KOTA SAMBAS DAN DESA SEBAYAN

KOTA SAMBAS DAN DESA SEBAYAN

Asal mula penamaan Sambas terdapat dua versi. Versi pertama, dikutip dari JU. Lontaan dalam bukunya, Sejarah, Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat menulis bahwa nama Sambas tercipta karena suatu peristiwa perang di zaman dahulu kala, yakni kemungkinan besar perang sewaktu kerajaan Inggris menyerang di tahun 1812. Saat itu secara spontan ketiga suku bangsa yang mendiami daerah pantai utara Kalimantan Barat, yaitu Dayak, Melayu dan Cina, bersatu mempertahankan daerah kedudukannya. Dalam serangan dan kemenangan ini, masyarakat Cina memberikan nama medan pertempuran itu sebagai Sambas (Sam=tiga dan Bas=bangsa).

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 115

Versi Kedua, pendapat ini diungkapkan oleh Lutfi Akbar dalam Buletin Intern Muare Ulakkan edisi tahun 2 nomor 5 Januari 1994. Penamaan Sambas berasal dari kitab suci Al-Quran, didasari karena keberadaan Raden Sulaiman sebagai pendiri kerajaan Sambas yang menganut agama Islam. Nama Sambas terambil dari dua surah, yakni As Syam (berarti matahari) dan Basmallah (berarti dengan nama Allah). Dari kedua kata tadi sangat cocok jika dihubungkan dengan simbol di atas atap istana kesultanan Sambas yang berupa matahari dengan tulisan Alwatzikhoebillah (bertakwalah kepada Allah) di bawahnya.

Sambas adalah sebuah kerajaan kesultanan besar di Kalimantan maupun di nusantara Indonesia. Kesultanan Sambas merupakan salah satu kerajaan tertua dan kerajaan Islam yang besar di Kalimantan Barat, juga pernah disebut Sambas “Serambi Mekah”. Kesultanan Sambas terkenal besar sejak sultan sambas yang pertamal Sultan Muhammad Syafiuddin I (1631-1668). Kejayaan kesultanan sambas telah membesarkan nama negeri Sambas, sampai pada Sultan Sambas ke-15 yaitu Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Syafiuddin (1931-1943). Kerajaan Sambas sirna ketika Sultan ke-15 ini wafat karena ditangkap dan di bunuh oleh tentara pendudukan jepang tahun 1943. Kekejaman facisme jepang meruntuhkan kejayaan Sambas.

Nama dan kejayaan Sambas sesungguhnya tidak hanya dimulai dari Sultan Muhammad Syafiuddin I (1631-1668). Sejak

abad ke-13 M sudah ada kekuasaan raja-raja Sambas. Bermula dari kedatangan prajurit majapahit di Paloh.Kemudian pusat kerajaan Sambas berpindah ke kota lama di Teluk keramat. Dari kota lama berpindah ke kota bangun di sungai Sambas Besar. Dari kota bangun pindah lagi ke kota Bandir dan kemudian pindah lagi ke Lubuk Madung. Konon menurut cerita, rombongan Raden Sulaiman pernah singgah di Tebas. Mereka sempat menebas daerah ini tetapi kumudian ditinggalkan. Dinamakanlah daerah itu Tebas.

116 Buku Pertama

Barulah pada masa sultan sambas ke-2 yaitu Raden Bima gelar Sultan Muhammad Tajuddin (1668-1708) pusat Kesultanan Sambas dibangun di Muara Ulakan,di pertemuan 3 sungai yaitu sungai Sambas Kecil,sungai Subah dan sungai Tebarau.Sejak tahun 1668 Kota Sambas itu meliputi daerah Pemangkat, Singkawang dan daerah Sambas sendiri, yang kaya akan emas. Sejak jaman pendudukan Jepang dan NICA (1942-1950), integritas Kerajaan Sambas telah sirna karena terlibat dengan pergolakan perang Dunia

II. Ketika daerah Sambas atau Kalimantan Barat kembali bernaung dibawah Negara Kesatuan Repulik Indonesia pada tahun 1950, dan dibentuknya pemerintahan administratif Kabupaten Sambas, rakyat Sambas sesungguhnya menuntut agar kota Sambas tetap menjadi ibukota kabupaten Sambas. Keinginan rakyat Sambas ini adalah sebagai upaya melanjutkan kembali kejayaan negeri Sambas sejak pemerintahan para Sultan Sambas dari tahun 1631-1943. Allhamdullillah, keinginan rakyat sambas menjadikan kota sambas sebagai ibukota Kabupaten Sambas terwujud juga sejak tanggal 15 juli 1999. Pemerintahan kabupaten Sambas berkedudukan di kota Sambas, yang telah sirna sejak tahun 1943-1999, lima puluh tahun kemudian.

Gambar 21.1 Sambas di masa Hindia-Belanda

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 117

Kota sambas secara geografis terletak hampir di tengah- tengah wilayah Kabupaten Sambas. Orang yang pertama membuka dan mengembangkan kota sambas adalah Sultan Muhammad Tajuddin I (Raden Bima, Sultan Sambas ke-2). Ia memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Sambas dari Lubuk Madung ke Muare Ulakkan (persimpangan Sungai Sambas, Sungai Teberau dan Sungai Subah), yang kemudian berkembang menjadi Kota Sambas sekarang ini. Sehingga perkembangan kota ini berawal dari pusat Kesultanan Sambas yang dahulu berada persis di persimpangan alur Sungai Sambas, Sungai Teberau dan Sungai Subah.

Gambar 21.2 Suasana saat matahari terbenam di Muare Ullakan Sekarang Kota Sambas merupakan ibu kota Kabupaten

Sambas yang secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Sambas. Kecamatan Sambas biasa dipanggil oleh penduduk kebupaten sebagai Kota Sambas, yang memiliki slogan “Kota Sambas Terigas”. Sambas yang dikenal sekarang merupakan kota pusat pemerintahan Kesultanan Sambas, yang berpusat di Istana Alwatzikoebillah, Desa Dalam Kaum. Tepat di depan istana berdiri pula sebuah masjid tua yang merupakan salah satu masjid terbesar di kota Sambas, yaitu Masjid Agung Jami’ atau Masjid Sultan Muhammad Syafi’oeddin II.

118 Buku Pertama

Gambar 21.3. Masjid Sultan Muhammad Syafi’oeddin II (Masjid Agung Jami’)

Masyarakat kota Sambas didominasi oleh suku melayu, yaitu Melayu Sambas. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu Sambas dengan kekhasan tersendiri, yaitu pada pengucapan huruf ‘e’ seperti kata ‘lele’ di dalam bahasa Indonesia. Kurang lebih bahasa Melayu Sambas terdengar sama seperti dialek Betawi (Jakarta), namun terdapat beberapa kosakata yang berbeda seperti kata “Nyak” (Betawi), dalam bahasa Melayu Sambas adalah

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 119

“Ummak”. Keunikan lain dari bahasa Melayu Sambas adalah pengucapan huruf ganda, seperti pada kata “Bassar” (besar dalam bahasa Indonesia).

Kota Sambas juga terkenal dengan kain tenunnya, yakni kain tenun Songket Sambas (dikenal pula dengan sebutan kain Lunggi) yang memiliki berbagai macam corak/motif dan warna. Kota Sambas memiliki panganan khas, yang paling terkeneal adalah Bubbor Paddas (bubur pedas).

Sebayan merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Sambas, Kabupaten Sambas. Desa ini memiliki luas 12,1 km 2 (4,91% dari wilayah Kecamatan Sambas) dan merupakan desa terluas ke-8 dari 18 desa yang ada di Kecamatan Sambas. Di desa inilah terdapat Kawasan Pendidikan Tinggi Sambas. Desa ini terdiri dari iga dusun yaitu Dusun Senyawan, Dusun Sebambang dan Dusun Sadayan. Untuk mencapai desa ini dapat ditempuh dengan kendaraan darat dari kota Pontianak ke arah barat laut sejauh 175 km, melalui kota Mempawah, Singkawang, Pemangkat, dan Sambas.

Gambar 21.4. Istana Alwatzikoebillah Kalau anda mengunjungi Sambas jangan lupa untuk

menyempatkan diri berkunjung ke Keraton Alwatzikhoebillah Sambas, yang dibangun pada masa pemerintahan Raden Sulaiman yang bergelar Sultan Muhammad Syafi’uddin I. Keraton ini

120 Buku Pertama 120 Buku Pertama

Raden Dewi Kencana, Ratu Keraton Sambas, mengung- kapkan, Keraton Sambas masih banyak memiliki benda pusaka, di antaranya tempat tidur raja, kaca hias, seperangkat alat untuk makan sirih, pakaian kebesaran sultan, payung ubur-ubur, tombak canggah, meriam beranak, pedang sultan, tempayan keramik dari Cina dan kaca Kristal dari Inggris dan Belanda. Benda yang masih dikeramatkan hingga sekarang yakni meriam beranak.

Keraton yang berada di Muare Ullakan juga menawarkan keindahan alam yang luar biasa. Di mana bangunan keraton yang menghadap sungai tersebut, mencirikan bahwa jalur transportasi zaman dahulu melalui sungai dan adanya lambang kuda laut bersayap diatas atap keraton menandakan bidang yang menyokong perekonomian keraton saat itu adalah Bahari.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24