Gambaran Penghayatan Kesetiaan Para Suster Medior SSpS
hidup sebagai religius, berkat cintanya yang tanpa pamrih dan kesetiaannya pada panggilannya.
Setiap Kongregasi harus terus menerus merenungkan kharisma pendirinya. Dengan melihat akar-akarnya sendiri, akan muncul secara baru
sumber kehidupan rohani. Serikat para Suster Misi Abdi Roh Kudus SSpS dan para Suster Adorasi Abadi SSpSAP dapat membarui diri dan menentukan
tugasnya ditengah zaman kita secara lebih tepat dengan menengok kembali kharisma Maria Helena. Melalui pendalaman biografinya kita dapat menemukan
secara baru apa yang sesungguhnya menopang kita dan dari sumber mana para Suster hidup, agar dapat memberi jawaban yang tepat atas tuntutan zaman.
Dengan mendengar suara Allah dalam hatinya sendiri dan melalui cintanya yang hidup dari karunia Roh Kudus, Maria Helena telah meletakkan sebuah dasar di
atasnya tidak cuma serikat para Suster SSpS dan para Suster SSpSAP dapat membangun spiritualitasnya, melainkan semua orang yang bersedia mendalami
riwayat hidup wanita menarik ini Grün, 1852-1900: 66. Dari hasil observasi dan pengalaman pribadi, penulis akan menguraikan
dalam bagian ini: macam-macam kegiatan para Suster Medior SSpS dan penghayatan spiritualitas Maria Helena oleh para Suster Medior SSpS.
1. Macam-macam Kegiatan para Suster Medior SSpS
Kehidupan para Suster Medior SSpS sama sekali tidak terlepas dari kegiatan rohani, jasmani dan kegiatan sosial yang mendukung hidup panggilan
dan tugas perutusan yang dipercayakan Kongregasi kepada mereka. Di sini
penulis akan menguraikan kegiatan-kegiatan tersebut dalam tiga bagian seperti kegiatan rohani, kegiatan komunitas, dan kegiatan sosial sebagai berikut:
a. Kegiatan Rohani
Kegiatan rohani merupakan kegiatan yang mengarahkan manusia untuk semakin dekat pada Allah. Para Suster Medior SSpS dalam menjalankan tugas
prutusan yang dipercayakan Kongregasi kepada mereka selalu berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah dengan berbagai kegiatan rohani. Kegiatan rohani
tersebut seperti: 1
Ekaristi St Arnoldus Janssen adalah seorang pribadi yang mencintai karisti. Tidak
ada hari yang dilaluinya tanpa berlutut di depan Sakramen Mahakudus. Para Suster SSpS meneladani apa yang dicontohkan St Arnoldus Janssen. Bagi mereka
Ekarisit memperdalam persatuan hidup dengan Kristus dan menjadi sumber kekudusan apostolik serta tanda persatuan yang ampuh, karena itu mereka
mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi setiap hari dan bila tidak memungkinkan untuk diadakan perayaan Ekaristi maka diadakan ibadat sabda
disertai komuni kudus. Penyembahan Sakramen Mahakudus mendapat tempat dalam doa pribadi dan komunitas sehingga pentahtaan Sakramen Mahakudus
dalam komunitas SSpS minimal dua kali dalam sebulan Konst. 402-402.1.
2 Penghormatan kepada Roh Kudus
Sebagai Abdi Roh Kudus para Suster SSpS memuliakan dan mencintai Roh Kudus secara istimewa. Setiap hari para Suster SSpS memuji Allah Roh
Kudus dengan menyerukan doa “Veni Creator Spiritus” pada pagi hari dan “Veni
Sancte Spiritus” pada siang hari dan sore hari memohon bantuan-Nya untuk Gereja dan karya missioner-Nya dengan berdoa mohon ketujuh karunia Roh
Kudus Konst. 405.3. Salah satu tradisi yang tetap dipertahankan oleh Kongregasi SSpS sampai saat ini adalah pembaharuan penyerahan diri kepada
Roh Kudus pada Senin ketiga dalam bulan Konst. 405.2. Hari raya Pentakosta menjadi pesta titular Kongregasi. Titular
artinya pribadi Ilahi “Roh Kudus” yang kepadanya Kongregasi dipersembahkan sehingga Titular adalah pelindung dari
Kongregasi yang menggunakan nama itu. Karena itu Pentakosta menjadi pesta utama Kongregasi SSpS Konst. 405.1.
3 Penghormatan kepada Hati Kudus
Penghormatan kepada Hati Kudus merupakan ungkapan cinta, kekudusan dan semangat apostolik. Ungkapan penghormatan kepada Hati Kudus dilakukan
oleh para Suster dengan melakukan adorasi atau biasa disebut acara “jam silih” pada setiap hari Jumat khususnya Jumat pertama dalam bulan, pada pesta Hati
Kudus Yesus, hari Kamis menjelang Jumat pertama dan malam menjelang pesta Hati Kudus Yesus dan selama bulan Juni Konst. 406-406.1.
4 Penghormatan kepada Bunda Maria
Kongregasi SSpS menghormati Bunda Maria sebagai pelindung utama Kongregasi, karena itu Kongregasi SSpS secara istimewa merayakan pesta-pesta
Bunda Maria yakni: hari raya Bunda Maria Allah 1 Januari, Maria menerima
kabar dari Malaekat Tuhan 25 Maret, Maria diangkat ke Surga 15 Agustus, Kelahiran St Maria 8 September, Maria dikandung tanpa noda 8 Desember dan
Maria ratu para imam pada setiap Sabtu pertama dalam bulan Manuale provinsi SSpS Jawa, 1999:28.
5 Penghormatan kepada Allah Tritunggal
Para Suster hendaknya hidup sadar dihadirat Allah Tritunggal Mahakudus, dalam arti hidup aktif dan dinamis menuju kepada kepenuhan dan
kesempurnaan hidup. Karena itu, sebagai pelayan cinta-Nya para Suster SSpS harus belajar untuk melihat dimana Allah berkarya dalam diri dan sekitarnya,
peka terhadap karya-Nya kemudian melaksanakan kehendak-Nya Konst. 404. Hari raya Tritunggal dirayakan sebagai pesta utama Kongregasi SSpS
Konst. 404. Ada satu tradisi doa yang membantu para Suster untuk hidup di hadirat Allah yakni Doa seperempat jam atau doa suku jam, yang berbunyi “
Allah, Engkaulah kebenaran abadi. Kami percaya kepada-Mu. Allah, Engkaulah kekuatan dan selamat kami. Kami harap pada-Mu. Allah, Engkaulah kebaikan tak
terhingga. Kami kasihi Dikau dengan segenap hati. Engkau mengutus Sabda Penyelamat Dunia. Jadikanlah kami semua bersatu di dalam-Nya. Curahkanlah
Roh Putera-Mu kepada kami. Supaya nama- Mu kami muliakan. Amin”. Doa ini
diucapkan setiap seperempat jam pada kapan dan dimana saja para Suster berkarya Konst. 404.2.
6 Membaca Kitab Suci setiap hari
Kitab Suci menjadi sumber hidup rohani yang tak kunjung kering. Karena itu setiap anggota Kongregasi dianjurkan untuk membaca Kitab Suci
setiap hari sebagai cara atau sarana yang dapat memperkaya dan memperdalam hidup rohani mereka. Sharing Kitab Suci dilakukan para Suster tiap Minggu pada
hari yang telah disepakati bersama dalam komunitas Konst. 409.
7 Doa batin
Hidup religius kita didukung oleh doa batin Konst. 411. Doa batin yang dimaksud adalah meditasi dan kontemplasi. Meditasi adalah merenung, menalari,
menggali dan menganalisis kebenaran atau menggali dan menganalisis Sabda Tuhan sampai pesannya meresap ke dalam hidup dan hati kita, lalu ini
diungkapkan dalam doa Rochadi Widagdo, 2003:48. Kontemplasi adalah doa tanpa kata dan tanpa pikiran. Dalam latihan rohani kata kontemplasi memiliki
makna memandang suatu objek imajinasi yang konkret: melihat pribadi-pribadi dalam Injil seakan-akan mereka sungguh hadir, mendengarkan apa yang sedang
dikatakannya, berelasi dan menanggapi kata-kata dan tindakannya Keating, 2004: 35. Pusat dan fokus kontemplasi adalah Yesus. Dengan doa batin diharapkan
para Suster mengetahui betapa Tuhan mencintai dan menerima dirinya, dan semakin berkembang hidup rohaninya. Meditasi harian bagi para Suster SSpS
sekurang-kurangnya setengah jam Konst. 411, selain meditasi para Suster juga menggunakan satu jam setiap hari untuk berdoa pribadi dan bacaan rohani Konst.
411.1.
8 Doa Rosario
Dalam doa Rosario para Suster merenungkan misteri penyelamatan manusia oleh Yesus, Putera Maria. Karena itu diharapkan agar setiap Suster
mendoakan doa Rosario pada setiap hari dan doa Rosario bersama dalam bulan Rosario yakni bulan Mei dan Oktober yang diatur oleh komunitas Manuale prov.
SSpS Jawa, 1999:28.
9 Menciptakan ketenangan
Untuk menciptakan persatuan yang mesra dengan Allah para Suster SSpS senantiasa mengusahakan ketenangan yang mencakup seluruh pribadi sebagai
persiapan untuk berdoa, meditasi dan keterbukaan untuk menerima bisikan dan karya Allah Konst. 413. Karena itu para Suster senantiasa melakukan silentium
pada hari Sabtu malam untuk persiapan hari Minggu dan ketenangan sesudah makan. Selain itu ada juga tempat-tempat yang dijadikan klausura seperti ruang
doa dan kamar pribadi Manuale prov. SSpS Jawa, 1999:29-30.
10 Doa offisi Gereja
Doa Offisi merupakan doa wajib bagi seorang religius sesuai yang ada dalam KHK 1174. Kongregasi SSpS sebagai tarekat religius menjadikan doa
offisi sebagai doa bersama dan utama Kongregasi. Bagi para Suster dengan mendoakan doa offisi mereka menggabungkan diri bersama seluruh Gereja berdoa
dan membawa sembah sujud, pujian, syukur dan permohonan kepada Allah Konst. 410. Para Suster mendoakan bersama doa offisi, Laudes dan Vesperae
pada pagi dan sore hari atau doa-doa lain untuk pengudusan seluruh hari Konst. 410.1.
11 Pembaharuan yang terus menerus dalam Tuhan
Para Suster SSpS melakukan pembaharuan diri melalui: pertama, pemeriksaan batin harian, untuk meninjau kembali perjalanan setengah hari atau
satu hari yang berlalu, bisa pada siang dan malam hari ketika ibadat penutup atau sebelum tidur malam. Kedua, rekoleksi merupakan saat untuk mengumpulkan
kembali pengalaman yang telah dilalui dalam terang Kitab Suci, dengan demikian pengalaman itu menjadi kekuatan bagi langkah selanjutnya. Ketiga, retret adalah
suatu kesempatan untuk sejenak mundur meninggalkan segala kesibukan dan untuk sejenak bersama Allah secara khusus dalam keheningan Konst. 414-414.4.
selain itu para Suster SSpS mengadakan pembaharuan komunitas menjelang hari raya Natal, Paskah dan pesta komunitaspesta family. Acara pembaharuan
komunitas dipimpin oleh Suster yang bertugas. Untuk susunan acara pembaharuan tergantung dari kreatifitas Suster yang memimpin, dengan tidak melupakan inti
dari acara tersebut yakni mengakui kelemahan diri di hadapan Tuhan dan seluruh anggota komunitas dan berniat untuk memperbaharuinya.
Jadi hidup rohani pendiri dan Co-pendiri sangatlah berpengaruh pada hidup rohani puteri-puteri penerus Kongregasi. Hidup rohani pendiri dan Co-
pendiri Kongregasi menjadi sumber kekayaan rohani Kongregasi. Kongregasi SSpS harus bersyukur karena memiliki begitu banyak kekayaan rohani yang
diwariskan oleh pendiri dan Co-pendiri kepada mereka. Dengan warisan rohani
dari bapa pendiri dan Co-Pendiri diharapakan membantu para Suster untuk meningkatkan kesetiaan hidup rohani dan membiara mereka.
Kegiatan-kegiatan rohani tersebut di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup para Suster SSpS. Hal ini tampak dari kerinduan para
Suster studi untuk senantiasa hidup dihadirat Allah melalui berbagai kegiatan rohani tersebut. Mereka menyediakan waktu, seluruh hati dan keberadaan diri
untuk berada selalu bersama Tuhan, karena menyadari bahwa tujuan hidup ini adalah mendekatkan diri pada Tuhan, percaya dan mengasihi-Nya, bukan
menyibukkan diri dengan kegiatan lainnya. Dari berbagai kegiatan rohani tersebut yang mendapat perhatian utama
adalah perayaan Ekaristi, karena Ekaristi merupakan sumber dan pusat hidup komunitas. Sebagai sumber hidup komunitas, Ekaristi mengalirkan rahmat yang
dibutuhkan para Suster Medior untuk menjalani hidup dan panggilan mereka sebagai biarawati.
b. Kegiatan Komunitas
Komunitas adalah hidup bersama yang ditandai oleh kesiapsediaan untuk saling mendukung dan kritis terhadap diri sendiri. Komunitas bukan hanya sarana
untuk mencapai damai, namun sekaligus juga menjadi tempat di mana damai yang kita cari sungguh-sungguh dialami Nouwen, 2007:132. Para Suster Medior
SSpS dalam hidup bersama di komunitas menyatakan kesiapsediaan mereka untuk saling mendukung dan bersikap kritis dengan berusaha terlibat dan aktif dalam
berbagai kegiatan komunitas:
1 Pertemuan Komunitas
Pertemuan komunitas diadakan para Suster tiap Minggu pada hari yang telah disepakati bersama dalam komunitas. Topik pembicaraan bervariasi: bacaan
rohani, membaca surat-surat dari pemimpin general atau provinsi maupun evaluasi komunitas. Pertemuan dilaksanakan selama ± 30 menit, namun terkadang
disesuaikan dengan kebutuhan komunitas saat itu.
2 Makan bersama
Para Suster mengadakan makan bersama secara komunitas pada setiap malam, namun ada pula yang mengadakan makan bersama pagi, siang dan malam,
dan ada juga yang mengadakan pagi dan malam, masing-masing komunitas mengatur jadwal sesuai dengan keadaan setempat. Hari Minggu menjadi hari
keluarga sebagai satu komunitas sehingga waktu sepenuhnya pagi, siang, malam diadakan makan bersama. Para Suster mengawali makan bersama dengan berdoa
dan membaca Konstitusi Kongregasi SSpS khususnya pada malam hari.
3 Rekreasi Bersama
Para Suster mengadakan rekreasi bersama setiap hari selama satu jam setelah makan malam kecuali pada hari yang yang telah disepakati sebagai hari
privatim dan untuk berdoa Rosario.
c. Kegiatan Sosial
Sebagai Suster Medior SSpS yang tinggal ditengah masyarakat yang
majemuk karena itu mereka juga bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya. Mereka melaksanakan kegiatan tersebut sebagai bentuk dari kepedulian mereka
akan realitas hidup dalam masyarakat seperti: kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga ini sekaligus silahturahmi pada moment-moment tertentu seperti Natal,
Tahun Baru, Paskah, dan Idulfitri. Kunjungan ini bukan hanya kunjungan bagi yang seiman tetapi juga bagi non Katolik untuk mempererat hubungan
kekeluargaan di lingkungan dan masyarakat sekitar
2. Penghayatan Spiritualitas Beata Maria Helena Stollenwerk
Dengan melihat akar-akar Pendiri dan Co-Pendiri SSpS akan muncul secara baru sumber kehidupan rohani. Kongregasi SSpS dan SSpSAP dapat
membaharui diri dan menentukan tugasnya di tengah zaman ini secara lebih tepat dengan menengok kembali charisma Maria Helena Stollenwerk. Lewat
pendalaman biografinya Kongregasi SSpS dan SSpSAP dapat menemukan secara baru apa yang sesungguhnya menopang Kongregasi SSpS dan SSpSAP dan dari
sumber mana mereka hidup, agar dapat memberi jawaban yang tepat atas tuntutan zaman. Dengan mendengarkan suara Allah dalam hatinya sendiri dan melalui
cintanya yang hidup dari karunia Roh Kudus, Beata Maria Helena Stollenwerk telah meletakkan sebuah dasar diatasnya tidak cuma Kongregasi SSpS dan
SSpSAP dapat membangun dan menghayati spiritualitasnya, melainkan semua orang yang bersedia mendalami dan menghayati riwayat hidup wanita menarik ini
Grün, 1852-1900: 67. Demikian juga panggilan untuk pelayanan missioner dan kesalehan Ekaristi menjadi kesatuan yang mendalam. Semakin ia bertumbuh ke
dalam panggilan misionernya, semakin mendalam cintanya terhadap Ekaristi. Demikian juga, devosi Ekaristinya merupakan sumber kekuatan dalam
menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghadang di jalan panggilan misionernya dan kemudian devosi itu membuatnya mampu memenuhi tugas pribadi dalam
pelayanan misi universal Stegmaier, 1852-1900: 6. Tiga sikap yang sangat menentukan dalam menghayati spiritualitas Beata Helena Stollenwerk yaitu:
a. Mendengarkan Allah
Mengembangkan sebuah sikap untuk menangkap apa yang dikehendaki Allah dari diri kita. Percaya bahwa Allah bukanlah Allah yang jauh, melainkan
Allah yang berbicara kepada kita. Contoh: Maria Helena melihat karya Allah dalam minatnya yang besar akan berita-berita di dalam laporan tahunan
perkumpulan Kanak-Kanak Yesus. Allah sendirilah yang membuatnya tertarik pada misi Cina dan hendak memanggilnya untuk karya misi. Apabila dia
membaca tentang anak-anak di Cina, maka dia selalu merasa sangat terkesan, kerinduannya kian bernyala. Di dalam perasaan tertarik dan rindu, perasaan
terkesan dan tersentuh karena penderitaa anak-anak di Cina, dia mendengar suara Kristus sendiri yang berkata kepadanya “Mari, ikutilah Aku” dia percaya pada
perasaannya bahwa di sini Allah sendiri bekerja. Hal ini tidak hanya mencerminkan kedekatannya dengan Allah, melainkan juga mengungkapkan
kepercayaan dirinya sendiri, kepercayaan yang sangat kokoh pada perasaan dan bisikan hatinya. Dia bersedia belajar mendengar dari Allah sampai dia sendiri
merasa pasti, apa yang sesungguhnya dikehendaki Allah darinya bahwa dia tidak menghendaki karyanya melainkan hatinya.
b. Doa kepada Allah
Bagi Maria Helena doa adalah penyembahan. Karena di dalam penyembahan kita berlutut di depan Allah karena Dia adalah Allah. Di sini yang
penting bukanlah kita dan persoalan kita, tapi kita berusaha untuk melupakan diri sendiri, agar sepenuhnya berada di hadirat-Nya. Maria Helena sangat bahagia
hidup bersama Kristus di bawah satu atap. Ini merupakan bentuk doa dan bentuk hidupnya. Doa telah mengubah dirinya sendiri dan telah menciptakan dunia
sekitarnya menjadi sebuah suasana yang baik. Lewat doa kita mewakili orang- orang lain yang tidak mempunyai cukup waktu untuk berdoa dan mereka yang
tidak dapat berdoa lagi karena mereka tidak dapat berbicara lagi di depan Allah. Hal ini merupakan tugas yang amat penting bagi biarawanwati. Sebuah
komunitas yang menghadirkan seluruh jagad di depan Allah pada kesempatan doa brevirnya, akan dapat menentukan prioritas untuk aktivitasnya, yang pasti
bermakna untuk seluruh dunia. Dari doa yang intensif untuk dunia akan muncul gagasan untuk karya yang membawa berkat bagi dunia.
c. Perjuangan dengan Allah
Sebagai orang modern kita mungkin tidak dapat lagi memahami kesetiaan serupa yang di lakukan oleh Maria Helena. Di mana sejak kecil dia
sudah merasakan panggilannya untuk melayani anak-anak di Cina sebagai misionaris. Dia tetap setia pada panggilannya ini. Duapuluh tahun lamanya tetap
setia, kendati secara lahiriah tak ada sesuatu pun yang mendukung kesetiaan itu, hal ini tak lain dari tanda iman yang dalam. Maria Helena percaya pada Tuhan
bahwa Tuhan tidak akan membiarkannya gagal, dia percaya bahwa Tuhan pun
tetap setia kepadanya. Didukung oleh kesetiaan Tuhan itu dia dapat setia kepada panggilannya dan dirinya sendiri. Kesetiaan merupakan ungkapan hubungannya
dengan Allah. Maria Helena tidak setia kepada prinsip-prinsipnya, tetapi kepada
hubungannya dengan Allah yang sudah dipeliharanya sejak kecil. Dia setia kepada Allah karena dia yakin akan kesetiaan-Nya kepadanya. Sebagai seorang
biarawanwati Medior jatuh cinta, mereka hampir tidak lagi bertanya, apakah mereka mau tetap setia pada jalannya atau tidak. Yang mereka tanyakan adalah
bagaimana mereka dapat hidup baik dan jujur hari ini. Tetapi bagaimanapun kesetiaan adalah suatu unsur penting dalam perwujudan diri manusia. Karena di
dalam kesetiaan terdapat kerinduan agar hidup kita mendapat kepenuhan, dapat mengatasi semua pertentangan, pemisahan dan pembagian waktu serta
pengalaman, bahwa di dalam diri kita ada sesuatu yang mangatasi waktu, sesuatu yang abadi. Lewat kesetiaan kepada panggilannya Maria Helena berhasil
menemukan kesatuan hidup dan dirinya. Dia tidak terpecah dalam banyak penampilan dan peran dalam banyak pengalaman yang dibuatnya. Dalam
kesetiaan kepada Allah yang memanggilnya dia dapat menemukan jati dirinya, dapat menemukan gambar yang telah dibuat Allah untuknya, gambar yang asli
dan benar. Kesetiaan kepada panggilan yang dirasakan oleh setiap orang dapat juga
menjadi sumber kekuatan untuk kita semua. Sebaliknya keraguan, apakah Allah sungguh memanggil kita, akan melumpuhkan dan menghalangi kita untuk
mengembangkan bakat dan kemampuan kita Grün, 1852-1900: 68-76.