Monumen Peringatan Ponorogo : Gapura, Makam.Patung

C. Monumen Peringatan Ponorogo : Gapura, Makam.Patung

Sebuah garpura berwarna Coklat muda dan hitam mengangkangi jalan raya. Puncak gapura kiri dan kanan adalah berupa lengkungan dengan ujung dua burung merak secara berhadap hadapan. Diantara kedua ekor burung mereka tersebut terentang tulidan dililit dengan kawat serta lampu yang bertuliskan “Ponorogo”. Sementara dibawah brugn merak tesebut berjejer patung-patung yang menggambarkan iringan reog yaitu Barongan (Dhada Merak), Klono Sewandono, Pujanganom, Jatil, Warok dan barisan pengrawit yang tengah menyusun gamelan. Kemudian agak kebawah lagi terdapat symbol kota Ponorogo. Gapura tersebut diberi nama “Tugu Selamat datang” yang menandakan memasuki kawasan kota Ponorogo dan perbatasan antara

commit to user

beraspal yang cukup halus dan lebar kita akan bertemu dengan perempatan diman paa posisi tengah perempatan tersebut terdapat sebuah patung laki-laki. Patung tersebut mempunyai tinggi sekitar 7 meter dan berwarna hitam. Sosok dari laki-laki tersebut digambarkan sebagai laki-laki berblangkon dan berjubah hitam dimana laki-laki tersebut sedang menunggangi kuda yang siap menerjang. Kaki depan dari kuda tersebut terangkat dan hanya bertumpu pada satu kaki belakang saja. Patung tersebut adalah patung Bathoro Katong, seseorang yang dianggap sebagai pendiri Ponorogo.

Patung-patung serupa dengan sosok serperti : Warok, Pujanganom, dan Jathil juga berdiri ditengah perempatan sepanjang jalan yang ada Di Ponorogo. Seperti pada daerah Pasar Legi sosok patung Pujang Anom yang sedang menari. Pada perempatan Tambakbayan, Pada perempatan alun-alun juga berdiri patung warok. Begitu pula perempatan Jeruksing dan Tonatan.

Hal yang sama juga dilihat dari gapura desa. Dimana pada setiap desa memiliki gapura yang menggambarkan patung-patung dari Reog serta warok, jathil, maupun pujanganom. Dominasi dari unsure reog tersebut menunjukkan adanya karakteristik simbolik dari raog serta ada yang berupa relief ataupun patung tiga dimensi.

Memasuki pusat kota alun-alun akan memasuki komplek Pemda Ponorogo, disana akan menemui patung singa pada setiap pojokan alun-alun. Panggung kolosal tempat digelarnya Festival Reog Nasional, Patung Klonosewandono menghela 7 ekor macan dengan pecut Samandiman (Patung

commit to user

itu dibelakang patung Sapto Macan tersebut, terdapat kolam lengkap dengan air mancur disekelilingnya berdiri sebuah sosok putri yaitu Dewi Songgolangit. Dibawah patung tersebut tertulkiskan prasasti yaitu Patung Klonosewandono dan Dewi Songgolangit yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur pada tahun 26 Mei 1995.

Apabila berjalan terus 4 km ke arah timur melewati Pasar Legi, menuju kea rah ngebel. Maka akan sampai ke desa Setono, Kecamatan Jenangan. Di pinggir jalan raya berdiri sebuah gapura melengkung dengan tinggi samapi puncak sekitar 5 meter, sementara sampai tinggi ke bawah dari plengkungan tersebut sekitar 3 meter dan tebal 1 meter. Gapura ini adalah gapura pertama menuju Makam Bathoro Katong. Sebelum tahun 1925 kendaraan yang masuk di wilayah tersebut tidak boleh memasuki kawasan tersebut. Jika pun memasuki kendaraan tersebut tidak boleh dinaiki. Orang yang memakai penutup kepalapun juga harus membuka penutup kepala tersebut. Peraturan tersebut kemudian berubah sejak Sri Sutan Pakubuwono X pada tahun 1925 berziarah ditempat tersebut. Begitu melewati gapura tersebut. Beliau memerintah bahwa pada kendaraan yang melewati gapura tersbut boleh dinaiki sampai pada gapura kedua yang berad 300 meter dari gapura pertama. Diantar gapura kedua merupakan perkampungan penduduk yang sangat padat. Setelah memasuki gapura kedua kita menemukan pelataran masjid dan sekolah madrasah. Di sebelah utara lagi akan bertemu dengan sebuah gerbang yang dipinggirnya terdapat sepasang batu pajang mirip tempat duduk yang

commit to user

belakang ke depan berupa manusia , pohon dan burung garuda serta gajah. Pemda Ponorogo menentukan hari jadi Ponorogo dan memutuskan replica tersebut dan mempresentasikan angka 1 (manusia) , 4 (pohon) , 1 (burung) , 8 (gajah). Sehingga membentuk nagka 1418 saka. Angka tahun yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Ponorogo.

Komplek pemakaman Bathoro Katong terdiri dari 9 pelataran dengan

15 cungkup (gedhong) , dan sekitar 35 makam yang terdiri dari makam Bathoro Katong beserta keluarga , pembantu dan keturunan-keturunannya. Makam Bathoro Katong terletak paling utara pada pemakaman. Pada sebuah cungkup yang dikelilingi dengan makam Putri Pembayun (Istrinya), Kyai Ali (Menantunya), Panembahan Agung beserta istri, Pangeran Dodol (cucunya) dan Pangeran Sewdakarya (buyutnya). Pada pelataran yang sama, namun pada cungkup yang berbeda terdapat makam Kyai Mirah, penasehat agama Bathoro Katong. Sedangkan makam Seloaji, sang patih tidak memakai cungkup dikarenakan sudah 3 kali cungkupnya tersebut hancur dihambar petir. Pada pelataran yang lain juga dimakamkan keturunan Bhatoro Katong dan Bupati Ponorogo setelahnya. Sementara itu, disamping timur pelataran makam Bathoro Kaong adalah tempat pemakaman umum.

Pelatarn masjid tesbut dahulunya adalah merupakan paseban diman pada tahun 1977 hancur dan kini hanya sebagai pelataran dengan koblok dan tiang yang dipergunakan untuk Lapangan Volly. Sementara masjid yang dianggap sebgai peninggalan Bathoro Katong adalah sebenarnya masjid baru,

commit to user

dipercaya bukan sebagai posisi aslinya(sudah dipindah sekitar 40m). Selain itu masjid tersebut sudah direnovasi lengkap dengan poerselin seperti masjid- masjid pada zaman sekarang, sehingga tidak menunjukkan peninggalan pada masa lampau. Menuju keb barat sekitar 20 Km dari Alun-alun Ponorogo kita akan bertemu salah satu Desa yang dianggap tua oleh masyarakat sekitar yaitu Desa Sumoroto. Dimana pada Desa Sumoroto dahulunya terdapat kerajaan yang bernama Bantarangin. Pada tempat kerajaan Bantarangin tersebut terdapat Monumen Patung Klono Sewandono dimana menandakan bahwa pada zaman dahulunya tempat tersebut adalah Kerajaan Bantarangin yang dibangun oleh Klono Sewandono serta lahirnya Desa Sumoroto dan kesenian Reog Ponorogo.