Pertukaran Dan Kekuasaan Dalam Kehidupan Sosial

ini menguatkan suatu realitas bahwa tidak ada yang dapat melakukan perubahan. Konteks sinisme merupakan sebuah konteks pesimistis yang ditandai dengan frustasi dan ketidaksetujuan. Tidak ada yang dapat merubah sampai saatnya berubah dengan sendirinya. Dalam konteks ini, tercakup juga tindakan serangan terhadap orang lain, serta menggambarkan orang yang melakukan perubahan sebagai tidak mampu dan malas, tidak jujur, mementingkan kepentingan diri sendiri, dan tidak dapat dipercaya. Tiga konteks percakapan tersebut menunjukkan resistensi terhadap perubahan sebagai suatu kumpulan percakapan mengenai subtansi, makna dan penyebab kesuksesan dan keberhasilan masa lalu, daripada sebagai sebuah respon terhadap kondisi aktual dan situasi yang melingkupi usulan perubahan itu sendiri. Resistensi terhadap perubahan tidak hanya berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini, tetapi juga mencakup apa yang telah terjadi dan pemaknaan akan kemungkinan di masa depan.

2.3 Pertukaran Dan Kekuasaan Dalam Kehidupan Sosial

Peter M Blau memandang bahwa tidak semua perilaku manusia dibimbing oleh pertimbangan pertukaran soial, tetapi dia berpendapat kebanyakan memang demikian. Dia mengetengahkan dua persyaratan yang harus dipenuhi bagi perilaku yang menjurus pada pertukaran sosial : 1 perilaku tersebut “harus berorientasi pada tujuan-tujuan yang hanya dapat dicapai melalui interaksi dengan orang lain”, dan 2 perilaku “harus bertujuan untuk memperoleh sarana bagi pencapaiaan tujuan-tujuan tersebut” Blau, 1964:5. Tujuan yang diinginkan itu dapat berupa ganjaran ekstrinsik seperti uang, barang-barang, atau jasa-jasa atau interistik status, dan kehormatan. Universitas Sumatera Utara Prilaku manusia, yang dibimbing oleh proinsip-prinsip pertukaran soial, mendasari pembentukan struktur serta lembaga-lembaga sosial. Blau juga mengakui bahwa tidak semua transaksi soaial bersifat simetris dan berdasarkan pertukaran soaial seimbang. Hal ini dapat terlihat, bahwa hubungan- hubungan antar pribadi dapat bersifat timbal balik atau sepihak. Dalam hal terjadi hubungan yang bersifat simetris dimana semua anggota menerima ganjaran yang sesuai dengan apa yang diberikannya, maka kit adapt menyebut hal demikian sebgai hubungan pertukaran. Didalam hubungannya dengan masalah stratifikasi, kita dapat bebicara tetang pertukaran sejauh hubungan-hubungan itu menguntungkan bagi para anggota yang berkedudukan tinggi dan rendah. Suatu hubungan kekuasaan yang bersifat memaksa merupakan hubungan terdapat pertukaran tidak seimbang yang di pertahankan melalui sangsi-sangsi negatif. Diferensiasi Kekuasaan Blau 1964: 117 member batasan kekuasaan sesuai dengan pengertian Weberian, yaitu”kemampuan orang atau kelompokmemaksakan kehendaknya pada pihak lain, walaupun terdapat penolakan melalui perlawanan, baik dalam bentuk pengurangan pemberian ganjaran secara teratur maupun dalam bentuk penghukuman, sejauh kedua hal itu ada, dengan memperlakukan sangsi negatif’. Dengan demikian kekuasaan hanya dapay dilihat sebagi pengendalian melalui sangsi-sangsi negative, dimana kekerasan fisik atau ancamannya merupakan bagian dari kekuasaan. Universitas Sumatera Utara Untuk menjelaskan hubungan-hubungan ketergantungan kekuasaan power dependence, Blau 1964:118mengutip skema Richard Emerson, sebagai dasar untuk menganalisa ketimpangan kekuasaan yang terdapat didalam dan di antara kelompok- kelompok. Individu yang membutuhkan pelayanan orang lain harus memberikan alternative berikut ini: 1. Mereka dapat member pelayanan yang sangat ia butuhkan sehingga cukup untuk membuat orang tersebut memberikan jasanya sebagai imbalan, walau hanya apabila mereka memiliki sumber daya yang dibutuhkan untuk itu; hal ini akan menjurs pada pertukaran timbal balik. 2. Mereka dapat memperoleh pelayanan yang dibutuhkan itu di mana-mana dengan asumsi bahwa ada penyedia alternative, yang menjurus pada pertukaran timbal balik, sekalipun dalam bentuk hubungan yang berbeda. 3. Mereka dapat memaksa seseorang menyediakan pelayanan dengan asumsi orang tersebut mampu melakukannya. Bilamana pemaksaan yang demikan terjadi, maka mereka mampu memperoleh pelayanan tersebut menciptakan dominasi terhadap penyedia supplier. 4. Mereka dapat belajar menari diri tanpa mengharap pelayanan atau menentukan beberapa pengganti pelayanan serupa itu. Ke empat alternatif itu menunjukkan kondisi-kondisi ketergantungan sosial dari mereka yang membutuhkan pelayanan tertentu. Bilamana orang-orang yang menginginkan pelayanan itu tidak mampu memenuhi salah satu dari alternatif Universitas Sumatera Utara tersebut yang oleh karena itu menunjukan kebebasan penyedia maka mereka tidak mempunyai pilihan kecuali menuruti kehendak dari penyedia “sebab keterlangsungan persediaan pelayanan yang dibutuhkan tersebut hanya dapat diperoleh sesuai dengan kepatuhan mereka” Blau, 1964: 118. Ketergantungan ini menempatkan penyedia pada posisi kekuasaan. Agar dapat mempertahankan posisinya penyedia ini harus tetap bersikap wajar terhadap keuntungan yang diperoleh atas pertukaran pelayanan itu dan harus merintangi penyedia lain dalam kegiatan pelayanan yang sama M.Poloma:85. Gambaran Blau tentang orang mungkin lebih dekat dengan Parson atau Merton daripada dengan Homans. Walaupun Blau melihat motif-motif ekonomis dalam pengertian keuntungan atau laba secara tradisional. Homans secara tak langsung menyatakan bahwa semua tindakan rasional perdefinisi adalah “ekonomis” dan model ekonomi sesuai bagi semua perilaku. Sebagai mana dengan Parson dan Merton, Blau percaya bahwa setiap orang mencapai tujuan secara rasional tetapi tujuan-tujuan itu dirintangi oleh berbagi kendala dalam struktur sosial. Sebagaimana yang kita lihat, kekuasaan adalah suatu fenomena yang harus mendapat pertimbangan khusus dan tidak dapat diredusir ke dalam model pertukaran yang murni. Orang bebas memilih tujuan-tujuan mereka, tetapi hanya diantara alternative-alternatif yang telah ditentukan secara structural M.Poloma : 99. Universitas Sumatera Utara Adapun Kajian yang dapat mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakuakn oleh Trica Vidi Prasetyo2010 dalam jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 2, Nomor 1, Juli 2010 yang berjudul SKENARIO PENGEMBANGAN TERMINAL DAN PASAR GONDANGLEGI. Dalam jurnalnya mengatakan Kecamatan Gondanglegi memiliki prasarana transportasi berupa terminal penumpang tipe C serta fasilitas perdagangan dan jasa berupa pasar tradisional . Keberadaan terminal dan pasar yang berdekatan seharusnya dapat saling menguntungkan, tetapi dalam perkembangannya peningkatan fungsi dan aktivitas dari masing-masing fasilitas tersebut tidak disertai dengan daya tampung yang memadai. Kondisi demikian mengakibatkan adanya rencana pemindahan terminal, dan lokasi yang akan dijadikan pilihan adalah satu diantara tiga lokasi yang terdapat di Kecamatan Gondanglegi. Keberadaan terminal penumpang di Kecamatan Gondanglegi merupakan jenis pelayanan terminal tipe C, dimana sebagian besar angkutan penumpang yang beredar, beroperasi melayani pengangkutan antar desa dalam lingkup kecamatan maupun luar kecamatan. Terminal penumpang di Kecamatan Gondanglegi secara tidak langsung membantu bergeraknya roda perekonomian di wilayah Malang Selatan dengan pusat wilayah pengembangannya di Kecamatan Gondanglegi dengan subpusatnya adalah Kecamatan Gedangan, Kecamatan Pagelaran, dan Kecamatan Bantur1. Peran dari keberadaan terminal bagi keberlangsungan perekonomian wilayah pengembangan Kecamatan Gondanglegi adalah adanya penyaluran distribusi hasil pertanian maupun industri dari desa-desa yang tersebar di seluruh kecamatan tersebut. Secara lokasi, terminal penumpang di Kecamatan Gondanglegi bersebelahan dengan Pasar Gondanglegi yang memiliki lingkup pelayanannya mencapai hampir Universitas Sumatera Utara seluruh satu wilayah kecamatan dan sebagian kecamatan lainnya. Dengan lokasi yang bersebelahan dengan pasar maka hal ini menguntungkan berbagai pihak, pertama dari segi perdagangan pasar, yaitu menguntungkan para pedagangpenjual dan para pembelikonsumen, karena proses berdagangjual-beli lebih cepat karena dimudahkan dengan adanya angkutan yang telah tersedia setelah mereka melakukan proses transaksi berdagan, sedangkan keuntungan lokasi terminal bersebelahan dengan pasar yaitu dari segi perangkutan, mereka dengan mudah memperoleh banyak keuntungan finansial karena banyak penumpang yang manggunakan jasa angkutan mereka. Keadaan ini telah berlangsung cukup lama, dan seiring perkembangan waktu dimana bertambahnya jumlah penduduk dan bertambah pula tingkat kebutuhan maka semakin banyak orang yang melakukan pergerakan dengan menggunakan jasa angkutan, hal ini yang mengakibatkan keterbatasan kapasitas terminal Kecamatan Gondanglegi, sehingga mengakibatkan munculnya dampak yang kurang baik bagi keberadaan pasar maupun terminal. Dengan keadaan yang seperti dijelaskan di atas maka pemerintah Kabupaten Malang dalam Peraturan Daerah Nomor 24 tahun 1 993 tentang RUTRKRDTRK IKK Gondanglegi, dalam dokumen rencana akan mela kukan upaya relokasipemindahan Terminal Gondanglegi terminal penumpang tipe C tersebut ke tempat yang lain. Penelitian lain yang dilakukan oleh OA Sulaeman, D Widiyanto - Jurnal Bumi Indonesia, 2012 - lib.geo.ugm.ac.id yang berjudul KAJIAN PEMANFAATAN TERMINAL INDIHIANG TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH KOTA TASIKMALAYA. Dalam jurnalnya menjelaskan strategi dan kebijakan pengembangan wilayah di Kota Tasikmalaya dengan upaya menempatakan Universitas Sumatera Utara prasarana transportasi terminal ini pada kenyataannya sulit untuk diterapkan dengan baik di lapangan. Perkembangan wilayah di sekitar Terminal Indihiang cenderung tidak terlalu pesat.Hal ini dapat diamati dari perkembangan fisik wilayah sekitar Terminal Indihiang cenderung lambat.Fungsi yang dijalankan oleh keberadaan Terminal Indihiang sebagai pelayanan publik serta sumber pendapatan daerah belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat diindikasikan dari kebanyakan angkutan umum tidak masuk ke dalam terminal untuk menurunkan maupun menaikan penumpang, tetapi dilakukan di pinggir-pinggir jalan utama atau persimpangan jalan masuk ke terminal. Fenomena ini berdampak pada minimnya sumber pendapatan dari kendaraan umum yang masuk terminal retribusi. Belum optimalnya dari fungsi pemanfaatan Terminal Indihiang sebagai fasilitas pelayanan publik yaitu tempat untuk menurunkan maupun menaikkan penumpang membuat perkembangan aktifitas dan kegiatan yang ada di sekitar terminal kurang berjalan dengan baik, bangunan ruko serta gerai dagangan yang menjual berbagai produk khas Tasikmalaya dan lainnya sepi pembeli bahkan ada beberapa juga yang sudah tutup. Hal tersebut apabila terus dibiarkan begitu saja, selain menjadi permasalahan di dalam kondisi terminal itu sendiri juga akan berdampak pada pengembangan wilayah Kota Tasikmalaya. Bila melirik dari masalah penolakan supir terhadap relokasi terminal dengan menggunakan sudut pandang teori pertukaran, terlihat relevan dengan keadaan yang ada. Hal ini dapat terlihat dari setiap elemen yang menjalankan fungsi sosialnya seperti pemerintah kota khususnya dinas perhubungan kota pematang siantar sebagai pemangku kekuasaan menberikan suatu kebijakan untuk merelokasi terminal suka Universitas Sumatera Utara dame. Pemerintah mengaanggap relokasi terminal di kota itu penting, guna membenahi infrastruktur kota untuk mencapai visi Kota Pematang siantar yaitu “Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Yang Maju, Indah, Nyaman dan Beradap”. Artinya Kota Pematang Siantar diharapkan dimasa mendatang semakin memiliki peranan penting dalam perdagangan dan jasa.Untuk itu di perukan penataan dan rekontruksi pembangunan yang berwawasan lingkungan. Namun kebijakan pemerinmtah tersebut tidak mendapat respon yang baik dari supir angkutan kota sebagai efek dari pertukaran yang tidak seimbang antara pemerintah dan supir angkutan, yang merupakan elemen penting dari berjalannya transportasi kota. Para supir angkutan kota menilai kebijakan pemerintah tersebut timpang kepada mereka sehingga mempengaruhi aspek ekonomi para supir angkutan umum. Hal ini dikeluhkan para supir angkutan yang sulit untuk mencari penumpang dan letak terminal sarantama yang dianggap jauh oleh para supir sehingga hiungga kini terminal sarantama tidak optimal beroprasi. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN