Analisis Teori

G. Analisis Teori

Dalam penelitian mengenai Eksistensi Reog Ponorogo pada Desa Sumoroto ini dilandasi juga dengan teori-teori yang berkaitan tentang tema yang ada. Interaksionisme Simbolik milik Hebert Mead dan Tindakan Sosial milik Max Weber menguatkan penelitian ini. Pada teori Interaksionisme simbolik, symbol-simbol yang ada pada pelaku seni sudah mencerminkan bahwa dirinya sebagai subjek yang memiliki identitas mendasar yaitu Reog. Mereka menganggap pada darah mereka sudah mengalir darah seni Reog Ponorogo, tidak hanya hal tersebut dari symbol-simbol yang mereka gunakan yaitu seperti pakaian (pada wawancara dengan Mbah Trimo) serta symbol- simbol lainnya seperti foto, kerajinan yang dipasang di dalam rumah mereka serta gapura-gapura yang ada di setiap wilayah Desa Sumoroto dengan ditampilkan gapura Reog Ponorogo juga merupakan salah satu aplikasi dari Teori Simbolik milik Hebert Mead.

Pada Teori Tindakan Sosial milik Max Weber yaitu Tindakan Tradisional, Tindakan Afeksi, Tindakan Rasionalitas Nilai, dan Tindakan yang berorientiasi pada tujuan secara nyata terdapat pada penelitian tentang Eksistensi Reog Ponorogo pada masyarakat Desa Sumoroto. Pada tindakan

commit to user

kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu pada masa lampau saja(tradisi). Hal ini dilihat ketika masyarakat Desa Sumoroto yang secara terus menerus masih melakukan tradisi yang dibawa oleh leluhur seperti ziarah makam, upacara sesajen guna untuk menghormati dan menghargai apa yang telah lahirkan. Max Weber juga mengatakan bahwa terdapat tindakan afektif dimana tindakan tersebut dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan pelaku. Tindakan yang susah dipahami ini dianggap tidak rasional.

Seperti pada salah satu informan yang telah diwawancarai oleh penulis yaitu Mbah Trimo beliau menunjukkan rasa cintanya terhadap kesenian Reog Ponorogo dengan bercerita secara menggebu-gebu perihal Reog Ponorogo. Tidak hanya hal tersebut, Mbah Trimo juga meluapkan kekesalan yang ia rasakan kepada pihak pemerintah yang kurang peka Ponorogo tidak memberikan sumbangan kepada setiap desa berupa alat music Gong maupun berupa kucuran dana. Selanjutnya pembahasan dari Max Weber yaitu tindakan yang berorientasi kepada tujuan (rasionalitas instrumental). Tindakan ini menjelaskan bahwa pelaku menilai apakah cara-cara yang dipilih oleh pelaku merupakan yang paling tepat untuk mencapai tujuannya. Tindakan ini memiliki nilai-nilai yang dijadikan sandaran ini seperti nilai etis, estetis, keagamaan, atau pula nilai-nilai lain.

Pada penelitian yang telah dilakukan mengenai eksistensi Reog Ponorogo pada masyarakat Desa Sumoroto, ditemukan bahwa mereka menjalankan kearifan lokal yang ada hanya untuk bertujuan menghargai dan

commit to user

sesajen, ziarah makam diharapkan nantinya ketika anak cucu yang telah berdoa untuk mereka tanpa meminta kesenangan dunia, para leluhur akan menyampaikan kepada Sang Kuasa bahwa mereka para leluhur masih selalu didoakan oleh anak cucunya. Ketika kita mencintai para leluhur, kita juga seolah mencintai Tuhan kita sendiri. Karena saat kita mendoakan para leluhur, leluhur akan secara tidak langsung menyampaikan kepada Tuhan tentang doa yang kita panjatkan. Kemudian Max Weber juga menjelaskan tentang tindakan rasionalitas nilai dimana tindakan ini pelaku tidak hanya sekedar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya tapi juga menentukan dari tujuan itu sendiri.

Seperti halnya dengan penelitian yang telah dilakukan, bahwa masyarakat yang ada di Desa Sumoroto masih tetap menmpertahankan tradisi dan nilai-nilai yang ada diantaranya seperti mereka masih melakukan apa yang telah diciptakan oleh leluhur yaitu untuk tidak memakai baju berwarna hijau saat acara yang berkenaan dengan Reog Ponorogo. Mereka menganggap hal itu merupakan salah cara mereka untuk tetap mempertahankan dan menjaga kelestarian dari Reog Ponorogo. Mereka menilai dengan mempertahankan tradisi yang ada, keselamatan dan keamanan dari Desa Sumoroto akan tetap terjaga. Tidak hanya hal tersebut, masih melakukan tradisi untuk tidak menjalin hubungan pernikahan dengan Desa Mirah merupakan salah satu upaya agar mereka terhindar dari malapetaka yang telah diciptakan oleh para leluhur. Itulah salah satu nilai positif dari masyarakat Desa Sumoroto dengan

commit to user

kehidupan yang mereka jalankan dengan tradisi-tradisi yang ada mereka tidak menganggap bahwa apa yang dilakukan mereka seperti halnya upacara sesajen tersebut sebagai hal yang musrik dan menentang agama, mereka hanya ingin menghormati dan menghargai apa yang telah diciptakan oleh para leluhur dengan menyajikan apa yang disukai oleh leluhur salah satuny adalah wewangian. Doa-doa yang dilafadkan juga selalu bertumpu pada Al Quran. Jadi, antara budaya jawa yang masih berada di desa tersebut masih kental tanpa harus mencampurkan dan memusrikkan agama mereka.

commit to user