sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga independensi dalam pengaturan dan pengawasan
perbankan dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu
lembaga yang independen.
78
Meskipun independensi dalam lembaga ini bukanlah independensi yang mutlak, disisi lain pengawasan yang independen dan efektif sangat diperlukan,
baik untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Perlunya pengawasan demikian karena untuk memelihara kepercayaan masyarakat, mengingat kegiatan bank
didasarkan pada kepercayaan masyarakat, namun di lain pihak terjadi suatu kondisi informasi yang tidak simetris antara bank dan nasabah, selain itu kegiatan
perbankan sangat berkaitan dengan atau bahkan merupakan jasa publik. Oleh karena itu, perlu suatu otoritas yang dapat melindungi semua pihak, hal itulah
yang menjadi salah satu dasar legitimasi, pengaturan, dan pengawasan terhadap operasi bank, sekaligus diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap
kepentingan publik.
79
Oleh karena itu, memberikan kewenangan yang besar kepada lembaga pengawas sistem keuangan tanpa diiringi independensi dan peningkatan tata
kelola, sama artinya dengan berjudi dengan masa depan perekonomian. Tanpa independensi dan tata kelola yang baik, krisis yang lebih mahal pasti
terjadi.Pengalaman mengajarkan, tidak ada negara yang kebal terhadap krisis perbankan.Artinya, sistem pengawasan bagaimanapun yang diterapkan, krisis
tetap saja terjadi.
80
78
Wiwin Rahyani, Op.Cit.,hal. 370
79
Drs. Muhamad Djumahana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 139
80
Adrian Sutedi,Op.Cit.,hal. 95
D. Fungsi, Tugas, dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Perbankan
Amanat Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Bank Indonesia menentukan tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen dengan mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank. Dalam penjelasannya dikemukakan
bahwa lembaga tersebut berfungsi antara lain melakukan pengawasan terhadap bank…. dan seterusnya. Amanat Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Bank
Indonesia menekankan kepada lembaga tersebut untuk bertindak sebagai lembaga pengawas supervisory board, yang dapat mengeluarkan ketentuan yang
berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank secara berkoordinasi dengan BI.
Namun ternyata setelah diundangkannya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menentukan lain, yakni memberikan kewenangan luas kepada Otoritas
Jasa Keuangan untuk membuat pengaturan dan pengawasan bahkan kewenangannya dapat bertindak sebagai penyidik layaknya seperti KPK. Sebagai
contoh dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ditegaskan OJK berwenang melaksanakan pengaturan dan pengawasan, padahal
diketahui sebelumnya seperti yang telah ditentukan dalam amanat Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Bank Indonesia, wewenangnya adalah mengeluarkan
ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank, namun fakta yuridisnya menentukan kewenangan OJK meliputi mengatur, mengawasi,
memeriksa, dan bahkan sebagai penyidik. Oleh sebab itu, ketentuan-ketentuan dalam UU OJK tampak menjadikan OJK sebagai lembaga super body lembaga
super bukan supervisory board lembaga pengawas.
Dalam fungsinya Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi dengan seluruh kegiatan yang
bergerak dalam bidang jasa keuangan.Dimana Otoritas Jasa Keuangan mengemban sebagian tugas dari Bank Indonesia, yaitu kewenangan pengawasan
bank dalam lingkup mikroprudensial. Pengawasan sektor keuangan dilaksanakan untuk memastikan pelaksanaan
regulasi terkait sektor tersebut. Secara umum, fungsi pengawasan sektor keuangan dibagi menjadi tiga yaitu:
81
1. Macroprudential Supervision; bertujuan membatasi krisis keuangan yang
dapat menghancurkan ekonomi secara riil berfokus pada konsekuensi atas tindakan institusi sistematis terhadap pasar keuangan, antara lain dengan
cara menginformasikan kepada otoritas publik dan industri keuangan apabila terdapat potensi ketidakseimbangan di sejumlah institusi keuangan
serta melakukan penilaian mengenai potensi dampak kegagalan institusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan suatu Negara.
2. Microprudential Supervision; bertujuan untuk menjaga tingkat kesehatan
lembaga keuangan secara individu. Regulator menetapkan peraturan yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian dan melakukan pengawasan melalui
dua pendekatan yaitu : i analisis laporan bank off-site analysis dan pemeriksaan setempat on-site visit untuk menilai kinerja dan profil risiko
serta kepatuhan lembaga keuangan terhadap peraturan yang berlaku
3. Conduct of Business Supervision; menekankan pada keselamatan konsumen
sebagai klien atas kecurangan dan ketidakadilan yang mungkin terjadi Apa tujuan dari pengawasan sektor perbankan? Sektor perbankan perlu
diawasi karena beberapa faktor yaitu: 1 bank menghimpun dana dari masyarakat dengan dasar kepercayaan; 2 bank merupakan bagian penting dalam kerangka
sistem pembayaran dan efektifitas transmisi kebijakan moneter; 3 sektor perbankan menyumbang peran besar dalam pembangunan ekonomi; 4 bank
rentan terhadap berbagai macam risiko. Pengawasan efektif yang meliputi deteksi risiko dan permasalahan bank dan pengambilan tindakan yang tepat diperlukan
81
Tim Kerjasama Penelitian FEB – UGM Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Gajah Mada dan FE – UI Fakultas Ekonomi – Universitas Indonesia, Alternatif Struktur
OJKOtoritas Jasa Keuangan yang Optimum: Kajian Akademik, 23 Agustus 2010, hal. 14
oleh sektor perbankan.Tujuan dari pengawasan adalah membangun sistem perbankan yang sehat dengan memelihara kepentingan masyarakat, bermanfaat
bagi perekonomian khususnya pengendalian moneter, dan mampu mengembangkan usaha bank secara wajar.
82
Pasal 6
83
a. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap: b.
kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan c.
kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Pasal 7 Untuk melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor Perbankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a, OJK mempunyai wewenang: a
pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi: 1
perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia,
merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
2 kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk
hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa; b
pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: 1
likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap
simpanan, dan pencadangan bank; 2
laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; 3
sistem informasi debitur; 4
pengujian kredit credit testing; dan 5
standar akuntansi bank; c
pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi: 1
manajemen risiko; 2
tata kelola bank; 3
prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan 4
pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan d
pemeriksaan bank. Pasal 8
82
Tim Kerjasama Penelitian FEB – UGM Op.Cit., hal. 26
83
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
a menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
b menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
c menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
d menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
e menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
f menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu; g
menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
h menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,
memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan i
menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Pasal 9 a
Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:
b menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan; c
mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
d melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen,
dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, danatau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
e memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan danatau
pihak tertentu; f
melakukan penunjukan pengelola statuter; g
menetapkan penggunaan pengelola statuter; h
menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan i
memberikan danatau mencabut: 1.
izin usaha; 2.
izin orang perseorangan; 3.
efektifnya pernyataan pendaftaran; 4.
surat tanda terdaftar; 5.
persetujuan melakukan kegiatan usaha; 6.
pengesahan; 7.
persetujuan atau penetapan pembubaran; dan 8.
penetapan lain,
Sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya
berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
84
1. asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;
3. asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;
4. asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan;
5. asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
6. asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan
7. asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
84
Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Penjelasan Umum
62
BAB IV PERLINDUNGAN NASABAH BANK SETELAH ADANYA OTORITAS
JASA KEUANGAN DALAM PERBANKAN
A. Peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam Perlindungan Nasabah Bank
Pembentukan OJK tidak terlepas dari situasi krisis moneter yang terjadi padatahun 1997-1998 yang menimpa wilayah Asia.Pada Juli 1997 Indonesia
terkenadampaknya karena struktur ekonomi nasional Indonesia yang masih lemah untukmenghadapi krisis global tersebut.
85
Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan
pengawasan Bank Indonesia terhadap bank-bank.Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta
kerangka system keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan
penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan.
86
Berdasarkan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, Lembaga ini didirikan dengan alasan telah terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan
dan pesatnya kemajuan di bidang teknologiinformasi serta inovasi finansial menciptakan sistem keuanganmenjadi kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-
subsektorkeuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di sampingitu, adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungankepemilikan di berbagai
subsektor keuangan konglomerasi telahmenambah kompleksitas transaksi dan
85
Jusuf Anwar ,Penegakan Hukum dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Bandung: P.T Alumni, 2008, hal. 69
86
Adrian Sutedi,Op.Cit.,hal. 37
interaksi antarlembaga jasakeuangan di dalam sistem keuangan.Selain itu, banyaknyapermasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang
meliputitindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasakeuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
87
Sebagaimana diketahui bahwa sebelum lahirnya Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, model pengaturan dan pengawasan jasa keuangan terdapat
diberbagai instansi seperti pengawasan perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia, sedangkan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan dilakukan
oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK Kementerian Keuangan.
88
1. Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk denganUndang-Undang. Pembentukan Undang-Undang OJK ini dimaksudkan untukmemisahkan
fungsi pengawasan perbankan dari bank sentral ke sebuahbadan atau lembaga yang independen di luar bank sentral. Dasar hukumpemisahan fungsi pengawasan
tesebut yaitu Pasal 34 Undang-UndangBank Indonesia yang menyatakan:
2. Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1,
akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2012 Bicara mengenai perlindungan yang diberikan oleh OJK, maka
sebelumnya harus dijabarkan perlindungan terhadap apa saja? 1.
Ketidak terbukaan PUJK, atas produk, fitur, informasi dan syarat ketentuan yang dapat merugikan konsumen
2. Tindakan sepihak PUJK yang bisa merugikan nasabah
87
Zulkarnain Sitompul, Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3, 2012.
88
Abu Samman Lubis, Op.Cit.,hal. 51