Grebeg Tutup Suro-Suroan

2. Grebeg Tutup Suro-Suroan

Indonesia merupakan sebuah negara yang besar dan penduduknya terdiri dari berbagai suku dan etnis yang berbeda-beda, hal in mengakibatkan terjadinya keberagaman diantaranya bahasa, ada istiadat, seni dan budaya. Keberagaman ini membentuk ciri khas bag tiap-tiap suku daerah satu dengan suku daerah lainnya, sehingga melahirkan jati diri bagi daerahnya masing-masing, meskipun ada beberapa persamaan namun ada beberapa hal yang membedakannya baik secara penyajian, penyampaian, pesan, maupun tujuan. Dalam hal pelestarian maupun penyampaian setiap kesenian yang dimiliki oleh masing-masing daerah umumnya diwariskan oleh nenek moyangnya masing-masing dan bertujuan sebagai media pembelajaran tentang sebuah arti kehidupan yang dianggap mudah untuk dipahami oleh keturunannya kelak. Karena dari setiap kesenian yang diciptakan biasanya mengandung pesan moral, dan makna yang dapat diambil hikmahnya. Kesenian yang diwariskan cukup beraneka ragam seperti tari-tarian, upacara adat, baju daerah, ukir-ukiran, maupun cerita rakyat. Salah satu dari sekian banyaknya daerah yang memiliki kesenian daerah yang mengandung pesan moral yang dapat diambil hikmahnya adalah kesenian Reog Ponorogo. Kesenian yang menggunakan topeng

commit to user

dengan gamelan khas Ponorogo yang dipentaskan berupa tari- tarian yang mengisahkan perjuangan seorang raja dalam meminang seorang putri Kediri yang akan dijadikan permaisuri dikerajaannya namun pada akhirnya sang raja tidak dapat meminang sang putri tersebut. Pesan yang didapat dari kesenian atau cerita rakyat ini adalah keteguhan hati dan kegigihan usaha seseorang dalam meraih sebuah keinginan yang diinginkannya meskipun keinginannya tersebut belum tentu dapat terwujud.

Grebeg tutup suroan adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sumoroto setempat sebagai salah satu apresasi mereka mengenai eksistensi Reog Ponorogo. Grebeg Tutup Suoran dimulai pada tahun 2008 dimana kegiatan ini dilakukan pada bulan Suro. Dari Pemerintah kota Ponorogo juga memiliki agenda mengeni peringatan malam 1 sura ini dengan cars Grebeg Suro yang kegiatannya dilaksanakan di Panggung Utama Alun-Alun Ponorogo. Beberapa rangkaian acara yang dilakukan meliputi Ziarah Makam, Kirab Pusaka, dan pergelaran acara besar yaitu Festival Reog Nasional di Panggung Utama Alun-Alun Kota Ponorogo. Salah satu rangkaian acara sebagai penutup Grebeg Suro yang ada di Kota Ponorogo adalah Grebeg Tutup Suroan. Grebeg Tutup Suroan dilakukan pada akhir bulan Suro dan diselenggarakan di Desa Sumoroto dimana desa tersebut memiliki sejarah yang kental mengenai Reog Ponorogo yang diangkat dari cerita Kerajaan Bantarangin. Grebeg Tutup Suroan ini diselenggarakan di daerah petilasan kerajaan Bantarangin

commit to user

agar masyarakat Desa Sumoroto paham tentang makna Reog Ponorogo dan Sejarah dari Reog Ponorogo yang berasal dari Kerajaan Bantarangin. Dengan adanya kegiatan tersebut, mampu menjadikan masyarakat Desa Sumoroto terutama generasi muda penerus bangsa untuk tetap mempertahankan khasanah budaya lokal yang mereka miliki. Kegiatan tersebut diikuti oleh masyarakat Desa Sumoroto dan masyarakat dari desa lain serta Turis Asing yang juga ikut meramaikan dan mengambil dokumentasi dengan adanya kegiatan Grebeg Tutup Suroan. Para generasi muda yang ada juga sangat berantusias untuk melihat serangkaian kegiatan Grebeg Tutup Suroan. Beberapa kegiatan tersebut diantaranya seperti Ziarah Makam, Kirab Grebeg Tutup Suroan, pagelaran wayang kulit, pagelaran Reog Obyok yang diikuti oleh 5 Kecamatan yakni Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Kauman, Kecamatan Badegan, Kecamatan Sumoroto , dan Kecamatan Sampung.

Grebeg Tutup Suro-Suroan ini mengandung arti perjalanan Prabu Klonosewandono dalam membuat Kerajaan serta Perjalanannya melamar Dewi Songgolangit sampai beliau kembali ke Kerajaan Bantarangin. Kirab pada Grebeg Tutup Suroan ini diikuti oleh beberapa masyarakat Desa Sumoroto, pihak dari Pemerintahan Kota Ponorogo, dan Sesepuh serta Pelaku Seni Reog Ponorogo yang kebanyakan berasal dari Desa Sumoroto itu sendiri. Perjalanan tersebut diawali oleh Mbah Trimo yang mengumandangkan bahwa pada Desa Sumoroto terdapat Kerajaan

commit to user

Bupati Ponorogo, Kepala Desa, Lurah dan Beberapa perwakilan dari Dinas-dinas terkait. Setelah itu disusul Pelaku Seni yang memperagakan tarian Reog Ponorogo sesuai dengan karakter yang telah sering diperankan seperti beberapa kaum hawa yang memperagakan sebagai Jathilan kemudian seorang yang lincah, cerdik dan pintar yakni Bujang Anon, kemudian beberapa gerombolan laki-laki yang gagah perkasa , kuat, pintar dan berwibawa serta perawakannya ditakuti oleh orang yakni yang memerankan tokoh Warok, kemudian disusul lagi oleh seorang lelaki tampan, berwibawa, gagah perkasa yang diperankan oleh tokoh Mono Sewandono sebagai Raja dari Kerajaan Bantarangin setelah itu Barongan yang dimainkan oleh seseorang laki-laki dengan memakai topeng Singo Barong. Kemudian pasukan prajurit, serta golongan-golongan pelaku seni yang ada di Desa Sumoroto.

"Kegiatan ini digelar untuk mengingatkan kembali warga Ponorogo tentang asal muasal tan Reog Ponorogo yang sudah terkenal di seluruh dunia. Dari sinilah, dari Kerajaan Bantarangin yang dipimpin Kelono Sewandono, "Ujar Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kota Ponorogo.

Peristiwa yang diyakini terjadi tahun 1222 ini menjadi legenda yang kemudian memunculkan banyak versi tarian reog serta cerita tentang berdirinya Ponorogo. Lokasi awal kirab, yaitu Lapangan Bantarangin dipercaya sebagai lokasi Pondok Banter Angin yang dirintis Kelono Sewandono sebelum mendirikan Kerajaan Wengker II Dalam kirab pusaka, ada tiga replika pusaka yang dibawa berkeliling daerah sekitar

commit to user

dan Cemeti Saman Diman. Pusaka yang terakhir adalah senjata andalan Prabu Kelono Siswo Handono untuk melawan hewan buas dan juga musuh-musuhnya seperti tertuang dalam tari Reog Ponorogo. Kirab sendiri juga menandai pemerintahan Kabupaten Ponorogo yang sempat dua kali pindah. Perpindahan pertama dari sebelah timur atau Kutho Wetan ke Kutho Tengah atau Alun-Alun sekarang. Sedangkan perpindahan kedua adalah dari Kutho Tengah ke Kutho Kulon atau daerah Somoroto saat ini. Lokasi ini adalah hutan bernama Wengker yang juga disebut Bantarangin.’

"dengan adanya acara tersebut dengan adanya hal-hal yang masih dijaga sampai sekarang seperti upacara sesajen tradisi seperti mempertahankan dari mitos desa Golan, tidak memakai baju hijau itu bisa membuat masyarakat menjadi lebih menghargai leluhur. Kalau tidak dengan cara mendoakan, menjaga, melestarikan dengan cara apalagi mau menghargai mereka….., "ujar salah satu sesepuh yang ada di Desa Sumoroto, Mbah Trimo.

Sebanyak 144 kuda dikerahkan untuk mengangkut para tokoh replika prajurit, pembesar Kerajaan Wengker serta bupati dan wakilnya, jajaran muspida hingga para kepala dinas dan camat yang turut berkeliling dengan menggunakan dokar hias. Selain itu, warga, juga turut berpartisipasi dalam pawai budaya ini. Warga pun tampak antusias menyaksikan perhalatan ini. Ribuan warga tampak berjajar di sepanjang jalur yang dilewati. Tak hanya itu, Gong atau gamelan reog ditabuh memiliki 3 nilai di dalamnya, yakni wiraga, wirama, dan wirasa. Wiraga (menjiwai) dimana setiap pagelaran reog semua pemain paguyuban dan penonton merasa menjiwai ikut di dalamnya, begitupun kita dimanapun

commit to user

ada hasilnya. Wirama (berirama) dalam hal ini ketika reog digelar ada iramanya sampai penontonpun ikut hanyut oleh irama tersebut, begitupun kita dimanapun dalam berkarya memiliki irama atau cara atau krama atau etika sendiri. Yang terakhir wirasa, semua ikut merasakan, baik pemain paguyuban reog ataupun penonton, begitupun kita dimanapun berada tetap merasa sebagai sate kesatuan Indonesia Kirab ini tidak hanya menghadirkan hiburan tapi juga sebagai pengingat sejarah kebesaran Ponorogo agar masyarakat mampu mempertahankan Reog Ponorogo, sebagai aset yang mereka miliki. Dengan adanya grebeg tutup suroan ini juga mampu menghasilkan perekonomian desa sekitar menjadi lebih maju dikarenakan banyak masyarakat Desa Sumoroto yang berjualan maupun membuka lahan parker pad acara tersebut.