FILOSOFI BUBUR MERAH PUTIH
FILOSOFI BUBUR MERAH PUTIH
Orang Madura lazim mengadakan selamatan yang berbeda
Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 151 Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 151
Seorang informan penulis mengatakan, “Orang Madura memang suka mengubah-ngubah,” 1 saat ditanya asal mula tajin mera ini. Penamaan setiap bulan oleh orang Madura berbeda, dan disesuaikan pula bentuk tradisi atau perayaan masing-masing. Bubur merah putih (tacin mera pote) adalah makan tradisional yang diolah secara tradisional, dengan bahan-bahan yang ada di sekitar kehidupan masyarakat madura. Bubur tersebut terbuat dari olahan santan dan tepung beras, yang di olah agak lama, sampai lembut dan biasanya diberi pandan untuk menambah harum makanan.
Warna yang dihasilkan adalah warna putih dari santan dan tepung beras, kemudian warna merah dibuat dari warna gula merah dan tepung ketan. Penataannya juga sangat sederhana. Bubur lapis pertama adalah warna merah, yang kemudian dilapisi warna putih sedikit tepat di tengah bubur. Selanjutnya yang perlu dilakukan setelah bubur merah putih (tajin mera pote) masak yaitu terlebih dahulu menyisipkan tiga piring bubur itu untuk selamatannya dulu (rembe) kemudian baru dibagikan pada tetangga disekitar kampung itu juga, tidak lain untuk menjaga tali silaturrahmi terhadap masyarakat setempat.
Berikut sekilas gambar bubur merah putih yang sudah siap saji:
1 Wawancara di Pontianak 25 Maret 2015. 152 Buku Pertama
Gambar 26.1. Bubur Merah Putih Jika orang sunda memosisikan bubur merah putih itu dibuat
untuk merayakan kelahiranya seorang bayi, berbeda dengan orang Madura yang ada di pontianak, bubur merah putih atau tajin mera pote merupakan salah satu bubur yang dijadikan alat untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT, sebagaimana Nabi Nuh mengungkapkan rasa syukurnya dengan memasak sisa- sisa bekal pada kejadian banjir bandang yang menimpa kaumnya yang ingkar. Rasa syukur ini pula di wujudkan oleh orang Madura sehingga muncullah tradisi bubur merah putih (tajin mera pote) ini.
Orang Madura mengatakan bubur merah putih (tajin merapote) itu dibuat untuk merayakan saat datangnya pergantian bulan yaitu Bulan Safar, biasanya orang Madura menyebutnya Bulan Sappar. Selain itu orang Madura meyakini barang siapa yang tidak melakukan tradisi bubur merah putih ini, akan terjadi sesuatu yang buruk dalam hidupnya, entah itu sakit atau dirundung masalah yang sekiranya sulit untuk dihadapi atau susah untuk menemukan jalan keluarnya maka sebaiknya setiap bulan melakukan tradisi ini. 2
Dari segi warna bubur putih merupakan lambang kebenaran dan kesucian hati yang selalu menang dalam catatan sejarah yang panjang, meskipun kemenangan itu tidak selamanya identik dengan kekuasaan, sedangkan bubur mera merupakan perbandingan yang
2 Wawancara dengan Muawanah (28) di Pontianak, 25 Maret 2015. Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 153 2 Wawancara dengan Muawanah (28) di Pontianak, 25 Maret 2015. Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 153
yang selama ini kita banggakan yaitu : bendera nasional Indonesia. 3 Ada juga pendapat lain mengatakan bahwa warna merah putih merupakan simbol warna yang di informasikan dalam sejarah islam, ada sejarah panjang mengenai merah putih, kedua warna itu berasal dari warna bendera Rasullah Saw.
Adapun Bulan Safar adalah nama bulan kedua dalam kalender islam atau kalender hijriyah yang berdasarkan tahun qamariyah (perkiraan bulan mengelilingi bumi) safar berada di urutan ke dua sesudah Bulan Muharrom. Asal kata safar dari shafar yang menurut bahasa berarti kosong. Bulan Safar ini merupakan bulan turunnya bala’ bencana dan malapataka, khususnya pada hari Rabu dan Minggu terakhir di Bulan Safar, dan biasanya akan diadakan shalat sunnah pada hari Rabu dan Minggu terakhir Bulan Safar. Ada beberapa kepercayaan masyarakat tentang adanya mitos bala’ tersebut pada Bulan Safar ini sebagaimana yang diyakini di kalangan orang suku Madura. Jika menikah pada Bulan Safar, orang yang menikah dan yang menikahkan bisa mempunyai banyak hutang. 4