lembaga pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, yang mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan di Kota Medan, perlu mengambil peran aktif dalam mengantisipasi kebutuhan pasar kerja sesuai dengan potensi wilayah untuk masa yang akan datang. Sehingga diperlukan adanya penelitian untuk menyusun konsep peningkatan potensi wilayah dalam mengantisipasi kebutuhan


(22)

pasar kerja melalui pendidikan SMK yang dapat mendukung potensi wilayah di Kota Medan.

Pendidikan kejuruan yang dalam hal ini adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki berbagai jenis program keahlian. Sesuai dengan tujuan pendidikan kejuruan untuk menghasilkan manusia siap kerja dan mandiri, maka penulis tertarik menganalisis perencanaan pendidikan kejuruan berbasis pengembangan industri kecil sepatu di SMK Seni dan Kerajinan Kota Medan. Kompetensi ini dapat dituangkan menjadi sebuah program keahlian di SMK. Dengan demikian maka ada link and

match antara dunia pendidikan dengan dunia kerja, sehingga dengan kompetensi yang

sesuai dengan kebutuhan maka setelah tamat SMK mereka telah siap untuk bekerja bahkan membuka usaha.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah faktor pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan?

b. Program-program apa yang dibutuhkan oleh industri kecil sepatu dalam rangka pengembangan usahanya di bidang SDM tenaga kerja?


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan.

b. Untuk merumuskan program-program yang dibutuhkan oleh industri kecil sepatu dalam rangka pengembangan usahanya di bidang SDM tenaga kerja.

c. Untuk mengetahui bidang keahlian SMK yang relevan dengan kebutuhan industri kecil sepatu di Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: a. Secara teoritis hasil penelitian ini bemanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, terutama dalam ilmu perencanaan pendidikan.

b. Secara praktis penelitian ini menjadi sumbangsih pemikiran bagi pemerintah Kota Medan untuk menyesuaikan bidang keahlian di SMK dengan jenis kebutuhan industri kecil sepatu dalam rangka pengembangan wilayah.

c. Sebagai bahan masukan bagi segenap pihak (akademisi, peneliti, pemerintah serta pengambil kebijakan), yakni menyangkut masalah perencanaan pendidikan kejuruan sesuai potensi daerah.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Kecil

Secara lisan dan tulisan, banyak pihak menggunakan istilah berbeda untuk membahas industri kecil. Istilah lain yang bermakna sama dengan industri kecil adalah usaha kecil (small business), perusahaan kecil (small enterprise atau small

firm), usaha skala kecil (small scale business) dan lain-lain. Ada yang menganggap

bahwa usaha kecil adalah sektor dan ada juga yang menganggap industri kecil adalah subsektor. Anggapan ini sebaiknya diabaikan karena semua istilah itu memiliki kadar yang sama. Pendefinisian atau pengertian industri kecil sangat beragam sesuai ketentuan dan ketetapan lembaga atau departemen yang berhubungan dengannya berdasarkan kegiatan jenis usaha.

Pendefinisian industri kecil menurut lembaga atau departemen-departemen adalah :

a. Badan Pusat Statistik mendefinisikan industri kecil adalah sebuah perusahaan yang mempekerjakan sebanyak 5-19 orang tenaga kerja.

b. Bank Indonesia mendefinisikan industri kecil adalah sebagai usaha yang memiliki asset maksimal Rp. 600.000.000,- di luar tanah dan bangunan.


(25)

d. Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil adalah industri yang mempunyai nilai investasi seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- di luar tanah dan bangunan. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 589/MPP/Kep/10/1999 tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

Gie dalam Pratiwi (2006), mendefinisikan industri kecil adalah para wiraswasta yang mandiri dan tidak pernah menggantungkan diri pada siapapun. Tidak pernah terdengar suara dan tuntutan-tuntutannya karena mereka terlalu lemah dan tidak mempunyai akses pada media massa. Tidak pernah menuntut fasilitas dari pemerintah. Tidak mengerti dan tidak mungkin menguasai instrumen-instrumen canggih dan serba abstrak tetapi dasyat hasilnya.

Adapun karakteristik industri kecil menurut Tambunan dalam Pulungan (2003), adalah sebagai berikut :

a. Proses produksi lebih mechanized, dan kegiatannya dilakukan di tempat (pabrik) yang biasanya berlokasi disamping rumah si pengusaha atau usaha.

b. Sebagian besar tenaga kerja yang bekerja di industri kecil adalah pekerja bayaran (wage labor).

c. Produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup sophisticated. Badan Pusat Statistik (BPS) membagi industri kecil menjadi 9 subsektor yang terdiri dari industri makanan dan minuman, industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki, barang dari kayu dan hasil hutan lainnya, industri kertas dan barang cetakan,


(26)

industri pupuk, kimia dan barang dari karet, industri semen dan barang galian bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dan industri barang lainnya.

2.2. Peranan Industri Kecil dalam Pengembangan Wilayah

Terlepas dari adanya perbedaan definisi industri kecil, banyak studi telah membuktikan bahwa industri kecil berperan penting dalam menanggulangi masalah-masalah sosial ekonomi di negara-negara sedang berkembang. Industri kecil memberikan kesempatan kerja bukan saja bagi masyarakat pedalaman tetapi juga menjadi sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat perkotaan.

Menurut UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyatakan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan Usaha Besar dan Badan Usaha Milik Negara.


(27)

Hasil penelitian Azhari dalam Pulungan (2003), membuktikan bahwa industri kecil di Indonesia sesungguhnya tidak wajar didekati dengan cara pandang belas kasihan semata, apalagi bila dikaitkan dengan sifatnya yang menghidupi orang kecil melalui pasar-pasar lokal yang tersebar luas diseluruh tanah air. Kegiatan industri kecil dalam keadaan tertentu ternyata penuh vitalitas untuk tumbuh secara wajar serta kemampuannya untuk bertahan dalam keadaan ekonomi yang terpuruk sekalipun. Ada tiga manfaat sosial (social benefit) yang sangat berarti bagi perekonomian. Manfaat pertama : industri kecil dapat menciptakan peluang berusaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif rendah. Manfaat kedua : industri kecil turut mengambil peranan dalam meningkatkan mobilisasi tabungn domestik. Manfaat ketiga : industri kecil mempunyai kedudukan komplementer terhadap industri sedang dan besar, karena menghasilkan produk yang relatif murah dan sederhana. Dari uraian diatas semakin meyakinkan akan perlunya sub sektor ini untuk dikembangkan terutama dalam pengembangan wilayah.

Selanjutnya, Bapeda Kota Medan (1995), menyatakan pengembangan wilayah antara lain ditujukan untuk menciptakan keseimbangan antara pembangunan nasional dan pembangunan regional, dengan memanfaatkan seluruh potensi yang ada, sehingga dapat menjadi pendorong utama dan penggerak pembangunan ekonomi nasional serta memperkokoh kesatuan ekonomi dan ketahanan nasional. Dengan demikian industri sebagai salah satu potensi wilayah tersebut akan mampu menjadi penggerak utama dalam pengembangan wilayah.


(28)

Ariastita dalam Miraza (2007), menyatakan bahwa kegiatan industri merupakan salah satu sektor yang strategis dalam pembangunan. Peranan ini ditandai oleh proses perubahan struktur ekonomi yang terjadi, yakni produksi di sektor sekunder makin meningkat dan meluas dibandingkan dengan perkembangan di sektor primer (pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan pertambangan). Peranan industri ini dapat dilihat dari sumbangannya terhadap pendapatan nasional dan penyerapan tenaga kerja.

2.3. Sumber Daya Manusia sebagai Pilar Pengembangan Wilayah

Apabila dicermati maka paradigma pengembangan wilayah telah bergeser pada upaya yang mengandalkan tiga pilar yaitu sumberdaya alam, sumber daya manusia dan teknologi (Nachrowi dalam Alkadri, 2001). Ketiga pilar tersebut merupakan elemen internal wilayah yang saling terkait dan berinteraksi membentuk satu sistem. Hasil interaksi elemen tersebut mencerminkan produktivitas dari suatu wilayah. Produktivitas tersebut akan berbeda dengan produktivitas wilayah lainnya, sehingga mendorong terciptanya spesialisasi spesifik wilayah. Dengan demikian akan terjadi persaingan antar wilayah untuk menjadi pusat spatial network dari wilayah-wilayah lain secara nasional. Untuk itu harus diterapkan konsep pareto pertumbuhan yang bisa mengendalikan keseimbangan pertumbuhan dan dikelola oleh Pemerintah Pusat guna menghindari disintegrasi. Konsep pareto ini diharapkan mampu


(29)

memberikan keserasian pertumbuhan antar wilayah dengan penerapan insentif-insentif kepada wilayah yang kurang berkembang.

Sumber daya manusia mempunyai peran ganda dalam sebuah proses pembangunan, dapat sebagai objek maupun menjadi subyek pembangunan (Nachrowi dalam Alkadri, 2001). Sebagai obyek pembangunan SDM merupakan sasaran pembangunan untuk disejahterahkan dan sebagai subyek pembangunan SDM berperan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan ditentukan oleh pelaku-pelaku pembangunan itu sendiri. Dengan demikian konsep pembangunan itu sesungguhnya adalah pembangunan manusia (human development) yaitu pembangunan yang berorientasi kepada manusia (people center development) dimana manusia dipandang sebagai sasaran sekaligus sebagai pelaku pembangunan.

Menurut Kuncoro (2004), bahwa pembangunan ekonomi tidak akan berkesinambungan jika hanya didukung oleh sumber daya tak dapat diperbaharui. Sumber daya alam mempunyai keterbatasan dalam menyediakan kebutuhan manusia. Tetapi sebaliknya, pembangunan juga tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak memperhatikan sekelilingnya. Artinya pembangunan itu harus dapat memaksimalkan pengembangan wilayah.

Pengembangan wilayah merupakan upaya memberdayakan stake holders di suatu wilayah dalam memanfaatkan sumber daya alam dengan teknologi untuk memberi nilai tambah atas apa yang dimiliki oleh wilayah administratif atau wilayah fungsional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup rakyat di wilayah tersebut (Zen


(30)

dalam Alkadri, 2001). Dengan demikian dalam jangka panjangnya pengembangan wilayah mempunyai target untuk pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Cara mencapainya bersandar pada kemampuan SDM dalam memanfaatkan lingkungan sekitar dan daya tampungnya serta kemampuan memanfaatkan instrumen yang ada.

2.4. Konsep Dasar dan Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga

Kerja

Definisi umum produktivitas menurut Nasution (2006), bahwa produktivitas adalah hubungan antara input dan output suatu sistem produksi. Produktivitas merupakan barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber-sumber masukan (input) yang digunakan, biasanya dinyatakan sebagai rasio besarnya keluaran (output) terhadap masukan.

Sedangkan Greenberg dalam Sinungan (2003), mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Produktivitas itu merupakan perbandingan ukuran harga hasil dengan masukan, perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu-satuan umum.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah hubungan antara output dan input atau antara barang jasa yang dihasilkan dengan


(31)

sumber daya yang dipergunakan untuk menghasilkannya yang dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut:

Produktivitas

Dengan memperhatikan jumlah serta jenis masukan dan keluaran yang dilibatkan, David J. Sumanth dalam Bidiawati dan Nasution (2007), mengelompokkan produktivitas menjadi tiga jenis dasar produktivitas yaitu : produktivitas parsial, produktivitas total faktor dan produktivitas total. Salah satu jenis produktivitas parsial adalah produktivitas tenaga kerja.

Dalam literatur ekonomi sumber daya manusia, produktivitas tenaga kerja menunjukkan kemampuan seseorang tenaga kerja atau pekerja untuk menghasilkan sejumlah output dalam satu satuan waktu tertentu (Sumarsono, 2003). Produktivitas tenaga kerja tersebut dapat merupakan ukuran efisiensi pemanfaatan tenaga kerja. Hal ini mengingat bahwa secara nyata, seseorang pekerja dalam melakukan pekerjaannya, belum tentu memanfaatkan seluruh kemampuan yang di milikinya. Produktivitas parsial tenaga kerja dinyatakan sebagai output (keluaran) per jam kerja atau keluaran per tenaga kerja. Output dapat dinyatakan dalam satuan uang atau dalam satuan fisik. Output yang dinyatakan dalam satuan uang merupakan nilai tambah barang per tenaga kerja.

Ananta dalam Kasnawi (2000), mengemukakan bahwa produktivitas tenaga kerja adalah pencerminan dari mutu tenaga kerja jika hal-hal lain dianggap tetap sama. Peningkatan produktivitas tenaga kerja merupakan sasaran yang strategis


(32)

karena peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya.

Menurut Simanjuntak dalam Sumarsono (2003), faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja industri dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu kualitas dan kemampuan fisik tenaga kerja, sarana pendukung dan supra sarana. Kualitas tenaga kerja berhubungan dengan tingkat pendidikan dan pelatihan, pengalaman dan keterampilan sedangkan kemampuan fisik berhubungan dengan usia seseorang yakni usia produktif dan usia non-produktif. Sarana pendukung meliputi peralatan langsung yang digunakan oleh tenaga kerja dalam proses produksinya. Sedangkan supra sarana meliputi kemampuan manajemen, hubungan industrial dan kebijaksanaan pemerintah.

Selanjutnya Mangkuprawira dalam Gunawan (2004), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi produktivitas relatif kompleks, bisa jadi faktor intrinsik (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, kesehatan dan pengalaman) dan bisa faktor ekstrinsik (gaji/upah, lingkungan kerja, kepemimpinan, fasilitas kerja dan hubungan sosial).

Menurut Syarif (2007), bahwa Produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh karakteristik dinamis pekerja seperti umur, pendidikan formal, status kesehatan, pengalaman kerja dan jam kerja. Semakin baik karakteristik dinamis pekerja diasumsikan bahwa semakin tinggi produktivitasnya yang berarti bahwa kontribusi


(33)

2.4.1. Pendidikan

Titik singgung antara pendidikan dengan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas tenaga kerja, dengan asumsi semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Suryadi dan Tilaar, 1993). Demikian juga Todaro dalam Sirojuzilam (2008), menyatakan bahwa pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang keduanya merupakan input bagi total produksi.

Menurut Sirojuzilam (2008), bahwa pendidikan juga berfungsi untuk meningkatkan produktivitas. Hal ini sesuai dengan Teori Human Capital yang menyatakan bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Setiap tambahan satu tahun sekolah berarti disatu pihak meningkatkan kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang. Pendidikan diperlukan untuk meraih kedudukan dan kinerja optimal pada setiap pekerjaan (Surya, 2007). Pada umumnya orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya produktivitas yang dapat mendorong tenaga kerja bersangkutan melakukan tindakan produktif. Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan lebih tepat. Hal ini terlihat terutama pada jenis pendidikan yang berorientasi kepada pembekalan keterampilan bagi peserta didiknya.


(34)

2.4.2. Pengalaman

Produktivitas kerja meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman dalam penyelesaian tugas (Ghiselli & Brown dalam Ginting, 2003). Pengetahuan tenaga kerja tentang pekerjaannya akan semakin berkembang dengan bertambahnya pengalaman bekerja. Pengalaman kerja akan meningkat seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas kerja. Menurut pendapat Tubbs dalam Desyanti (2005), jika seorang tenaga kerja berpengalaman, maka (1) tenaga kerja menjadi sadar terhadap lebih banyak kekeliruan, (2) tenaga kerja memiliki salah pengertian yang lebih sedikit tentang kekeliruan, (3) tenaga kerja menjadi sadar mengenai kekeliruan yang tidak lazim, dan (4) hal-hal yang terkait dengan penyebab kekeliruan di tempat terjadinya kekeliruan dan pelanggaran serta tujuan pengendalian internal menjadi relatif lebih menonjol.

2.4.3. Usia

Perilaku Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) bervariasi menurut kelompok umur. Menurut Sumarsono (2003), bahwa TPAK dibagi menjadi tiga kelompok usia: muda (usia 10 – 24 tahun, prima (usia 25 – 60 tahun) dan tua (usia diatas 60 tahun).

TPAK usia muda biasanya sangat rendah, disebabkan oleh berkembangnya pendidikan. Usia ini biasanya dimanfaatkan untuk sekolah. Sedangkan TPAK usia prima, seseorang harus bekerja karena tuntutan tanggung jawab keluarga atau karena


(35)

keatas, bagi sementara orang merupakan masa penarikan diri dari pasar tenaga kerja. Gejala ini sangat nyata bagi negara-negara yang sedang berkembang dimana tingkat kesehatan masih rendah sehingga pada usia ini fisik mereka kurang menopang keaktifan di pasar tenaga kerja.

Menurut Robbins (2007), bahwa tuntutan dari sebagian pekerjaan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang mensyaratkan kerja otot yang berat, tidak cukup besar terpengaruh oleh kemerosotan fisik akibat usia yang berdampak pada produktivitas. Bahkan jika terjadi kemerosotan fisik karena usia, sering diimbangi oleh keunggulan karena pengalaman. Ada satu keyakinan meluas bahwa produktivitas merosot dengan makin bertambahnya usia seseorang. Sering diandaikan bahwa keterampilan individu terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun seiring dengan berjalannya waktu. Tetapi bukti lain juga menyatakan hal yang berbeda. Pada jenis pekerjaan tertentu diperoleh hasil bahwa semakin bertambah usia seseorang maka produktivitasnya juga semakin tinggi.

2.4.4. Upah

Pengertian upah menurut PP No. 8/ 1981 tentang Perlindungan Upah, adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan dalam bentuk uang ditetapkan atas dasar persetujuan atau peraturan perundang-undangan. Selanjutnya Nasution (2006), menyatakan bahwa sistem imbalan (upah) adalah suatu program


(36)

yang dilaksanakan perusahaan untuk dapat merangsang karyawan meningkatkan produktivitas dalam operasional perusahaan.

Menurut teori Neoklasik bahwa tenaga kerja memperoleh upah senilai dengan pertambahan hasil marjinalnya. Upah dalam hal ini berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan tenaga kerja tersebut kepada pengusaha. Untuk memaksimumkan keuntungan, pengusaha memberikan imbalan kepada setiap faktor produksi sebesar nilai tambahan hasil marjinal masing-masing faktor produksi tersebut. Ini berarti bahwa pengusaha memperkerjakan tenaga kerja sedemikian rupa sehingga nilai produksi pisik marjinal pekerja sama dengan upah yang diterima oleh pekerja. Namun dalam kenyataannya dapat saja nilai pertambahan hasil marjinal pekerja tidak sama dengan upah yang diterima oleh pekerja.

Sistem pengupahan pada umumnya didasarkan kepada tiga fungsi upah (Sumarsono, 2003), yaitu : (a) menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya; (b) mencerminkan imbalan atas hasil kerja seseorang; (c) menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas kerja. Menurut Dessler dalam Prasetyo (2005), pentingnya peningkatan produktivitas dalam kaitannya dengan upah adalah: (a) peningkatan produktivitas dapat mempengaruhi kenaikan taraf hidup dan (b) jika upah meningkat maka akan dapat membiayai kebutuhan hidup yang lebih baik sehingga meningkatkan kesehatan dan usia harapan hidup. Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh sebab itu upah harus cukup


(37)

dapat dinilai dan diukur dengan kebutuhan hidup minimum atau sering disebut kebutuhan fisik minimum.

2.4.5. Pelatihan

Pelatihan menurut Sastrohadiwiryo dalam Sumarsono (2002), adalah penyelenggaraan dan pengarahan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja.

Adapun teori lain dari United Stated Department of Labor, training adalah “Career development program for employees that offers away of developing skill and

enhancing productivity and quality of work and building worker loyalty to firm” yang

diartikan merupakan program pengembangan karir untuk tenaga kerja agar dapat mengembangkan kemampuan dan meningkatkan produktivitas serta kualitas kerja.

Sedangkan Umar dalam Dessler (1998), berpendapat bahwa pelatihan bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu. Dengan demikian pelatihan merupakan suatu proses pengembangan sumber daya manusia untuk meningkatkan inteligensi yang berdampak pada peningkatan kualitas manusia itu sendiri. Dampak dari peningkatan kualitas manusia adalah manusia menjadi lebih menguasai pekerjaannya sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Pelatihan juga dapat meningkatkan kualitas atau mutu kerja yang berarti peningkatan hubungan kuantitas maupun kualitasnya.


(38)

2.5. Perencanaan Pendidikan

Definisi perencanaan secara sederhana adalah penyusunan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah memilih, alat pengalokasian sumber daya, alat mencapai tujuan dan berorientasi masa depan (Tarigan, 2006). Artinya ada empat elemen dasar perencanaan, yaitu: merencanakan berarti memilih; perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya; perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan; dan perencanaan berorientasi ke masa depan. Berdasarkan perumusan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti perencanaan adalah menetapkan tujuan dan merumuskan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut. Hanya mengenai langkah-langkah tersebut ada yang diperinci dan ada yang kurang diperinci.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan jaman.


(39)

dibebankan kepadanya. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral serta keimanan dan ketaqwaan manusia. Dengan demikian pendidikan menyangkut 3 aspek yakni; adanya proses aktivitas, proses datang dari dua belah pihak dan proses tersebut memiliki intensitas yang sama kuatnya, baik yang datang dari individu (potensi) maupun dari luar individu (lingkungan).

Perencanaan pendidikan menurut Guruge dalam Sa’ud dan Makmun (2006), adalah “A simple definition of educational planning is the process of preparing

decisions for action in the field of educational development is the function of educational planning”. Perencanaan pendidikan adalah proses mempersiapkan

kegiatan di masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan adalah tugas dari perencanaan pendidikan.

Menurut Enoch (1992), bahwa perencanaan pendidikan adalah suatu proses penyusunan alternatif kebijaksanaan dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan pendidikan nasional dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan yang ada di bidang sosial ekonomi, sosial budaya dan kebutuhan pembangunan secara menyeluruh. Dengan demikian perencanaan pendidikan pada hakikatnya tidak lain daripada proses pemilihan yang sistematis, analisis yang rasional mengenai apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, siapa pelaksananya dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan lebih efektif dan efisien sehingga proses pendidikan itu dapat memenuhi tuntutan / kebutuhan masyarakat.


(40)

2.6. Karakteristik Pendidikan Kejuruan

Rupet Evans (dalam Djojonegoro, 1999), mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menegah merumuskan bahwa pendidikan menengah kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap professional. Definisi tersebut menjelaskan bahwa lulusan pendidikan kejuruan dimaksudkan untuk memasuki lapangan kerja.

Meskipun pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara keseluruhan, namun sudah barang tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak hanya dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan kurikulum (Kurniawan , 2008), yaitu :

a. Orientasi pendidikannya; keberhasilan belajar berupa kelulusan dari sekolah kejuruan adalah tujuan terminal, sedangkan keberhasilan program secara tuntas berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja.

b. Justifikasi untuk eksistensinya; perlu ada alasan atau jastifikasi khusus yang tidak begitu dirasakan oleh pendidikan umum. Justifikasi khusus adalah adanya


(41)

c. Fokus kurikulumnya; stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar maupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan kemampuan kerjanya.

d. Kriteria keberhasilannya berlainan dengan pendidikan umum; kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan pada dasarnya menerapkan ukuran ganda yaitu in school success dan out of school success. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler yang sudah diorientasikan ke persyaratan dunia kerja, sedang kriteria yang kedua diindikasikan oleh keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya (Djojonegoro, 1999).

e. Kepekaannya terhadap perkembangan masyarakat sehingga mempunyai komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja. Perkembangan ilmu dan teknologi pasang surutnya dunia suatu bidang pekerjaan, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi barang dan jasa, semuanya itu sangat besar pengaruhnya terhadap kecenderungan perkembangan pendidikan kejuruan.


(42)

f. Perbekalan logistiknya dari segi peralatan belajar; perlu mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik yang lain. Bengkel dan laboratorium adalah kelengkapan umum yang menyertai eksistensi suatu sekolah kejuruan.

g. Hubungannya dengan masyarakat dunia usaha yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan.

2.7. Proses Perencanaan Pendidikan Kejuruan

Perencanaan pendidikan untuk masa mendatang adalah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor industri dan sektor jasa dengan mengandalkan kemampuan SDM, teknologi dan manajemen. Proses perencanaan pendidikan tidak lain adalah dimulai dari memahami permasalahan pendidikan, menganalisis bidang telaahan, mengkonsepsikan dan merancang rencana, menspesifikasikan rencana yang telah disusun, mengimplementasikan rencana, dan


(43)

Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah membawa peluang kepada daerah untuk membangun wilayahnya sendiri-sendiri. Dalam era otonomi daerah, sistem perencanaan pendidikan Kabupaten/Kota adalah bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan daerah Kabupaten/Kota, yaitu mendasarkan pada perencanaan partisipatif, di mana perencanaan dibuat dengan memperhatikan dinamika, prakarsa dan kebutuhan masyarakat setempat (Wasitohadi, 2008).

Salah satu bentuk perencanaan pendidikan dalam hubungannnya dengan perencanaan pembangunan adalah merencanakan pendidikan kejuruan yang relevan dengan potensi wilayahnya sehingga individu pelaku pembangunan memiliki daya tanggap dan kepekaan tinggi (soft skill) terhadap setiap fenomena perekonomian yang ada. Menurut Setyaningsih (2008), bahwa konsep pendekatan ketenagakerjaan adalah pendekatan yang mengutamakan keterkaitan lulusan dengan tuntutan kebutuhan tenaga kerja. Apabila dikaji dari semakin membengkaknya angka pengangguran, maka keperluan untuk mempertemukan antara dunia pendidikan dengan dunia kerja semakin mendesak.

Berdasarkan permasalahan tersebut dibuat rencana kompetensi berbasis potensi daerah. Program keahlian SMK harus berorientasi kepada jenis keahlian yang dibutuhkan dunia kerja (market driven atau demand driven). Proses pembelajaran harus dikembangkan dan dilaksanakan mengacu pada pencapaian berbasis kompetensi (competency based training/CBT). Satu metode diklat yang sudah teruji


(44)

efisiensi dan efektivitasnya adalah production based training, di mana siswa dikondisikan sejak awal pada tuntutan nyata pasar industri, dan dilatih sampai bisa menghasilkan benda kerja yang bisa dijual. Melalui metode ini siswa dilatih untuk mencapai tingkat kualitas yang sesuai tuntutan pasar. Siswa juga dibekali untuk mampu bekerja dengan tingkat efisiensi tinggi sehingga bisa menekan biaya produksi, yang akhirnya akan mampu meningkatkan daya jual produk itu.

Peningkatan peran dan fungsi SMK sebagai Pusat Pendidikan Kejuruan Terpadu (PPKT) pada dasarnya adalah suatu proses pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan SMK yang berbasis wilayah dan masyarakat dengan memanfaatkan seluruh peluang dan potensi yang dimiliki (Bukit, 2003). SMK dengan berbagai program keahlian yang dimiliki diharapkan mampu meningkatkan sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia tersebut diupayakan dengan memperhatikan pertama, kemampuan sumber daya manusia yang mampu menghasilkan suatu komoditi bermutu, sesuai dengan preferensi konsumen yang berkembang serta lebih murah dari pesaing. Kedua, kemampuan sumber daya manusia yang mampu memenuhi kualifikasi SDM yang dibutuhkan oleh pasar kerja/dunia usaha yang ekuivalen dan setara dengan standar relevan yang berlaku secara nasional dan internasional.

Untuk menyiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan pasar kerja atau dunia usaha dan industri, perlu adanya hubungan timbal balik antara


(45)

maupun yang dikelola industri itu sendiri (Djojonegoro, 1999). Salah satu bentuk hubungan timbal balik tersebut adalah pihak dunia usaha/industri harus dapat merumuskan standar kebutuhan kualifikasi SDM yang diinginkan, untuk menjamin kesinambungan usaha atau industri tersebut. Sedangkan pihak lembaga sekolah akan menggunakan standar tersebut sebagai acuan dalam mengembangkan program keahlian dan kurikulum, sedangkan pihak birokrat (pemerintah) akan menggunakannya sebagai acuan dalam perumusan kebijakan dalam pengembangan SDM secara makro.

Salah satu pemikiran yang telah dirumuskan adalah dipergunakan model standar kompetensi untuk acuan pengembangan SDM. Standar kompetensi program keahlian merupakan refleksi atas kompetensi yang diharapkan dimiliki seseorang yang akan bekerja di bidang tersebut. Karena itu pengembangan standar kompetensi adalah hal yang sangat menjanjikan bagi strategi pengembangan dunia usaha melalui institusi pendidikan (Djojonegoro, 1999).

2.8. Penelitian Sebelumnya

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan industri kecil pada umumnya terdiri dari 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Meskipun demikian hasil penelitian tersebut terutama faktor internal dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian tentang perencanaan pendidikan kejuruan berbasis pengembangan industri kecil.


(46)

Indarti dan Langenberg dalam Riswidodo (2007), dalam penelitiannya tentang usaha kecil dan menengah di Indonesia menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan usaha khususnya usaha kecil dan menengah adalah umur pengusaha, jenis kelamin, pengalaman usaha, tingkat pendidikan yang merupakan faktor pengusaha. Dari hasil analisis diperoleh bahwa tingkat pendidikan dan sumber dana berpengaruh secara signifikan terhadap kesuksesan usaha.

Hasil penelitian Tambunan (2008), mangatakan bahwa daya saing perusahaan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya adalah keterampilan atau tingkat pendidikan pekerja, keahlian pengusaha, ketersediaan modal, ketersediaan teknologi. Dengan demikian faktor pendorong daya saing perusahaan adalah sumber daya manusia (SDM) baik pekerja maupun pengusaha dan prasyarat utama untuk meningkatkan daya saing perusahaan adalah pendidikan, modal, teknologi, informasi dan input krusial lainnya.

Jaffaruddin (2006), mengatakan bahwa pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja pada PT. Pabelan Surakarta. Peningkatan produktivitas dengan model regresi diketahui pengaruh variabel pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial yang hasilnya r = 50 % ini menunjukkan adanya pengaruh yang cukup besar antara pengalaman kerja, upah dan jaminan sosial terhadap produktivitas yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelasnya, sedangkan sisanya sebesar 50 % dapat dijelaskan oleh varaibel yang lain


(47)

meningkatkan tingkat efisiensi dan efektifitas perusahaan, sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatan.

Demikian juga hasil penelitian Purwaningsih (2006), menemukan bahwa pelatihan dan pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas tenaga kerja pada PT. Batik Keris Sukoharjo. Dari tabel Model Summary R Square diketahui nilai uji determinasi sebesar 0,786. Dapat dikatakan bahwa pengaruh Pelatihan dan Pengalaman Kerja terhadap Produktivitas Tenaga Kerja adalah sebesar 78,6%.

Hasil penelitian Syarif (2007), menunjukkan bahwa pendidikan formal, status kesehatan, masa kerja, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan, baik terhadap produktivitas maupun terhadap upah pada industri udang beku di Kota Makassar. Pendidikan formal, status kesehatan, masa kerja, dan jam kerja berpengaruh positif dan signifikan, baik secara langsung (direct effect) terhadap upah maupun secara tidak langsung (indirect effect) terhadap upah melalui produktivitas pekerja.

Sukarti (2007), menyimpulkan permasalahan UKM yang sangat krusial secara internal yang terdiri dari masalah terbatasnya kepemilikan aset produksi, rendahnya kemampuan SDM, dan kelembagaan usaha belum berkembang secara optimal. Kelemahan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah lingkaran yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu peningkatan kualitas SDM supaya terampil,


(48)

berpengetahuan dan memiliki etos, serta komitmen moral yang tinggi perlu dilakukan terus menerus untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Setyaningsih (2008), menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil analisa faktor-faktor penyebab ketidakterserapan tenaga kerja tamatan SMK dan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja di Surabaya, dapat digambarkan bahwa untuk mengantisipasi kebutuhan perlu adanya kesesuaian antara program keahlian yang ada di SMK dengan sektor-sektor yang memberi peluang dalam memasuki dunia kerja. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam hal ketenagakerjaan ini adalah jumlah ketersediaan dan keterserapannya, sehingga terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Keberadaan SMK dengan program keahlian yang sesuai dengan permntaan maka dapat diharapkan mengatasi ketidakterserapan tenaga kerja tamatan SMK serta masalah pengangguran yang semakin meningkat di kota Surabaya.

2.9. Kerangka Konseptual

Ada tiga pilar pengembangan wilayah, yaitu sumber daya manusia, sumber daya alam dan teknologi. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh sebuah daerah sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusia untuk memahami, memilih dan memanfaatkan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh wilayahnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(49)

Industri kecil sepatu merupakan potensi yang dimiliki oleh Kota Medan di dalam menunjang perekonomiannya disamping menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar. Karena hasil industri kecil sepatu merupakan salah satu produk unggulan industi kecil di Kota Medan, maka diperlukan upaya pengembangan melalui peningkatan daya saing industri. Salah satu daya saing industri adalah produktivitas tenaga kerja. Produktivitas tenaga kerja yang baik hanya dapat diperoleh dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) tenaga kerja. Peningkatan SDM berorientasi pasar (salah satu diantaranya Industri kecil sepatu) dapat dilaksanakan melalui pendidikan kejuruan (SMK).

SMK Kelompok Keahlian Seni dan Kerajinan yang dikelola oleh pemerintah di Kota Medan adalah SMK Negeri 11. Tetapi program keahlian yang dikelola selama ini masih terbatas hanya Program Keahlian Seni Musik Klasik dan Seni Musik Non-Klasik. Dengan keterbatasan program keahlian ini, perlu dikembangkan program keahlian yang berbasis potensi daerah. Salah satu diantaranya adalan industri kecil sepatu. Berdasarkan kualifikasi SDM tenaga kerja industri kecil sepatu, dijabarkan menjadi standar kompetensi dan kompetensi dasar, kemudian disusun dalam struktur kurikulum sebuah program keahlian. Pengembangan program keahlian ini diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang kompeten untuk bekerja di industri kecil sepatu bahkan membuka usaha (entrepreneurship) industri kecil sepatu. Hal ini akan menjamin keberlangsungan operasional dan perkembangan industri kecil sepatu di Kota Medan.


(50)

Kerangka konseptual yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah :

PERENCANAAN PENDIDIKAN KEJURUAN (SMK)

PROGRAM KEAHLIAN YANG RELEVAN

PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA MEDAN PENGEMBANGAN

INDUSTRI KECIL SEPATU

TENAGA KERJA :

- PENDIDIKAN

- PENGALAMAN

- USIA

- UPAH

- PELATIHAN

INDUSTRI KECIL SEPATU

PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA

JENIS KETERAMPILAN TENAGA KERJA

LULUSAN BEKERJA DI INDUSTRI

KECILSEPATU MEMBUKA INDUSTRI

KECILSEPATU POTENSI WILAYAH POTENSI WILAYAH


(51)

2.10. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian di atas, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah:

Secara bersama-sama dan secara parsial faktor pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan berpengaruh positif terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Medan. Dari 21 (dua puluh satu) kecamatan yang ada di Kota Medan, dipilih sebanyak 3 (tiga) kecamatan sebagai lokasi penelitian, yakni Kecamatan Medan Denai, Kecamatan Medan Area dan Kecamatan Medan Timur. Alasan penetapan ketiga kecamatan tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena pada ketiga kecamatan tersebut terdapat industri kecil sepatu yang relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain di Kota Medan.

3.2. Populasi dan Sampel

Menurut Arikunto (2006), populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Cara menentukan sampel dalam penelitian ini dipilih secara acak (random) dari populasi yang telah ditentukan. Selanjutnya sampel ditentukan berdasarkan wilayah dengan cluster sampling, agar generalisasi yang


(53)

dilakukan dengan mengambil wakil dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi (Arikunto, 2006). Wilayah yang akan menjadi cluster sampling pada penelitian ini adalah kecamatan di Kota Medan.

Penetapan anggota sampel dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan Roscoe (dalam Sugiyono, 2007), yang mengatakan:

a. Ukuran sampel yang layak digunakan dalam penelitian sosial adalah antara 30 sampai dengan 500.

b. Bila sampel dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.

c. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariat, maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti.

Dengan demikian ditentukan jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang dengan rincian seperti tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Sampel Penelitian

No Kecamatan Jumlah Industri

(Unit)

Jumlah Tenaga Kerja (Populasi)

Persen Tase (%)

Sampel (orang)

1 Medan Timur 43 83 31 17

2 Medan Area 49 89 33 19

3 Medan Denai 56 98 36 24

Jumlah 148 270 100 60

Sumber : Disperindag Kota Medan, 2009

3.3. Teknik Pengumpulan Data


(54)

Field Research adalah teknik pengumpulan data primer, dilakukan dengan

teknik angket (kuisioner). Kuisioner disusun, dibuat dan digandakan sebanyak jumlah responden, untuk kemudian disebarkan dengan cara mendatangi langsung tenaga kerja industri kecil sepatu. Tujuan penyebaran kuisioner ini adalah untuk menggali data tentang profil responden, pendidikan, pengalaman, usia, upah, pelatihan, produktivitas, program pengembangan SDM yang dibutuhkan dan lain sebagainya. Sedangkan wawancara dilakukan terhadap tenaga kerja yang dianggap mengetahui sepesifikasi keahlian dan informasi yang dibutuhkan untuk mendukung data penelitian ini.

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian

No Jenis Data Sumber Data Alat Pengumpul

Data

1 - Tingkat Pendidikan

- Pengalaman

- Usia

- Upah

- Pelatihan

Tenaga Kerja

Industri Kecil Sepatu

Kuisioner

2 Produktivitas tenaga kerja Tenaga Kerja

Industri Kecil Sepatu

Kuisioner

3 Program Pengembangan SDM Tenaga Kerja

Industri Kecil Sepatu

Kuisioner

4 Spesifikasi keahlian/ketrampilan Tenaga Kerja

Industri Kecil Sepatu

Wawancara dan Observasi

5 Sebaran industri kecil sepatu Disperindag


(55)

yakni Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Pendidikan serta perpustakaan mengenai hasil-hasil penelitian terdahulu serta literatur yang mendukung studi ini.

3.4. Teknik Analisis Data

Untuk mengetahui pengaruh kualitas SDM (pendidikan, pengalaman, usia, upah dan pelatihan) terhadap produktivitas tenaga kerja industri kecil sepatu di Kota Medan, digunakan analisis regresi linear berganda dengan rumus:

Y = β0 + β1x1 + β2x2 + β3x3 + β4x4 + D + €

Dimana:

Y = Produktivitas tenaga kerja (rupiah/tenaga kerja dalam sebulan)

X1 = Pendidikan (tahun)

X2 = Pengalaman (tahun)

X3 = Usia (tahun)

X4 = Upah (rupiah)

D = Dummy variable untuk melihat pengaruh terhadap produktivitas (0 tidak pernah ikut pelatihan dan 1 pernah ikut pelatihan)

β0 = Konstanta

€ = Error term

β1…β4 = Koefisien regresi .

Untuk menguji signifikansi faktor-faktor tersebut secara bersama-sama terhadap produktivitas tenaga kerja digunakan statistik F (uji F). Kriteria pengujian hipotesis untuk uji secara bersama-sama adalah H0 diterima bila Fhitung < Ftabel dan H0

ditolak bila Fhitung > Ftabel.

Untuk menguji signifikansi faktor-faktor tersebut secara parsial terhadap produktivitas tenaga kerja digunakan statistik t (uji t). Kriteria pengujiannya adalah


(56)

H0 diterima jika –ttabel < t hitung < t tabel dan H0 ditolak jika -thitung < ttabel atau thitung >

ttabel.

Untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen secara serentak terhadap variabel dependen dilakukan analisis determinasi (R2).

Teknik analisis untuk menjawab permasalahan kedua dan ketiga dianalisis secara deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak.

3.5. Definisi Operasional

Pengertian dan batasan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Tenaga kerja industri kecil sepatu adalah anggota masyarakat yang bekerja pada

kegiatan produksi sepatu yang berskala kecil.

b. Industri kecil sepatu adalah industri kecil yang mengolah bahan baku menjadi berbagai jenis olahan seperti sepatu dan sandal.

c. Pendidikan adalah taraf pendidikan akhir responden (tahun bersekolah).

d. Pengalaman adalah jumlah waktu (tahun) tenaga kerja selama bekerja di industri kecil sepatu.

e. Usia adalah umur (tahun) tenaga kerja yang bekerja di industri kecil sepatu. f. Upah adalah jumlah gaji (rupiah) yang diterima oleh tenaga kerja di industri kecil


(57)

g. Pelatihan adalah pelatihan teknis pembuatan sepatu yang sudah pernah atau belum diikuti oleh tenaga kerja industri kecil sepatu.

h. Produktivitas adalah jumlah nilai tambah produksi sepatu/sandal yang dihasilkan oleh tenaga kerja dalam waktu satu bulan (Rupiah).

i. Spesifikasi keahlian adalah bentuk-bentuk keterampilan khusus yang dipunyai oleh tenaga kerja guna meningkatkan produktivitas kerja di industri kecil sepatu. j. Pengembangan wilayah adalah suatu tindakan pengembangan wilayah atau

membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat dengan indikator peningkatan produktivitas industri kecil.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kota Medan

Kota Medan berada di Pantai Timur Sumatera Utara berbatasan dengan Selat Malaka dengan topografi datar 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan terletak antara 3030’ - 3043’ Lintang Utara, dan 98035’ – 98044’ Bujur Timur. Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang pada bagian Utara, Timur, Barat dan Selatan. Luas areal Kota Medan adalah 265,10 km2 (26.510 hektar) dengan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2007 berkisar antara 23,2ºC - 24,2ºC dan suhu maksimum berkisar antara 30,4ºC - 33,6ºC serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 20,2ºC – 23,6ºC dan suhu maksimum berkisar antara 31,6,1,0ºC – 35,8ºC.

Letak Kota Medan yang strategis menjadikan Kota Medan sebagai pusat perdagangan regional maupun internasional dengan berbagai kegiatan bisnis disamping sebagai pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Tuntutan Kota Medan sebagai pusat perdagangan untuk kawasan Sumatera Utara akan semakin tinggi khususnya menghadapi pasar bebas.


(59)

4.2. Penduduk dan Tenaga Kerja

Penduduk Kota Medan pada tahun 2007 diproyeksikan mencapai 2.083.156 jiwa. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2000, terjadi pertumbuhan penduduk selama tahun 2000 – 2007 sebesar 1,28 % per tahun.

Jumlah rumah tangga sebanyak 470.481 kepala keluarga dan tingkat kepadatan penduduk sebesar 7.858 jiwa per km2. Jumlah penduduk yang paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit adalah di Kecamatan Medan Baru, disusul Medan Polonia dan Medan Maimun.

Pertumbuhan penduduk di masing-masing kecamatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi dan juga dengan adanya perluasan Kota Medan. Ciri penting lainnya dari penduduk Kota Medan adalah kemajemukan agama, adat istiadat, seni budaya dan suku yang sangat heterogen. Oleh karenanya, salah satu ciri utama masyarakat Kota Medan adalah “terbuka”. Pluralisme kependudukan ini juga yang menjadikan sebahagian mereka yang berkunjung ke Kota Medan mendapat kesan ”Miniatur Indonesia di Kota Medan”.

Pada tahun 2006 terdapat 815.710 jiwa angkatan kerja di Kota Medan (berusia di atas 15 tahun). Tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 55,80 menunjukkan angka dalam kategori rendah yang juga menggambarkan kurangnya lapangan kerja. Didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), di tahun 2006,


(60)

jumlah penduduk miskin di Kota Medan mencapai 7,77 persen. Jumlah meningkat dibanding pada tahun 2005 yang mencapai 8,62 persen.

Tabel 4.1. Jumlah Angkatan Kerja Berdasarkan Pendidikan di Kota Medan

No Tingkat Pendidikan Satuan Tahun

2004 2005 2006

1 Tidak/belum pernah sekolah Persen 0,58 0,22 0,21

2 Tidak/belum tamat SD Persen 5,16 3,44 2,05

3 SD Persen 16,72 17,95 17,48

4 SLTP Persen 20,90 20,65 20,15

5 SLTA Umum Persen 36,45 38,06 39,99

6 SLTA Kejuruan Persen 9,93 8,64 7,92

7 DI/DII Persen 0,72 0,79 0,72

8 DIII Persen 2,22 1,80 2,41

9 DIV/S-1 Persen 7,32 8,45 9,06

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kota Medan, 2007

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa jumlah terbesar angkatan kerja yang bekerja di Kota Medan adalah tamatan SLTA umum sebesar 39,99 persen dan SLTA kejuruan sebesar 7,92 persen, yang diikuti kemudian tenaga kerja tamatan SLTP sebesar 20,15 persen, SD sebesar 17,48 persen, dan D3 ke atas sebesar 11,47 persen. Hal yang patut juga dikemukakan adalah adanya kecenderungan penurunan persentase angkatan kerja pada tingkat pendidikan tertentu yakni SLTA kejuruan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin sedikit siswa SLTA kejuruan pada tiga tahun terakhir yang dapat diserap oleh dunia usaha dan industri. Padahal pasar kerja tidak hanya sekedar mempertimbangkan aspek formal pendidikan pencari kerja, tetapi juga kesesuaian skill dan keterampilan nyata yang dimiliki dengan lapangan kerja yang


(61)

Sesuai dengan ciri perekonomian Kota Medan, pada tahun 2006 lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 35,74 persen, diikuti sektor transportasi dan komunikasi sebesar 17,59 persen, dan industri pengolahan serta jasa-jasa masing-masing sebesar 15,05 dan 12,19 persen. Persentase penyerapan tenaga kerja pada ke empat lapangan usaha ini selama tahun 2004 - 2006 rata-rata di atas 80 persen dari total angkatan kerja yang bekerja.

4.3. Kondisi Industri Kecil di Kota Medan

Pertumbuhan industri telah mendorong perkembangan aktivitas perdagangan, baik perdagangan dalam negeri maupun luar negeri. Industri berupaya menyediakan barang-barang sesuai kebutuhan konsumen sekaligus melindungi kepentingan konsumen dengan harga yang layak.

Peningkatan ekspor, khususnya komoditi non-migas, dilakukan dengan cara meningkatkan daya saing serta perluasan pasar ke luar negeri. Untuk mendukung peningkatan daya saing produk, maka pemerintah perlu melakukan penyempurnaan berbagai sarana dan prasarana, dan penyiapan tenaga kerja yang terampil. Dengan kondisi seperti ini, maka diharapkan hasil industri kecil Kota Medan akan semakin diterima di pasar dan pada akhirnya terjadi perkembangan industri.

Perkembangan industri kecil merupakan faktor penting bagi pembangunan pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Karakteristik dan kinerja industri kecil sangat


(62)

efisien, produktif dan memiliki responsibilitas yang tinggi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dalam sektor swasta dan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berorientasi pasar.

Keberadaan industri kecil yang cukup banyak dan hampir di semua sektor ekonomi serta besarnya kontribusi dalam penciptaan kesempatan kerja, membuat eksistensi industri kecil di Kota Medan menjadi sangat penting. Disamping itu industri kecil sebagai subsektor dari sektor industri memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Kota Medan.

Tabel 4.2. Distribusi Persentase PDRB Kota Medan Atas Dasar Harga Berlaku

No Nama Sektor Tahun

2005 2006 2007

1 Pertanian 3,05 2,92 2,85

2 Penggalian 0,01 0,01 0,01

3 Industri Pengolahan 16,58 16,30 16,28

4 Listrik, Gas dan Air Minum 2,14 2,26 1,88

5 Bangunan 8,19 9,82 9,77

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 26,34 25,98 25,44

7 Pengangkutan dan Komunikasi 18,65 18,76 19,02

8 Keuangan, Ansuransi,Usaha Persewaan

Bangunan,Tanah dan Jasa Perusahaan

14,17 13,41 14,13

9 Jasa-jasa 10,87 10,55 10,63

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kota Medan, 2008

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sumbangan sektor industri terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Medan mencapai 16,28 persen pada tahun 2007. Sektor industri menempati urutan ketiga setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran (25,44 persen) dan sektor transportasi dan


(63)

telekomunikasi (19,02 persen) dalam memberikan kontribusinya terhadap pembentukan PDRB Kota Medan (BPS, 2008).

Peran industri kecil Kota Medan dalam penyerapan tenaga kerja juga tidak dapat diabaikan. Penduduk Kota Medan yang bekerja di industri kecil dan rumah tangga cukup besar jumlahnya.

Tabel 4.3. Tingkat Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Kecil dan Rumah Tangga di Kota Medan

Tahun Jumlah Industri Kecil/

Rumah Tangga (Unit)

Serapan Tenaga Kerja (orang)

1998 3.945 6.197

1999 4.259 6.752

2000 4.470 7.417

2001 4.603 7.949

2002 4.742 8.505

2003 5.001 9.282

2004 5.309 9.429

2005 5.498 10.255

2006 5.758 11.467

2007 5.960 12.119

Sumber : Disperindag Kota Medan, 2008

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja oleh subsektor industri kecil dan rumah tangga di Kota Medan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 1998, dengan jumlah industri kecil dan rumah tangga sebesar 3.945 unit, mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 6.197 orang yang tersebar diseluruh Kota Medan. Seiring dengan perkembangan pembangunan Kota Medan, industri kecil juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 5.960 unit dengan serapan tenaga kerja sebanyak 12.119 orang pada tahun 2007. Selama kurun waktu


(64)

sebesar 2.015 unit atau meningkat sebesar 51,08 persen dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahunnya sebesar 5,10 persen.

Sementara itu, untuk jumlah tenaga kerja yang terserap pada industri kecil dan rumah tangga di Kota Medan selama periode 1998 – 2007, juga mengalami peningkatan dari 6.197 orang pada tahun 1998 menjadi 12.119 orang pada tahun 2007 atau meningkat sebesar 5.992 orang (96,69 persen) dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahunnya sebesar 9,67 persen. Dengan demikian, selama tahun 1998 – 2007, perkembangan industri kecil dan rumah tangga di Kota Medan mengalami laju pertumbuhan rata-rata per tahun yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan tenaga kerja yang terserap pada subsektor tersebut.

Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, industri kecil telah memiliki peranan baru yang lebih penting, yakni disamping sebagai penyedia lapangan kerja, juga sebagai salah satu faktor utama pendorong perkembangan dan pertumbuhan ekspor non-migas sekaligus industri pendukung yang membuat komponen-komponen dan bahan baku untuk usaha skala besar lewat jaringan kemitraan dalam bentuk

subcontracting.

Kehadiran industri kecil di Kota Medan menjadi salah satu faktor penting dalam penciptaan pasar baru bagi Indonesia, tidak hanya berorientasi domestik tetapi juga yang berorientasi ekspor. Produk industri kecil Kota Medan yang menjadi barang ekspor dapat menjadi salah satu sumber penting bagi surplus neraca


(1)

Jefri Sinaga : Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan, 2009.


(2)

Jefri Sinaga : Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan, 2009.


(3)

Jefri Sinaga : Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan, 2009.


(4)

Jefri Sinaga : Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan, 2009.


(5)

Jefri Sinaga : Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan, 2009.


(6)

Jefri Sinaga : Perencanaan Pendidikan Kejujuran Pada SMK Seni Dan Kerajinan Berbasis Pengembangan INdustri Kecil Di Kota Medan, 2009.