SELAYANG PANDANG SELAMATAN 1 SURO

SELAYANG PANDANG SELAMATAN 1 SURO

Selamatan adalah ritual yang dilakukan persembahan kepada roh leluhur dan para sesepuh sesuai dengan ajaran Islam orang jawa. 1 Suro menjadi satu-satunya gerbang untuk memasuki tahun baru Islam menurut kalender jawa. Orang Jawa tradisional dan di kabupaten Kayong Utara contohnya lebih menghayati nuansa spiritualnya dari pada bersenang-senang tak karuan, seperti yang dilakukan masyarakat moderen kebanyakan. 1 Suro dianggap awal utama terciptanya menjadi insan yang baru dan serba baru. Insan yang baru bukan berarti menjadi manusia yang diciptakan baru lagi, tetapi menjadikan diri kita suci, bersih tanpa sedikit pun bekas dan kotor dari dosa-dosa yang telah lalu.

Menundukan kepala dalam hening meminta dan sadar akan betapa kecil dan rapuhnya manusia, betapa bodohnya, dan betapa naifnya manusia. Sepatutnya kita sebagai umat Islam sadar akan semua itu dan kepada-Nya lah kita meminta dan memohon. Malam 1 suro menjadi awal dari untuk kita memanjatkan doa atas rasa syukur kita kepada Sang Khaliq dan meminta ampun atas salah dan khilaf.

Katimin Laksono, informan penelitian ini menceritakan tentang sejarah peringatan 1 Suro orang Jawa,

Oleh karena itu malam 1 suro selalu berjalan dengan sakral dan khusyuk demi mncapai ridha-Nya. Menyadari atas kesempatan teramat mulia yang diberikan oleh Sang Pencipta. 1 Suro dimaksudkan untuk lebih mempersatukan raja dan kawula. Pada saat itu negeri mulai terancam. Sultan Agung tidak mengadakan upacara ritual kerajaan Rajawedha, sebagai gantinya diadakan Upacara 1 Suro, yang hakikatnya menyatukan Rajawedha dengan upacara kaum petani Gramawedha yang waktunya bersamaan dengan 1 Muharam, tahun baru Umat Islam. Pergantian hari mengikuti sistim rembulan pada jam 6 sore. Secara politis tindakan ini juga bertujuan untuk memperkuat persatuan bangsa melawan

78 Buku Pertama 78 Buku Pertama

Kecuali itu, menurut Nurhayati, informan penelitian ini, biasanya orang jawa kayong utara dalam memperingati 1 Suro menyiapkan berbagai menu makanan yang khas, dan tetap harus ada, karena jika tidak dipercayai akan mendapatkan bala’. Menu makan nya sangatlah sederhana dan mempunyai arti yang sangat luar biasa, Seperti berikut ini:

Sego Tumpeng (Nasi Segitiga Kerucut)

Sego tumpeng atau biasa dikenal dengan nasi tumpeng ini tidak boleh ditinggalkan karena nasi yang berbentuk kerucut segitiga ini merupakan hal utama dan pertama yang harus ada dalam peringatan 1 Suro. Para leluhur orang Jawa mengatakan bahwa nasi tumpeng ini

diberi sebutan dengan buceng yang diartikan dalam bahasa Jawa nyebuto seng kenceng atau dapat diartikan dalam bahasa indonesia yaitu “menyebutlah dengan sekuat-kuatnya”. Di sini menyebut dengan kuat bukan berarti kita harus teriak.

Saat acara dimulai pada saat pembacaan doa semua orang- orang yang menghadiri acara tersebut harus melafazkan doa-doa atau dzikir yang dibaca dengan keras dan benar supaya dapat didengar oleh orang-orang, terutama oleh pemuda-pemuda agar terus melestarikan budaya ini.

Ingkung (Ayam Panggang Utuh)

Ingkung adalah ayam panggang yang masih utuh. Biasanya ingkung tidak ada jika tidak ada sego tumpeng. Orang Jawa dalam mengartikan ingkung ada pandangan berbunyi“Beramallah kau

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 79 Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 79

Sego golong (Nasi Bulat)

Selanjutnya ada nasi yang berbentuk bulat yang disebut dengan nasi golong. Biasanya nasi ini haruslah berjumlah

9 buah, yang melambangkan 9 wali. Nasi golong biasanya dibagi menjadi 2 tempat. Tempatnya memakai nampan besar dan dialaskan oleh daun pisang.

Pada nampan pertama nasi golong ini ada 4 bulatan. Masing-masing bulatan mempunyai arti yang tentunya sangat berkaitan erat dengan agama islam.

Nasi tumpeng pertama merupakan penjelasan islam tentang adanya 4 kitab, 4 kiblat, 4 Nabi, dan 4 Malaikat. 4 kitab yang dimaksud adalah al-Quran, Injil, Taurat, dan Zabur. Sedangkan

4 kiblat yaitu: utara, selatan, timur dan barat. Kemudian 4 nabi yang dimaksud merupakan nabi-nabi yang diberi kepercayaan oleh Allah untuk menerima kitab-kitabnya seperti Nabi Muhammad, Nabi Isa, Nabi Daud dan Nabi Musa. Terakhir adalah 4 malaikat. Pada tempat berikutnya nasi gorong kedua berjumlahkan 5 buah. 5 buah nasi gorong tersebut dilambangkan dengan 5 waktu dalam sehari semalam kita diwajibkan untuk mendirikan shalat.

Kulupan (Urap)

Kulupan merupakan daun singkong yang diberi parutan kelapa dan dicampur dengan bumbu-bumbu khas Jawa, biasa familiar dengan sebutan urap. Urap atau kulupan tidak pernah ketinggalan dalam melengkapi menu makanan dalam peringatan

80 Buku Pertama

1 Suro orang jawa. Dalam budaya jawa kulupan mempunyai arti yang mendalam meskipun bentuknya yang sederhana dan rasanya biasa saja. Urap atau kulupan melambangkan bahwa kita harus memperbanyak sedekah. Seperti halnya banyaknya daun ubi yang tumbuh subur dipermukaan bumi ini.

Jenang Abang (Dodol Merah)

Jenang abang atau dapat diartikan dodol merah, disebut begitu karena berwarna merah akibat adanya campuran gula merah yang dimasukkan ke dalam adonan jenang abang tersebut. Tak kalah menarik dari makanan khas jawa lainnya yang ikut hadir dalam selamatan 1 Suroan, adalah

warna yang harus berwarna merah tua dan dengan cita rasa yang begitu enak dan sedikit kenyal. Adanya jenang abang melambangkan darah dan daging atau lahir dan batin. Jenang abang putih adalah jenang yang terbuat dari beras putih. Hanya saja dimasaknya berbeda: yang berwarna putih diberi santan saja dan yang berwarna merah dimasak dengan gula Jawa. Biasanya dibuat dan dimakan pada saat syukuran alias bancakanweton atau hari kelahiran. Rasanya sangat khas sekali.

Jajanan Pasar

Jajanan pasar adalah jajan atau kue yang dijual di pasar- pasar. Tidak semua orang pada menghadiri selamatan 1 suro ini membawa nasi, namun ada juga

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 81 Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 81

Sego Taker (Nasi Takaran)

Sego taker merupakan nasi yang sudah dimasak dan dimasukkan ke wadah yang terbuat dari daun pisang dan di setiap sisinya ditusuk dengan lidi kelapa. Daun pisang tersebut dibuat sesuai dengan bentuk yang sudah disetujui bersama. Bentuknya sangat unik dan sederhana hanya ditusuk dengan lidi dibagian ujung daun pisang. Setelah wadah selesai dibuat dan diberi isi nasi putih yang masih hangat, nasi ini pun dibawa utuk sebagai pelengkap dalam selamatan 1 suro. Setiap keluarga harus membawa sego taker ini sesuai dengan berapa banyak jumlah anggota keluarga yang dipunyainya atau berapa banyak orang yang berada atau menetap di dalam rumah tersebut. Sego taker biasa disebut dengan nasi takar. Karena pada selamatan 1 suro harus membawa nasi yang sesuai dengan takaran menurut para sesepuh jawa. Dengan membawa sego taker dalam peringatan ritual selamatan malam 1 suro ini, orang- orang dapat mengetahui lebih dalam tentang silsilah keluarga.

Menurut Dasiyem seorang informan penelitian ini mengatakan: Mereka yang melakukan ritual pada saat malam 1 suro atau selamatan untuk mengenang datangnya tahun baru Islam dan mungkin masih banyak lagi ritual lainnya di masing-masing daerah seperti membuat makanan-makanan khusus dengan disertai keyakinan-keyakinan tertentu yang hal itu dilakukan oleh orang- orang islam sendiri yang pada dasarnya amalan-amalan itu bukan dari islam.

Menurut pengamatan saya, saat observasi di lapangan, pada saat makanan-makanan di atas dibawa diperempatan jalan

82 Buku Pertama 82 Buku Pertama

Sampailah di penghujung acara, acara demi acara terselenggara dengan hikmat tanpa sedikit pun terhalang oleh rintangan. Kemudian semua orang pulang untuk menghantar ambengan (tempat yang berisikan makanan bawaan yang sudah diganti dengan makanan orang lain) ke rumahnya masing-masing. Kemudian harus kembali lagi untuk menunggu pukul 24.00 yang merupakan malam pergantian tahun.

Kecuali itu, menyambut bulan Suro di Kabupaten Kayong Utara juga ada menu khas tetapi sederhana, yaitu Bubur Suran. Bubur Suran yang disajikan terdiri dari: bubur putih, kedelai hitam yang digoreng, telur ayam kampung digoreng dadar diiris- iris; serundeng kelapa, rujak degan (minuman segar kelapa muda dengan gula jawa), dan janur kuning sehelai dipasang di atas pintu masuk rumah.

Maksud dari menyantap bersama bubur suran itu adalah: (1) Makan bersama menunjukkan kerukunan berkeluarga, semua senang bahagia, bersyukur bisa kumpul menikmati hidangan enak meskipun sederhana. Itu semua adalah berkah Gusti Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Semua hidangan adalah pemberian Ibu Pertiwi, untuk itu supaya selama hidup dibumi selalu dapat makan, kita semua wajib menjaga, memelihara bumi tempat kita tinggal; (2) bubur putih melambangkan kesucian jalan hidup yang

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 83

kita lakukan; (3) kedelai hitam yang digoreng. Ini menunjukkan sikap hidup dan watak yang mituhu, selalu setia untuk berbuat baik dan benar dengan cara mematuhi ajaran pinisepuh supaya anak cucu selalu manembah dan berada dijalan yang diberkahi dan diperkenankan Tuhan, selalu berbudi pekerti dan memegang prinsip-prinsip tata krama dan tata susila dalam pergaulan; (4) telur ayam kampung digoreng dadar dan diiris-iris. Merupakan simbol dari hidup yang berkesinambungan dan sumrambah (menyebar di mana-mana). Petunjuk baku dalam manusia menjalani hidup adalah supaya umat manusia yang sebenarnya serumpun dan bersaudara, karena berasal dari Asal Muasal yang satu dan sama, supaya adil dalam menikmati produk-produk yang diberikan oleh alam ini; (5) serundeng kelapa sebagai anjuran mengikuti filosofi kelapa. Pohon kelapa dapat tumbuh di mana-mana dengan mudah dan subur dan mampu menyesuaikan dengan keadaan setempat, demikian juga manusia. Selain itu semua bagian dari pohon kelapa amat berguna baik buahnya, serabutnya, batangnya, lidinya maupun daunnya. Ini contoh yang positif bagi manusia. Hendaknya segala perbuatan kita juga bermanfaat bagi sesama. Kita mampu berkarya, mampu menolong, memberi kepada sesama. Kita bisa memberikan hal-hal yang baik, jangan kita membuat sakit hati orang lain, karena seperti dikatakan oleh para pinisepuh bijak: “Menyakiti orang lain artinya juga menyakiti diri sendiri”; (6) rujak degan merupakan persimbol manusia wajib menjalani hidup dengan antusias, bekerja dengan baik, benar, dan giat. Itu artinya kita berterimakasih kepada Tuhan, yang memberi hidup dan menghidupi. Kita ajak semua saudara kita untuk tidak loyo menjalani kehidupan ini. Mari kita hidup rukun dalam suasana regeng (semarak, menyenangkan); (7) janur kuning yang dipasang di atas pintu rumah. Ini perlambang hidup kita yang sejati yang selalu dekat dengan Gusti Tuhan, diayomi, dilindungi Beliau siang dan malam, sepanjang waktu. Oleh karena itu kita mesti menjalani hidup ini dengan mantap, selalu dalam koridor yang ditetapkan oleh Nya. Harus selalu berbuat baik,

84 Buku Pertama

benar dan bijak dan semua itu sesuai dengan sikap kedewasaan kita masing-masing, harus dipahami dengan sadar sesadar- sadarnya.Sikap seperti ini dipunyai oleh saudara-saudara kita yang telah mendapatkan pencerahan jiwa. Janur adalah Sejatinya Nur atau istilah kebatinan umum adalah Nur Sejati artinya Cahaya yang sejati. Cahaya yang sejati itulah hidup yang sebenarnya yang berada bersama dalam badan fisik dan jiwa kita. Ada yang menyebut sebagai Sukma Sejati atau Pribadi Sejati, Hidup sejati. Istilah universalnya adalah spirit. Warnanya adalah kuning bersih, kuning muda, menjadi simbol dari hidup yang cerah karena telah sadar dan menghayati hidup yang sejati. Hidup ini bukanlah hidup sendiri, untuk kepentingannya sendiri, maunya menang dan enak sendiri atau paling-paling buat keluarga terdekatnya dan konco-konconya. Hidup ini untuk seluruh manusia bahkan seluruh mahluk di jagad raya ini.Untuk itu, kita mesti menjalani dan menikmati hidup di dunia ini untuk kebersamaan dengan cara yang baik, benar dan adil. Seorang spiritualis pada waktu melakukan meditasi, pada puncak keheningan dalam kesadaran penuh, dia melihat baik dengan mata terbuka maupun tertutup dan merasakan hatinya begitu tentram, nafasnya lembut, dia berada ditengah-tengah cahaya kuning bersih lembut, artinya kepasrahannya kepada Tuhan telah diberi anugerah, bahwa hidupnya didunia diberkahi oleh Nya.

Demikianlah penjelasan mengenai apa yang tersirat dalam filosofi Bubur Suran. Memang nenek moyang orang Jawa itu

sukanya memberikan sanepo, semacam petunjuk atau nasihat yang harus dibuka apa arti sebenarnya.

Selanjutnya perlu dijelaskan bahwa latar belakang dijadikannya 1 Muharam sebagai awal penanggalan Islam oleh Khalifah Umar bin Khathab menjadi penanggalan Jawa, seorang

khalifah Islam di zaman setelah Nabi Muhammad wafat, 1 4 konon

1 Di tahun ketiga ketika Umar bin Khatab RA menjabat sebagai khali- fah, beliau mendapat sepucuk suratdari Abu Musa al-Asy’ari ra, yang saat itu bertugas sebagai gubernur untuk daerah Bashrah. Dalam surat itu, Abu Musa mengatakan: “telah datang kepada kami beberapa surat dari amirul mukminin, semen-

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 85 Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 85

Jika kita perhatikan latar belakang penetapan kalender hijriyah di zaman Umar, kita bisa menyimpulkan bahwa penetapan ini dilakukan murni terkait masalah administrasi. Artinya,

tara kami tidak tahu kapan kami harus menindak lanjutinya. Kami telah mempelajari satu surat yang ditulis pada bulan Sya’ban. Kami tidak tahu, surat itu Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin”. Kemudian Umar mengumpulkan para sahabat, beliau berkata kepada mereka: Tetapkan tahun untuk masyarakat, yang bisa mereka jadikan acuan.” Ada yang usul, kita gunakan acuan tahun bangsa Romawi. Namun usu- lan ini dibantah, karena tahun Romawi sudah terlalu tua. Perhitungan tahun Ro- mawi sudah dibuat sejak zaman Dzul Qornain. Setelah dilakukan diskusi yang panjang, usul kanan-usul kiri, hingga akhirnya diputuskan kalender bagi kaum muslimin, yang mana tahun pertama adalah hijrahnya Nabi Saw ke Madinah, dan bulan Muharam ditetapkan sebagai bulan pertama dalam kalender hijriyah. (Mahdhu ash-Shawab, 1/316, dinukil dari Fashlul Khithab fi Sirati Ibnul Khatthab, Dr. Ali Muhammad ash-Shalabi, 1/150)

Kemudian Al-Hasan Al-Bashri ra. berkata: “Sesungguhnya Allah membuka tahun dengan bulan harom (muharram) dan menutupnya juga dengan bulan harom (dzulhij- jah). Tidak ada bulan yang paling mulia di sisi Alloh setelah ramadhan (selain bulan-bulan haram ini). Pada bulan muharram ini terdapat hari yang pada hari itu terjadi peristiwa besar dan pertolongan yang nyata, menangnya kebenaran mengalahkan kebatilan, di mana Allah telah menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya serta menenggelamkan fir’aun dan kaumnya. Hari tersebut memiliki keutamaan yang agung dan kemuliaan yang abadi sejak dulu, dia adalah hari kesepuluh yang dinamakan asyura’. Durus ‘aamm oleh Abdul Malik Al-Qosim, hlm. 10.

Allah berfirman, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua be- las bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu men- ganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu ”.[QS. At-Taubah: 36]. Selanjutnya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ra. menafsirkan: “Empat bulan tersebut adalah rajab, dzulqaidah, dzulhijjah, dan muharram. Dinamakan haram karena kemu- liaan yang lebih dan diharamkannya peperangan pada bulan tersebut”. Tafsir Karim ar- Rohman Fi Tafsir Al-Kalam Al-Mannan, hlm. 296.

86 Buku Pertama 86 Buku Pertama

Lain halnya dengan pergantian tahun baru Jawa yang jatuh tiap malam 1 Suro (1 Muharram) disleenggarakan denganberbagai ritual sebagai bentuk introspeksi diri. Meskipun berbeda tapi hal ini positif. Saat malam 1 Suro tiba, masyarakat Jawa umumnya melakukan ritual tirakatan, lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk), dan tuguran (perenungan diri sambil berdoa). Bahkan sebagian orang memilih menyepi untuk bersemedi di tempat sakaral seperti puncak gunung, tepi laut, pohon besar, atau di makam keramat. Ritual 1 Suro telah dikenal orang Jawa sejak masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645 Masehi). Saat itu orang Jawa masih mengikuti sistem penanggalan Tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Sementara itu umat Islam pada masa Sultan Agung menggunakan sistem kalender Hijriah. Sebagai upaya memperluas ajaran Islam di tanah Jawa, kemudian Sultan Agung memadukan antara tradisi Jawa dan Islam dengan menetapkan 1 Muharram sebagai tahun baru Jawa. Jadilah bulan Suro sebagai awal tahun Jawa dan juga dianggap sebagai bulan yang sakral atau suci, bulan yang tepat untuk melakukan renungan, tafakur, dan introspeksi untuk mendekatkan dengan Yang MahaKuasa. Demikian pula yang dipercayai oleh orang Jawa di Kayong Utara, seperti telah penulis paparkan di atas.***

Tradisi dan Kepercayaan Umat Islam di Kalimantan Barat 87

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24