Dengan berbagai permasalahan yang ada, pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan suatu tantangan yang tidak nudah, dimana permasalahan
tersebut perlu diindentifikasi terlebih dahulu yang kemudian dikaji kelebihan dan kekurangannya, serta menelaah praktik-praktik dalam membentuk suatu lembaga
pengaturan dan pengawasan jasa keuangan. Maka sebagai lembaga yang memiliki kewenangan yang luas perlu adanya prinsip-prinsip, antara lain Independensi,
transparansi, Intergrasi.
C. Independensi Otoritas Jasa Keuangan
Makna independen tidak sama dengan pengertian netral. Independen bukan berarti netral, demikian pula netral bukanlah sifat dari independen. Kedua
kata ini sesungguhnya berbeda satu sama lainnya namun di samping itu terdapat persamaannya yakni dalam hal arti sama-sama menyatakan sifat. Sifat
independensi harus berpihak kepada kepentingan rakyat. Sedangkan sifat netral tidak memihak sama sekali. Mengapa independensi harus berpihak kepada
kepentingan rakyat? Pertanyaan ini akan mengarahkan pemikiran terhadap teori konstitusi dan teori negara hukum versi negara kesejahteraan walfare state yang
digunakan pada umumnya di negara-negara yang sedang berkembang, khususnya negara yang menganut sistem demokrasi.
68
Lembaga independen adalah lembaga yang bersifat mandiri, bebas dari kekuasaan lainnya dan tidak memiliki hubungan organik ataupun hubungan secara
hirarki dengan lembaga negarainstansi pemerintah lainnya. Suatu lembaga atau badan dikatakan independen jika memenuhi kriteria diantaranya kewenangan
yang dimiliki bukan merupakan derivasi dari kekuasaan lain atau dapat dikatakan
68
Bisdan Sigalingging, Op.Cit.,hal. 38
kewenangan bersifat atributif. Selain itu bukan merupakan bawahan dari suatu lembaga lain yang lebih tinggi.
69
Lembaga pengawasan tersebut bersifat independen dalam menjalankan tugas dan kedudukannya berada di luar pemerintah sehingga tidak dimungkinkan
adanya campur tangan.Meskipun demikian lembaga ini mempunyai kewajiban menyampaikan laporan ke BPK Badan Pemeriksa Keuangan dan DPR Dewan
Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya mengawasi bank lembaga pengawasan jasa keuangan melakukan koordinasi dan kerja sama dengan BI
sebagai bank sentral.
70
Untuk menentukan independensi suatu lembaga pengawas, dapat digunakan empat dimensi yang dapat menjadi alat ukur independensi, yaitu
regulasi, supervisi, institusi, dan anggaran.Independensi regulasi dan supervisi merupakan independesi inti.Independensi institusi dan anggaran dibutuhkan untuk
mendukung pelaksanaan fungsi regulasi dan supervisi terebut.
71
1. Independensi secara regulasi dimaksudkan sebagai kemampuan dari
lembaga pengawas memperoleh suatu tingkatan otonomi dalam menetapkan peraturan teknis yang mengatur industri yang diawasinya sesuai dengan
undang-undang yang berlaku. Dalam kaitan ini, undang-undang yang mengatur indsutri keuangan sebaiknya hanya mengatur hal-hal prinsip
sehingga lembaga pengawas dapat leluasa menerbitkan dan mengamandemen regulasi teknis tanpa perlu melibatkan atau melalui proses
politiklegalisas.
2. Independensi secara supervisi yakni independensi dalam pengawasan,
dengan demikian dalam independensi ini sesuai dengan isi dari pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, bahwa OJK bebas menentukan cara dan pelaksanaan dari instrument kebijakan yang ditetapkan yang dianggap penting untuk
mencapai tujuan. Apabila dalam menjalankan fungsinya ini terjadi campur tangan dari pemerintah, hal ini menjadikan OJK tidak independen secara
institusional dalam tugas pengawasan perbankan.
3. Independensi secara institusi, dalam hal ini bisa diartikan bahwa lembaga
tersebut secara garis besar terpisah dengan pemerintah ataupun parlemen. Sehingga dalam menjalankan kegiatan operasional, lembaga ini bisa bebas
dari intervensi pihak diluar.
69
Lembaga Hukum Harus Bebas Dari Intervensi Politik http:www.nttonlinenow.comindex.phpberita-nttdaratan-timor3403-lembagahukum-harus-
bebas-dari-intervensi-politik, diakses tgl 5 Desember 2014
70
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009, hal. 32.
71
Adrian Sutedi, Op.Cit.,hal. 79
4. Independensi secara anggaran, dalam hal ini lembaga harus memiliki
anggaran tesendiri yang tidak bersumber dari lembaga lain.Tentu saja, apabila dana tersebut bersumber dari lembaga lain maka lembaga tersebut
tidak bisa dikatakan sebagai lembaga yang independen.
Di dalam Penjelasan Umum antara lain dikemukakan bahwa independensi Otoritas Jasa Keuangan diwujudkan dalam 2 hal, yaitu: secara kelembagaan
Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di sistem pemerintah RI dan Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan memiliki kepastian atas jabatannya. Berdasarkan
penjelasan tersebut, independensi OJK tampaknya sulit untuk diwujudkan karena:
72
1. Proses pengisian anggota Dewan Komisioner sebagaimana diatur dalam
Pasal 10 UU OJK menentukan bahwa 2 dari 9 anggota diisi secara ex officio
73
2. Pada instansi asalnya tidak ada kesetaraan dalam proses rekrutmen, karena
ada yang perlu mendapat konfirmasi DPR, ada yang diusulkan melalui Mentri Keuangan kepada Presiden dan ada yang langsung kepada Presiden
Pasal 11 dan Pasal 13. , yaitu 1 dari Bank Indonesia, 1 dari Kementrian Keuangan. Karena
ex officio maka masalah jabatan Dewan Komisioner tersebut tergantung kepada masa jabatan pada instansi asalnya;
OJK berada di luar Pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah.Dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sektor perbankan tidak perlu memasukkan unsur Ex Officio OJK dari Kemenkeu karena
bertentangan dengan hakikat independen yang sesungguhnya. Pencapaian tujuan lembaga publik mutlak diperlukan independen, tetapi norma pengaturan
independensi tidak menjadi ukuran keberhasilan dalam mencapai tujuan jika
72
Nova Asmirawati, Catatan Singkat Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9 No.3,
2012 hal. 139
73
Ex-officio adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan kewenangannya pada lembaga lain.
independensi digerakkan oleh unsur politis apalagi model pengaturan independensi OJK menyertakan unsur Ex Officio OJK dari Kemenkeu..
74
a. meninggal dunia;
Selanjutnya, pengaturan tentang masa kerja Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam mengukur
independensi. Pasal 17 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa
jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut:
b. mengundurkan diri;
c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali;
d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau
diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 enam bulan berturut-turut;
e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3
tiga bulan berturut-turut tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; f.
tidak lagi menjadi anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 4 huruf h; g.
tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota Ex-officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 4 huruf i; h.
memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua danatau semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan
diri dari jabatannya; i.
melanggar kode etik. Meskipun ada unsur pemerintah didalam keanggotaan Dewan Komisioner.
Namun berdasarkan isi peraturan diatas, Independensi dalam masa jabatan Dewan Komisioiner cukup nyata, karena penghentian anggota Dewan Komisioner dapat
terhindar dari alasan politik. Kemudian yang menjadi permasalahan adalah mengenai pembiayaan,
bagaimana suatu lembaga yang baru berdiri dengan kewenangan yang demikian besar tidak memiliki sumber anggaran dana dalam melakukan kegiatan
74
Bisdan Sigalingging, Op.Cit., hal. 60
operasional. Dengan demikian terkait dengan hal tersebut ditentukan dalam Pasal 37 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa:
a. OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di
sektor jasa keuangan. b.
Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK sebagaimana dimaksud pada ayat 1.
c. Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah penerimaan OJK.
d. OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan pungutan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 secara akuntabel dan mandiri. e.
Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas
Negara. f.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud. Salah satu permasalahan yang berpotensi untuk muncul apabila Otoritas
Jasa Keuangan mengenakan pungutan adalah adanya pandangan bahwa pungutan tersebut akan berpotensi menimbulkan moral hazard kecenderungan timbulnya
kesalahan danatau kecuranganantara Otoritas Jasa Keuangan selaku pengawas dengan para pelaku sektor jasa keuangan, dalam hal ini perbankan misalnya,
selaku objek yang diawasi, sehingga sangat dikhawatirkan nantinya pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan akan berupa pengawasan yang
“tebang pilih” dan tidak Independen.
75
Pungutan ataupun iuran akan mengurangi independensi OJK sehingga akan lebih baik apabila pendanaan OJK berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara APBN. Tetapi demi perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran dapat saja dilakukan oleh OJK, namun untuk 5 tahun
pertama, tentu saja pembiayaan berasal dari dana APBN. Selain itu, pungutan atau iuran juga dapat dilakukan jika pembiayaan terhadap OJK terlalu membebani
APBN. Namun pada sisi lain, apabila OJK ini memiliki program yang baik untuk
75
Rio Fafen Ciptaswara,Outlook Pengawasan Perbankan Pasca Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Vol. 11, No. 1, 2013, hal. 22
pengembangan jasa keuangan di Indonesia, pungutan atau iuran ini nantinya tidak akan ditolak oleh industri jasa keuangan apabila sudah merasakan manfaat dari
lembaga pengawas dan pengaturan jasa keuangan ini.
76
Dengan demikian tidak bisa dipungkiri bahwa dari manapun anggaran itu berasal tetap muncul potensi
adanya intervensi dari pihak lain. Untuk itu, akuntabilitas merupakan hal penting bagi Otoritas Jasa Keuangan.Akuntabilitas diperlukan Otoritas Jasa Keuangan
untuk meletigimasi tindakan atas dasar kewenangan yang diberikan.Integritas direfleksikan dalam mekanisme yang mensyaratkan karyawan lembaga dalam
mencapai tujuan organisasi tanpa menjadi takut terhadap inrevensi.
77
Independensi OJK tidak diserahkan kepada lembaga ini secara mutlak.Ketika misalnya sistem itu berurusan dengan penyehatan perbankan
seperti persoalan ekonomi makro sebagaimana ditentukan dalam Pasal 39 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Kaitannya dengan Pasal 2 ayat 2
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ketika misalnya bank berdampak sistemik, maka dapat dicegah dan ditangani melalui Forum Koordinasi Stabilitas
Sistem Keuangan FKSSK, sebab kondisi ini dikategorikan tidak normal Kemudian terkait dengan indepenensi yang terdapat dalam Pasal 2 ayat 2
Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang menyatakan OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari
campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang Undang ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa independensi
dari Otoritas Jasa Keuangan bukanlah independensi secara murni.
76
Wiwin Rahyani, Independensi Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perspektif Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, Jurnal Legisasi Indonesia Vol. 9
No. 3, 2013 hal. 369
77
Adrian Sutedi., Op.Cit.,hal. 83
sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Sehingga independensi dalam pengaturan dan pengawasan
perbankan dilakukan pendekatan melalui koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan pengaturan dan melakukan pengawasan yang melekat pada suatu
lembaga yang independen.
78
Meskipun independensi dalam lembaga ini bukanlah independensi yang mutlak, disisi lain pengawasan yang independen dan efektif sangat diperlukan,
baik untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. Perlunya pengawasan demikian karena untuk memelihara kepercayaan masyarakat, mengingat kegiatan bank
didasarkan pada kepercayaan masyarakat, namun di lain pihak terjadi suatu kondisi informasi yang tidak simetris antara bank dan nasabah, selain itu kegiatan
perbankan sangat berkaitan dengan atau bahkan merupakan jasa publik. Oleh karena itu, perlu suatu otoritas yang dapat melindungi semua pihak, hal itulah
yang menjadi salah satu dasar legitimasi, pengaturan, dan pengawasan terhadap operasi bank, sekaligus diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap
kepentingan publik.
79
Oleh karena itu, memberikan kewenangan yang besar kepada lembaga pengawas sistem keuangan tanpa diiringi independensi dan peningkatan tata
kelola, sama artinya dengan berjudi dengan masa depan perekonomian. Tanpa independensi dan tata kelola yang baik, krisis yang lebih mahal pasti
terjadi.Pengalaman mengajarkan, tidak ada negara yang kebal terhadap krisis perbankan.Artinya, sistem pengawasan bagaimanapun yang diterapkan, krisis
tetap saja terjadi.
80
78
Wiwin Rahyani, Op.Cit.,hal. 370
79
Drs. Muhamad Djumahana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 139
80
Adrian Sutedi,Op.Cit.,hal. 95
D. Fungsi, Tugas, dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam Perbankan