Batuk dan Sputum Abnormal

sel atau jaringan nekrosis, muntah yang teraspirasi, atau partikel asing lain. Penampakan kasar dan pemeriksaan fisik lain pada sputum, tergantung pada material yang terdapat pada sputum. Sputum mukoid biasanya jernih dan kental, hanya mengandung sedikit elemen mikroskopis. Sedangkan sputum purulent biasanya berwarna, seperti kuning atau hijau, dan keruh. Ini menandakan adanya sel darah putih dalam jumlah besar, khususnya granulosit neutrofil. Sputum dapat memprediksi etiologi pada penyakit pneumonia berdasarkan warnanya dan konsistensinya. Pada patogen S. pneumonia sputum yang dihasilkan berwarna kuning tua, Pseudomonas, Haemophillus, dan spesies pneumokokkus menghasilkan sputum berwarna hijau, Klebsiella berwarna merah, tebal dan konsistensinya seperti jelly, dan pada infeksi anaerobik sputum yang dihasilkan memiliki baud an rasa yang buruk.

2.1.6.2. Batuk Darah Hemoptisis

10,16 Hemoptisis adalah batuk yang dikeluarkan mengandung darah atau sekret berdarah. Seringkali hemoptisis ini dibuat bingung dengan hematemesis, yaitu muntah darah. Darah yang dibatukkan biasanya merah cerah, memiliki pH basa, dan bercampur dengan busa, sedangkan jika darah yang dimuntahkan biasanya berwarna gelap, memiliki pH asam, dan bercampur zat makanan. Hemoptisis terjadi karena adanya kerusakan pada parenkim paru dengan ruptur pembuluh darah atau inflamasi, cedera, atau kanker dari organ pernapasan. Jumlah dan durasi perdarahan dapat menunjukkan sumber perdarahan. Untuk mendeteksi penyebab hemoptisis dapat menggunakan bronkoskopi dan CT scan. Sedangkan pada pasien yang berat, akan terjadi syok sepsis dan kegagalan organ Berikut alur penilaian dari keparahan penumonia.

2.1.6.3. Sesak Napas Dispneu

3,6,12,13 Ketika mikroorganisme mampu bertahan dari mekanisme pertahanan saluran napas atas, maka makrofag alveolus yang akan menjadi pertahanan selanjutnya. Makrofag alveolus memiliki kemampuan fagositosis untuk mengeliminasi mikroorganisme tanpa merangsang respon inflamasi atau imun yang signifikan. Sehingga tidak merusak jaringan sekitar. Namun, ketika mikroorganisme tersebut berjumlah banyak, maka makrofag alveolus akan mengaktivasi mekanisme pertahanan lain. Mekanisme pertahanan tersebut adalah pelepasan mediator inflamasi kimiawi, infiltrasi sel darah putih, dan aktivasi respon imun. Namun pada beberapa bakteri Pseudomonas, memiliki virulen determinan yang membuatnya sulit untuk dieliminasi. Pada pasien pneumonia komunitas, terdapat 4 rute bakteri dapat masuk ke paru: a. Inhalasi mikroorganisme. b. Aspirasi bakteri dari saluran napas atas. c. Penyebaran dari tempat infeksi lain. d. Penyebaran hematogen. Pada reaksi inflamasi, ruang udara alveolus akan terisi dengan cairan eksudasi kaya protein. Sel-sel inflamasi pada fase akut neutrofil, kemudian makrofag, dan limfosit pada fase kronik akan secara bertahap menginvasi dinding alveolus. Akibat adanya akumulasi eksudasi inflamasi ini pada ruang alveolus, sehingga membuat dinding alveolus menjadi tebal, yang mengakibatkan terjadinya gangguan difusi oksigen dan karbondioksida di alveolus. Gangguan difusi ini menyebabkan terjadinya hipoksemia dan hiperkapnia pada pembuluh darah arteri disertai penurunan pH. Ketika terjadi hipoksemia, maka kemoreseptor yang berada di badan aorta dan badan karotis akan teraktivasi, sehingga merangsang pusat pernapasan di medulla. Di medulla terdapat dua kelompok neuron, yang dikenal sebagai kelompok respiratorik dorsal KRD dan ventral KRV. Pada hipoksemia akan teraktivasi KRV yang mana akan memperkuat ventilasi, sehingga pada pasien pneumonia akan terlihat frekuensi pernapasan meningkat. KRV ini akan merangsang neuron motorik yang menyarafi otot-otot abdomen dan interkosta, sehingga kebutuhan oksigen tercukupi. Keadaan hiperkapnia pun juga merangsang peningkatan ventilasi melalui peningkatan H+ yang dihasilkan oleh karbondioksida. Hal ini bertujuan untuk mengeluarkan kelebihan CO2, jika tidak maka kelebihan CO2 dapat mengakibatkan kematian dan juga asidosis respiratorik. Mekanisme kompensasi lainnya yaitu vasodilatasi jaringan pembuluh darah dan juga peningkatan frekuensi nadi yang akan meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Pada infeksi pneumokokkus, kerusakan juga terjadi pada sel alveolus tipe II dan menempel pada dinding alveolus, sehingga terjadi penyampuran eksudasi, sel darah merah, sel darah putih, dan fibrin. Hal ini yang menyebabkan eksudasi menjadi padat atau yang lebih dikenal konsolidasi. Sehingga memperparah gangguan proses difusi pada kapiler alveolus. Eksudasi pada alveolus juga merupakan tempat yang tepat untuk terjadinya multiplikasi bakteri dan penyebaran infeksi melalui pori Kohn ke jaringan sekitarnya. Tanda klinis sesak napas meliputi penggunaan cuping hidung, otot tambahan pernapasan, dan retraksi ruang intercostal. Pada pneumonia, retraksi jaringan antara tulang rusuk retraksi subcostal dan intercostal lebih sering terjadi daripada retraksi suprakostal. Sesak napas dapat diukur dengan skala penilaian ordinal atau visual analog scales VAS.

2.1.6.4. Nyeri Pleura

17 Nyeri pada gangguan pernapasan biasanya diakibatkan pleura, saluran napas, atau dinding dada. Nyeri pleura merupakan nyeri tersering yang disebabkan oleh penyakit paru. Karaktersitik khasnya biasanya adalah nyeri yang tajam dan menusuk. Infeksi dan inflamasi pada pleura parietal menyebabkan nyeri ketika pleura mengalami peregangan saat inspirasi. Nyerinya biasanya terlokalisir, dan ketika terdapat suara napas yang khas saat nyeri hebat, dinamakan friksi pleura. Aktivitas tertawa dan batuk membuat nyeri pleura makin hebat. Nyeri pleura ini biasanya terdapat pada infeksi paru.

2.1.6.5. Demam

18 Demam adalah suatu pertahanan tubuh berupa peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan. Demam merupakan sebuah respon terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Pada pneumonia, ketika mikroorganisme masuk setelah lolos dari mekanisme pertahanan tubuh saluran napas atas, akan merangsang makrofag alveolus untuk melakukan fagositosis. Pada proses fagositosis ini, akan dikeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen IL-1, TNFα, IL-6, dan INF yang memiliki fungsi melawan infeksi. Kemudian pirogen endogen ini akan merangsang sel-sel epitel hipotalamus untuk mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakidonat. Asam arakidonat yang dikeluarkan akan merangsang pengeluaran prostaglandin PGE2. Prostaglandin inilah yang akan mempengaruhi kerja dari thermostat hipotalamus untuk meningkatkan patokan thermostat. Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh. Setelah suhu baru tercapai maka suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respons terhadap panas dan dingin tetapi dengan patokan yang lebih tinggi. Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokonstriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu naik. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respon terhadap rangsangan pirogenik adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.

2.1.6.6. Mual dan Muntah

19 Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara aktif akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai relaksasi sfingter esofagus bagian bawah dan dilatasi esofagus. Muntah merupakan respon somatik refleks yang terkoordinir secara sempurna oleh karena bermacam-macam rangsangan, melibatkan aktifitas otot pernapasan, otot abdomen dan otot diafragma. Gambar 2.6. Mekanisme Mual dan Muntah 19 Sumber. Despopoulos, Silbernagl. Color Atlas of Physiology. 9 th ed. Elsevier. Philadelphia. 2003.