120
baru turun pada tahun 2014 dengan nama sekolah yang baru yaitu SD Negeri Tukang.
4.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Regrouping Sekolah
Ada beberapa
faktor yang
mempengaruhi regrouping sekolah. Namun kali ini di SD Negeri Tukang
01 dan SD Negeri Tukang 02 Kec. Pabelan Kab. Semarang hanya dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu
kekurangan tenaga pengajar, kekurangan siswa, letak sekolah dalam satu kampus dan persaingan yang tidak
sehat serta peraturan Mendagri tentang regrouping sekolah. Faktor-faktor pemicu terjadinya regrouping
tersebut sesuai dengan pedoman pelasanaan regrouping sekolah. Jumlah tenaga pendidik di SD Negeri Tukang
01 yang kurang, yaitu kekosongan pada jabatan kepala sekolah dan mapel olahraga menjadikan proses
pembelajaran tidak berjalan dengan maksimal. Sperti yang dikatakan oleh Ibu Dewi Kepala Dinas Pendidikan
Kab. Semarang menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena pemerintah Kab. Semarang jumlah guru PNS
mulai berkurang karena banyaknya jumlah guru yang pensiun,
sementara pengangkatan
PNS tidak
memenuhi kuota yang dibutuhkan. Sehingga oleh dinas UPTD Kec. Pabelan dan Dinas Pendidikan Kab.
Semarang memutuskan untuk memberikan mandate
121
kepada Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampu dua sekolah sekaligus.
Permasalahan kedua adalah sedikitnya jumlah siswa dari tahun ke tahun yang hanya berkisar 70-80
siswa, dipandang tidaklah efektif dan efisien apabila ditambah dengan guru baru. Untuk mengatasinya jam
pelajaran olahraga diampu oleh guru kelas masing- masing. Sementara tugas kepala sekolah sebelum
diampu oleh Kepala Sekolah SD Negeri Tukang 02, semua bentuk pelaporan ditanda tangani atas nama
guru senior di sekolah tersebut. Selang beberapa bulan dinas pendidikan memberikan SK kepada Kepala
Sekolah SD Negeri Tukang 02 untuk mengampu dua sekolah.
Perebutan siswa seringkali terjadi. Kedua sekolah bersaing secara tidak sehat untuk mendapatkan siswa
baru. Oleh
karena itu
masyarakat menjadi
kebingungan dalam menentukan pilihan. Walaupun pada akhirnya kedua sekolah mendapatkan jumlah
siswa baru yang seimbang, karena tiap tahun hanya selisih
1-3 anak.
Kebingunan masyarakat
ini dikarenakan letak sekolah yang berada pada satu
lokasi, namun didalamnya terdapat dua lembaga pendidikan.
Sesuai dengan
keputusan Menteri
Pendidikan Dan Kebudayaan tentang jumlah minimal siswa dalam 1 rombongan belajar rombel minimal 20
siswa tidak terpenuhi pada kedua sekolah tersebut.
122
Setiap guru kelas rata-rata hanya memegang 10-15 siswa, mulai dari kelas I sampai kelas VI.
Faktor-faktor tersebut sudah sesuai dengan pedoman pelaksanaan regrouping yang tertulis dalam
peraturan Mendagri tahun 1998 tersebut. Oleh karena itu sangat dimungkinkan jika kedua sekolah tersebut
digabung menjadi satu induk.
4.3.3. Dampak Program Regrouping Sekolah