Tabel 2.7. Pneumonia Severity Index PSI Sambungan
20
Variabel Poin PSI
Tanda Vital Abnormal
Perubahan Status Mental +20
Frekuensi Napas ≥ 30menit +20
Tekanan Darah Sistolik 90 mmHg
+20
Suhu 35 C atau ≥ 40
C
+15
Takikardi, Frekuensi Nadi ≥ 125menit +10
Pemeriksaan Lab Abnormal
Sodium 130mmolL
+20
Blood Urea Nitrogen ≥ 30mgdl +20
GD ≥ 250mgdL +10
Hematokrit 30 +10
Trombosit 100.000 selmm
3
+10
Leukosit 4.000 selmm
3
+10 Pemeriksaan Radiologi Abnormal
Efusi Pleura +10
Parameter Oksigenasi
pH arteri 7,35 +30
pO
2
60 mmHg +10
SaO
2
90 +10
Sumber. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, dkk. Infectious diseases society of americaamerican thoracic society consensus guidelines on the management of community-acquired
pneumonia in adults. CID.2007;44:S54.
2.1.7. Diagnosis
2,3,21
Diagnosis pada kasus pneumonia komunitas, terdapat dua pertanyaan yang seorang dokter harus tanyakan: Apakah ini pneumonia, dan apakah etiologinya?
Kedua pertanyaan ini, dapat dijawab dengan diagnosis klinis dan diagnosis etiologi.
2.1.7.1 Diagnosis Klinis
Dignosis banding pneumonia berkaitan dengan beberapa penyakit, baik yang infeksius maupun non-infeksius, seperti bronchitis akut, bronchitis kronik
eksaserbasi akut, gagal jantung, emboli paru, dan pneumonitis radiasi. Dengan
beberapa data epidemiologi, dapat diketahui pathogen endemik pada perjalanan terakhir pasien, sehingga dapat menspesifikan berbagai kemungkinan.
Meskipun pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan klinis untuk mendiagnosis pneumonia, namun tingkat sensitif dan spesifisitasnya masih di
bawah ideal, yaitu sekitar 58 dan 67. Maka dari itu, pemeriksaan radiologi thoraks menjadi yang tersering untuk membedakan pneumonia dengan kondisi
klinis lain yang serupa. Adapun radiologi yang ditemukan adanya infiltrat. Terkadang, pemeriksaan radiologi dapat juga menjadi diagnosis etiologi untuk
menentukan penyebab infeksi. Contohnya, pneumatocele menunjukkan infeksi S. aureus, dan lesi cavitas lobus atas menunjukkan tuberculosis. Sedangkan untuk
pemeriksaan CT jarang dilakukan, tetapi dapat menunjukkan pneumonia obstruktif yang disebabkan oleh tumor dan benda asing.
2.1.7.2 Diagnosis Etiologi
Dalam mendiagnosis pneumonia tidak hanya cukup berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan fisik. Maka seorang dokter juga harus memeriksa
pemeriksaan lab untuk menentukan etiologi sehingga pengobataan lebih spesifik. Walaupun begitu, tidak ada data statistik yang menunjukkan bahwa pengobatan ke
pathogen spesifik lebih superior dari terapi empiris. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan resistensi antibiotik pada pasien. Berikut beberapa pemeriksaan untuk
diagnosis etiologi.
A. Pewarnaan Gram dan Kultur Sputum
Tujuan utama dilakukan pewarnaan Gram pada sputum adalah untuk memastikan apakah sampel cocok untuk dikultur. Akan tetapi pewarnaan Gram
dapat juga mengidentifikasi beberapa pathogen, seperti S. pneumonia, S. aureus, dan bakteri Gram-negatif sesuai dengan penampakan setiap pathogen. Untuk
membuat kultur yang adekuat, sampel sputum harus memiliki 25 neutrofil dan 10 sel epitel skuamos dalam satu lapang pandang. Adapun tingkat sensitif dan
spesifik dari pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur memiliki tingkat yang tinggi, sehingga menjadi diagnosis penunjang utama. Walaupun begitu, hanya kurang dari
setengah sampel sputum yang dapat memberikan hasil positif kultur.
Namun, pada pasien-pasien usia tua, mereka tidak dapat mengeluarkan sampel sputum. Sehingga ada beberapa pasien yang sudah diberikan terapi
antibiotic, padahal terapi tersebut dapat mengubah hasil kultur. Ketidakmampuan mengeluarkan sputum merupakan konsekuensi dari dehidrasi. Maka ketika
dehidrasi terkoreksi, produksi sputum akan meningkat, namun juga memberikan penampakan yang nyata pada infiltrat di pemeriksaan radiologi thorak.
Pada pasien yang terpasang intubasi atau dirawat di ICU, samel dapat diambil dari bronkoskopi atau non-bronkoskopi yang dimasukkan ke
bronkoalveolar pasien. Sampel tersebut memiliki hasil yang lebih akurat ketika dalam pengiriman ke laboratorium mikrobiologi secepat mungkin. Manfaat yang
paling utama dan terbesar, seorang dokter melakukan pemeriksaan pewarnaan Gram dan kultur sputum adalah untuk tetap berhati-hati terhadap pathogen yang
tidak diduga sebelumnya dan pathogen yang resisten. Sehingga membutuhkan modifikasi dalam terapinya.
B. Kultur Darah
Hasil dari pemeriksaan kultur darah, bahkan yang sampelnya dikumpulkan sebelum terapi antibiotic, sangat rendah. Hanya sekitar 5-14 dari kultur darah
pada pasien di rumah sakit yang positif PK, dan pathogen yang terbanyak adalah S. pneumonia. Karena kultur darah memiliki hasil yang rendah dan tidak ada hasil
yang signifikan, kultur darah tidak dipertimbangkan kembali di rumah sakit pada pasien-pasien PK. Namun, pada pasien yang memiliki risiko tinggi seperti asplenia,
defisiensi komplemen, penyakit liver kronik, dan PK berat, perlu untuk dilakukan kultur darah.
C. Tes Antigen
Tes antigen dapat dilakukan untuk mendeteksi pneumococcus dan Legionella pada urin. Sensitif dan spesifisitas dari tes antigen urin Legionella
memiliki nilai yang tinggi, yaitu 90 dan 99. Tes antigen urin pneumococcus juga memiliki sensitif dan spesifik yang tinggi, yaitu 80 dan 90. Kedua tes dapat
mendeteksi antigen walaupun telah dilakukan terapi antibiotik. Meskipun hasil positif palsu dapat muncul dari sampel koloni pneumococcus anak kecil, namun tes
tersebut dapat dipercaya. Tes antigen yang lain termasuk tes rapid virus influenza dan tes antibodi fluorescen direk virus influenza dan virus sinsitial respiratori,
memiliki sensitif yang rendah.
D. PCR
Tes PCR yang berguna untuk mengamplifikasi DNA atau RNA mikroorganisme, dapat dilakukan pada beberapa pathogen, termasuk
L. pneumophila dan mikobakteria. Terdapat juga PCR multipleks yang dapat
mengidentifikasi asam nukleat Legionella sp., M. pneumonia, dan C. pneumonia. Akan tetapi pengujian PCR ini hanya terbatas pada beberapa penelitian.
E. Serologi
Pada kondisi di antara akut dan fase sembuh, terdapat peningkatan titer antibodi IgM spesifik sebesar empat kali, maka pada kondisi sampel serum tersebut,
dapat dipertimbangkan diagnosis infeksi pathogen. Tes serologi pada zaman dahulu, digunakan untuk mengidentifikasi pathogen atipikal. Namun sekarang,
jarang digunakan, karena membutuhkan waktu dalam mendapatkan hasil akhir untuk sampel fase sembuh.
2.1.8. Prognosis
3
Prognosis PK bergantung pada usia pasien, penyakit komorbid, dan temapt perawatan. Pasien usia muda tanpa penyakit komorbid, tata laksana dapat berjalan
lancer dan biasanya pulih penuh setelah kurang lebih 2 minggu. Pada pasien usia tua dan yang memiliki penyakit komorbid, tata laksana dapat berjalan lebih lama
yaitu beberapa minggu lebih lama dari usia muda tanpa penyakit komorbid untuk kembali pulih penuh. Angka mortalitas rata-rata untuk pasien rawat jalan kurang
dari 1. Untuk pasien rawat inap, angka mortalitas kira-kira 10, dengan 50 kematian langsung diakibatkan pneumonia.
2.1.9. Pencegahan
3,6,10,21
Pencegahan utama pada pneumonia adalah vaksinasi. Rekomendasi dari Advisory Commettee on Immunization Practices, dianjurkan utuk dilakukan juga
vaksin influenza dan pneumococcus. Pada kejadian KLB influenza, pasien yang