2.Perubahan Berupa Pembelahan Makna Perubahan berupa pembelahan makna mempunyai perbedaan dengan
perluasan makna, karena pembelahan makna lebih diikatkan dengan konteks kebahasaan, berupa akibat dari gabungan kata yang menghasilkan frase atau kata
majemuk. Seperti kata roha yang makna konseptualnya adalah ‘pikiran’ saroha ‘satu pikiran’, ginjang roha ‘tinggi hati’, lambok roha ‘lembut pikiran’, parroha
hepeng ‘berpikiran duit’. Frase saroha berasal dari prefiks sa- yang digabungkan dengan kata roha
yang bermakna ‘pikiran, hati’ kemudian kata ginjang yang digabung dengan kata roha menjadi ginjang roha yang bermakna ‘tinggi pikiran’ apabila kedua kata
sa+roha digabungkan maka kata tersebut menghasilkan pembelahan makna baru yaitu ‘sehati’ bukan ‘satu pikiran’, dan begitu juga pada kata ginjang+roha jika
kedua kata itu digabungkan akan menghasilkan pembelahan makna baru yaitu ‘sombong’, ‘congkak’ bukan tinggi pikiran. Makna kata ini timbul karena
lazimnya dalam masyarakat Batak Toba bahwa bentuk kata roha merupakan pusat perasaan dalam budaya Toba.
Di dalam polisemi, perubahan makna itu dapat terjadi dari beberapa faktor yaitu:
4.3.1 Perubahan Berupa Perluasan Makna
Sebuah kata pada awalnya digunakan untuk satu kontekstual tertentu. namun, kata itu kemudian mengalami perluasan pemakaian pada konteks lain.
Dalam BBT, yaitu pada kata Tiur yang digunakan untuk cuaca atau lampu yang ‘cerah dan terang’ seperti dalam kalimat,
Universitas Sumatera Utara
35a.Tiur nai palito on Terang P lampu ini
’Lampu ini sangat terang’ b. Tiur hian sondangni mataniari sadari on
Cerah sekali sinarnya matahari sekarang ini ’Sinar matahari sangat cerah pada hari ini’
Akan tetapi, kata itu kemudian dipakai untuk menjelaskan pekerjaan yang tidak mengalami hambatan atau yang berjalan lancar tanpa kurang sesuatu apa
pun sebagaimana halnya cuaca yang cerah dan dan sinar lampu yang terang. Kata itu kemudian bermakna ’berjalan lancar’. dengan demikian, makna kata itu
menjadi meluas sesuai dengan perluasan pemakaian kata dalam konteksnya seperti kaliamat berikut:
b. Tiur do nian ulaon hita i
Lancar P memang pesta kita itu ’Pesta kita itu bejalan lancar’
4.3.2 Pemakaian Khas pada Suatu Lingkungan Masyarakat
Makna yang berbeda dari sebuah kata timbul karena dipakai oleh masyarakat lingkungan yang berbeda, sehingga makna dari kata itu berubah.
dalam BBT yaitu pada kata pande yang digunakan menerangkan orang yang pintar dilingkungan masyarakat sekolah atau yang menuntut ilmu pengetahuan
seperti dalam kalimat berikut, 36
Nungnga pande be ho hape Sudah pandai P engkau rupanya
Universitas Sumatera Utara
’Engkau rupanya sudah pandai’ 36 a. Ibana do na umpande di parsikkolaanna
dia P yang lebihpande di sekolahnya ’Dia yang lebih pande di sekolahnya’
Akan tetapi, masyarakat pekerja bangunan dan pemusik tradisional Batak Toba, kemudian menggunakan kata pande sehingga kata itu dapat berubah makna
pada ’tukang’ dan ’pemusik’ ini dapat dibuktikan dari kalimat berikut; 36 b Jolma na pande do boi padengganton i
orang P pintar P bisa memperbaiki itu ‘Tukanglah yang bisa memperbaiki itu’
36 c Pande nami, bahen ma jolo gondang somba-somba i.
pintar kami, buat P dulu gendang sembah-sembah itu ‘Pemusik, Buatlah dulu gendang sembah-sembah itu’
4.3.3 Pemakain Kiasan