Gambaran Umum Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus SSpS Provinsi

Suster Misi Abdi Roh Kudus disingkat SSpS pada tanggal 8 Desember 1889 di Steyl-Belanda. Kongregasi ini memiliki sebutan nama lengkap dalam bahasa Latin Congregatio Missionalis Servarum Spiritus Sancti disingkat Cm. S.Sp.S. Dalam bahasa Indonesia artinya Kongregasi Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus Konstitusi SSpS 1984. Sebutan Cm.S.Sp.S. merupakan sebutan resmi dan menunjuk pada nama Kongregasi sedangkan untuk menyebut para Suster menggunakan sebutan Suster SSpS. Nama SSpS mempunyai dasar biblis yang mencerminkan identitas dan sikap hidup para anggotanya. Pemberian nama ini, tidak sekali jadi tetapi mengalami proses perkembangan. Pada tahun 1882, Arnoldus Janssen memikirkan sebuah kongregasi dengan tiga cabang: Imam, Bruder, dan Suster dibawah satu pimpinan. Kongregasi itu dipersembahkan kepada Sabda yang menjelma menjadi manusia sehingga para anggotanya mempunyai tugas yang sama: “Verbistae”, menurut Sabda yang telah di utus menjadi manusia Bornemann, 1968. Pada tahun yang sama pula Arnoldus Janssen mulai menulis regula bagi Suster yang akan di beri nama “ Suster Sabda Allah “ Mchugh, 1975: 142. Tahun 1883, dalam kunjungannya ke Wina Australia, Arnoldus Janssen mendapat usulan dari Pater Meditz, CM. agar Kongregasi Suster yang akan didirikan itu diberi nama “ Puteri-puteri Roh Kudus “ yang secara istimewa menyembah Roh Kudus. Berkat penghormatan mereka kepada Roh Kudus, para Suster akan membuat silih atas dosa-dosa melawan Roh Kudus. Dan melalui sembah sujud mereka di depan Sakramen Mahakudus para Suster hendak berdoa memohon berkat bagi seluruh Gereja terutama bagi para imam. Arnoldus Janssen dan Pater Meditz sependapat bahwa tugas para Suster adalah menyembah dan menghormati Roh Kudus. Mereka juga sependapat bahwa tugas para Suster berdoa bagi karya kerasulan serta menghormati Maria sebagai mempelai Roh Kudus yang tak bernoda. Pada tanggal 15 Januari 1885, Arnoldus Janssen menyisipkan beberapa gagasan tujuan Kongregasi SSpS: Pertama, menghormati Allah Roh Kudus; Kedua, menyembah Sakramen Mahakudus; Ketiga, berdoa bagi para Imam. Dan tugas para Suster yang paling penting ialah membantu para Imam SVD dalam hal membina dan mendidik kaum wanita di daerah-daerah misi. Tahun 1890, Arnoldus Janssen menyusun Konstitusi bagi para Suster dan beliau mencatat nama Suster klaus ura “Puteri Roh Kudus“ dan Suster “Abdi Roh Kudus“. Namun dalam penyusunan konstitusi selanjutnya perbedaan antara Abdi dan Puteri tidak digunakan lagi, keduanya disebut “Abdi Roh Kudus“. Salah satu topik utama Kapitel SVD II tahun 18901891 yaitu tentang pendirian Kongregasi Suster di pilih nama “SERVAE SPIRITUS SANCTI”. Nama ini mengandung makna mendalam dengan panggilan misionernya Boernemann, 1968: 233. Selanjutnya para Suster memakai nama “Abdi Roh Kudus” dengan lambang Roh Kudus yang melayang di atas Salib Yesus. Lambang itu memperlihatkan Kristus sebagai Hamba Allah yang mempersembahkan diri kepada Allah dalam kekuatan Roh Kudus, sebagai persembahan yang tak bercacat. Di situ Roh Kudus digambarkan sebagai Roh Kekuatan yang menarik manusia kepada Allah Yoh 3: 16. Bagi para Suster yang berkaul kekal, di samping mengenakan kalung Roh Kudus di atas Salib Yesus, juga memakai cincin dengan gambar Roh Kudus di bagian luar, sedang dibagian dalam cincin itu tertulis “Ave Sponsa Coelestis”, artinya: salam mempelai surgawi. Gagasan ini timbul karena dengan mengikrarkan kaul kekal berarti para Suster menyerahkan diri selama-lamanya kepada Allah dalam kekuatan Roh Kudus dan menjadi mempelai Roh Kudus. Pada tanggal 8 Desember 1889, diakui sebagai hari berdirinya Kongregasi SSpS McHugh, 1978: 20. Kongregasi SSpS merupakan kongregasi yang bersifat internasional, terdiri dari berbagai suku, bahasa, bangsa dan aneka kebudayaan, aneka kepribadian dan aneka usia, namun para Suster menyadari bahwa Roh Kuduslah yang mempersatukan mereka semua. Dalam kebersatuan ini, SSpS hidup dalam kebersamaan komunitas karena dasar hidup para Suster adalah iman kepada Allah Tritunggal. Allah Tritunggal adalah sumber, teladan kesempurnaan setiap komunitas. Hidup bersama adalah karya pewahyuan cinta kasih Allah Tritunggal, oleh karena itu hidup komunias para Suster berpusat pada Allah Tritunggal, dijiwai oleh cinta kasihnya yang dinamis sehingga mereka mampu memancarkan komunitas Allah Tritunggal sendiri. Maka melalui sikap hidup para Suster Allah Tritunggal semakin dikenal, dicintai dan dimuliakan. Pusat Kongregasi di Roma-Italia. Saat ini Kongregasi SSpS sudah berkarya di lima benua atau hampir di seluruh Negara. Benua Afrika meliputi: Angola, Botswana, Bolivia, Etiopia, Ghana, Mozambique, Togo, Zambia, dan Afrika Selatan. Benua Amerika Serikat meliputi: Antiqua, Barbua, Illinois, Maryland, Pennsylvania, dan Missisipi; Amerika Selatan meliputi: Argentina, Bolivia, Chili, Brasilia, Paraguay, dan Cuba. Benua Asia meliputi: India, Indonesia, Jepang, Korea, Philipina, Taiwan, dan Timor Leste. Benua Eropa meliputi: Austria, Belanda, Czechos Slowakia, Italia, Inggris, Irlandia, Jerman, Polandia, Romania, Rusia, Spanyol, Switzerland dan Ukraina. Benua Oceania meliputi: Australia, Papua New Guinea dan Fiji. Di Indonesia kongregasi SSpS ada lima provinsi yaitu: Provinsi Jawa yang pusatnya di Surabaya, Provinsi Flores Timur yang pusatnya di Kewapante-Maumere, Provinsi Flores Barat yang pusatnya di Ruteng, Provinsi Timor yan pusatnya di Atambua, dan Provinsi Kalimantan yang pusatnya di Palangkaraya. Setiap Provinsi dipimpin oleh provinsial dan dewannya.

2. Spiritualitas Kongregasi

Spiritualitas SSpS bersumber dari warisan rohani St Arnoldus Janssen sebagai pendiri Kongregasi. St Arnoldus Janssen memiliki spiritualitas sejak dalam keluarganya. Ayahnya bernama Gerard Janssen yang beriman sangat dalam dan sangat menghormati Allah Tritunggal Mahakudus. Ibunya bernama Anna Katarina adalah seorang pendoa yang saleh dan sangat menghormati Ekaristi. Dalam keluarga yang saleh dan tekun beriman ini, St Arnoldus Janssen memperoleh teladan hidup yang dikenal dengan sebutan spiritualitas yang kemudian diwariskan kepada ketiga kongregasi yang didirikannya yaitu: SVD Societas Verbi Divini didirikan pada tanggal 8 September 1875, Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus yang disingkat SSpS Servarum Spiritus Sancti dan Kongregasi Misi Abdi Roh Kudus Penyembah Abadi Servarum Spiritus Sancti de Adorasi Perpetua yang disingkat SSpSAP didirikan pada tanggal 8 Desember 1896. Kongregasi SSpSAP bersifat kontemplatif, yang memiliki tugas khusus mendoakan kedua kongregasi misi yakni SVD dan SSpS serta mendoakan seluruh dunia. Mereka juga menghayati hidup klausura secara ketat dan menjalankan Adorasi abadi kepada Sakramen Mahakudus selama dua puluh empat jam setiap hari. Spiritualitas Allah Tritunggal yang diwariskan St Arnoldus Janssen. Allah Tritunggal yang bersemayam dalam hati setiap orang itulah yang menjadi sumber dan tujuan misi Kristus ditengah dunia. Allah Tritunggal merupakan persekutuan pribadi-pribadi yang berelasi, sederajat, unik, bersatu dalam melaksanakan misi penyelamatan semua umat manusia. Oleh karena itu komunitas Allah Tritunggal menjadi komunitas ideal bagi para Suster SSpS dimana setiap pribadi saling memperkaya, saling berhubungan erat dan saling melengkapi dalam melaksanakan tugas perutusan. Kerinduan terbesar dari setiap SSpS adalah “Semoga Allah Tritunggal Mahakudus hidup dalam hati kita dan dalam hati umat manusia” dalam bahasa Latin “Vivat Deus Unus et Trinus in Cordibus Nostris”. Spiritualitas Arnoldus Janssen tampak dalam kemampuannya menggabungkan aktivitas dan doa secara seimbang. Ia ingin menanamkan nilai yang sama ini dalam diri para pengikutnya. Salah satu sarana adalah mengucapkan doa suku jam, yakni rumusan doa singkat yang berisi penghormatan kepada “Allah Tritunggal”. Doa itu disebut doa suku jam karena didoakan setiap waktu 15 menit. Kerinduan ini merupakan kerinduan batin terdalam dari pendiri St Arnoldus Janssen yang dilanjutkan oleh Beata Maria Helena Stollenwerk dan Beata Josepha Stenmanns sebagai pemimpin awal kongregasi SSpS. Kerinduan tersebut merupakan visi dari kongregasi SSpS McHugh, 1978: 9-11.

3. Kharisma Kongregasi

Sebagaimana Kongregasi biarawati aktif lainnya, Kongregasi SSpS diberi karunia untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan Kristus. Dan sebagai sebuah Kongregasi internasional ia terbuka kepada Roh Kudus dan siap sedia untuk diutus ke mana saja dibutuhkan Gereja terutama di daerah perintis. Kharisma Kongregasi SSpS berawal dari kharisma Bapa Pendiri yaitu St Arnoldus Janssen. Kharisma yang diwariskan oleh St Arnoldus Janssen adalah kharisma missioner. Kongregasi SSpS sebagai sebuah komunitas rohani atau pesekutuan rohani memiliki tujuan dan misi khusus yang menjadi sumbangan nyata bagi perkembangan Kerajaan Allah ditengah dunia. Kongregasi SSpS mengambil bagian dalam tugas perutusan Gereja universal yakni mewartakan Kabar Gembira Kristus kepada semua orang Konst 103. Sesuai dengan dasar dan tujuan panggilan hidup sebagai biarawati Abdi Roh Kudus, maka para Suster SSpS mengikuti Yesus pada jalan Nasehat Injil yaitu “kaul keperawanan yang ditahbiskan kepada Tuhan, kaul kemiskinan Injili dan kaul ketaatan apostolik” Konst 202 seperti tarekat religius lainnya. Kekhasan atau kharisma SSpS yaitu: Religius Misioner. Yang dimaksudkan adalah kelompok Suster yang menjalani hidup bakti dengan mengikrarkan kaul-kaul hidup membiara secara publik sebagai misionaris Abdi Roh Kudus, yang mengikuti Yesus sebagai misonaris dengan mengandalkan bimbingan dan kekuatan dari Allah Roh Kudus. Kharisma Religius Misioner ini diungkapkan dalam karya kerasulan yang dilakukan oleh Suster-Suster Misi Abdi Roh Kudus, antara lain: bidang pen- didikan, kesehatan, Pastoral dan Katekese, Sosial kemasyarakatan, serta bidang- bidang frontier lainnya dimana hidup manusia terancam atau dimana orang tidak menemukan lagi makna kehidupannya Rehbein, 1990: 61. Kongregasi SSpS dapat berkarya dalam bidang apa saja dan dalam aspek apa saja. Sesuai dengan sifatnya, Kongregasi SSpS terbuka untuk menjadi misionaris internasional yang hidup dalam komunitas internasional yang mewartakan persatuan dan kesatuan hidup sebagai anak-anak Allah Konst 103- 104.

4. Misi Kongregasi

Setiap lembaga juga haruslah mempunyai misi yang jelas seperti halnya dengan visi. Karena untuk mewujudkan dan mencapai visi tersebut maka misi sangat dibutuhkan. Adapun misi kongregasi SSpS adalah mewartakan Kabar Gembira. Hal ini dipertegas dalam Konstitusi SSpS yaitu: Misi yang utama Kongregasi SSpS: Sesuai maksud Pendiri, tugas kita yang utama ialah Mewartakan Kabar Gembira. Terbuka terhadap lingkungan dan kebutuhan zaman, Arnoldus Janssen menginginkan kita bekerja di daerah misi di mana pelayanan kita sebagai wanita dibutuhkan dalam karya karitatip, pendidikan dan pengajaran dan pembinaan rohani. Meskipun kita tetap setia pada tugas-tugas tradisional, kita terbuka terhadap cara baru dalam menjawabi kebutuhan Gereja dalam dunia dewasa ini Konst SSpS, art 103. Kongregasi SSpS mengutamakan karya missioner, mau menjawab situasi sosial yang diliputi kegelapan dosa dan tak beriman, sesuai dengan kharisma kongregasi. Dengan mengutamakan karya missioner itu, Kongregasi SSpS memberi tempat berpijak yang sesuai atau cocok bagi perkembangan spiritualitas dan kharismanya dan mengharapkan akan menghasilkan buah yang berlimpah bagi kepentingan Gereja. Selanjutnya kaul-kaul mendapat tempat yang istimewa dalam pola hidup tersebut. Jadi dengan menekankan komunitas religius yang ditandai ketiga nasehat Injil isi tiga kaul tersebut, Kongregasi menjadikan hidup setiap anggota sebagai simbol yang bisa amat kuat dan meyakinkan berbicara mengenai spiritualitas dan kharisma serta misiperutusannya kepada sesama yang dilayani Rehbein, 2000 .

5. Keanggotaan Suster-suster Medior Kongregasi SSpS Provinsi Maria

Bunda Allah Kaul kekal atau di sebut Medior. Medior adalah mereka yang tahu apa artinya mengikuti Yesus secara manusiawi dan secara personal. Tahu dan sadar bahwa kendati segala pengalaman pahit, seperti kekecewaan, derita persaingan, kegagalan dan pengkhianatan selama masa pembinaan, Yesus tetap diterima sebagai satu-satunya pusat hidup. Orang yang sudah mengucapkan kaul kekal adalah orang yang sudah tahu dari pengalaman bagaimana membangun dan memperkembangkan kesetiaan kepada Yesus lewat kelemahan dan kekuatannya. Jadi yang membedakan kualitas “ya” antara kaul kekal adalah kesadaran orang itu sendiri akan arti mengikuti Yesus secara konkrit dalam hidup religius. Kristus akhirnya disadari, diterima menjadi kekuatan untuk menghayati hidupnya. Oleh karenanya juga tahu apa yang menjadi tuntutan untuk mengikuti Yesus dan hidup bersama dengan Yesus. Ia juga sadar bahwa hidup religius bukan untuk mengucapkan kaul kekal, tetapi melihat bahwa kaul kekal dapat merupakan sarana yang efektif bagi dirinya untuk memperkembangkan hidup, kesucian dan kepribadiannya dalam Kristus. Kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan haruslah merupakan struktur hidup dan pribadinya, yang memberikan kerangka dasar untuk membangun hidupnya. Dengan kata lain, seluruh hidup pribadi, tindakan, motivasi dan lain sebagainya harus dibangun pada realitas fundamental ini. Dalam Kongregasi SSpS persiapan langsung untuk kaul kekal sangat penting. Dalam keadaan kurangnya keatifan dan dalam suasana lebih tenang para Suster merefleksikan pengalaman tentang bimbingan cinta Allah dalam hidup dan dalam karya mereka sebagai abdi Roh Kudus. Waktu lebih banyak digunakan untuk doa, bacaan rohani, dan studi sebagai sarana pembaharuan diri dalam prinsip dasar hidup rohani dan kerelaan penuh kegembiraan dalam hidup religius. Mereka diberi bantuan untuk memperkokoh panggilan religius missioner Konst 533.

D. Kesetiaan

Pada zaman modern ini, banyak hal yang dianggap sebagai tradisi lama ditinjau kembali dalam perkembangan kehidupan, dan ukuran untuk menilai kerap kali diletakkan atas dasar gunanya dalam kehidupan baik pribadi maupun bersama. Kalau sekarang ini orang berbicara tentang kesetiaan, kerap kali persoalan yang sama ikut mencampuri makna kenyataan itu. Sekali lagi, guna menjadi penentu makna suatu sikap yang tampaknya mempunyai arti besar bagi perkembangan hidup ini. Setia memang sebuah nama yang menunjukkan kenyataan yang tidak mudah diamati. Kesetiaan menyangkut pengertian kasih, kerahiman, karunia yang di tawarkan di dalam hidup ini, dan menuntut pertanggungjawaban yang tetap dan terus menerus. Kesetiaan adalah tanda bukti kasih yang tidak mudah luntur oleh kesulitan hidup. Kesetiaan seperti itu mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan bersama maupun pribadi. Kesetiaan menjadi bukti mutu pribadi dan mutu pelayanan pribadi itu bagi sesamanya. Maka kesetiaan juga memiliki peranan yang tak ternilai dalam proses kehidupan. Bila Negara tidak memiliki tokoh-tokoh pahlawannya yang setia membela kepentingan bersama, Negara itu akan runtuh dilanda musuh. Kesetiaan memang menjadi landasan kehidupan bersama yang amat penting peranannya bagi bangunan kehidupan. Semakin kuat kesetiaan, semakin indah pula bangunan kehidupan, karena mempunyai alas yang kokoh untuk membangun aneka ragam bentuk kehidupan. Kita bisa bertanya diri: adakah kesetiaan seperti itu? Mampukah manusia setia secara utuh? Haruskah manusia setia kalau ia menderita karena ketidaksetiaan orang lain? Dalam pertanyaan- pertanyaan itu terumus satu tantangan, untuk memahami secara mendalam, merenungkan secara luas cakrawala kesetiaan dalam kehidupan manusia itu. Salah satu landasan hidup yang sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan hidup itu adalah iman. Dalam terang iman diharapakan orang mempunyai pemahaman yang lebih luas cakrawala tentang arti kesetiaan Darmawijaya, 1989: 46. Dalam Kitab Suci kesetiaan kerap kali untuk menunjukkan sifat Allah dan sifat itu erat sekali hubungannya dengan kerahiman atau kasih karunia yang di-nyatakan kepada manusia. Contoh: Setelah Abraham menjadi tua, ia menghendaki agar anaknya Ishak mendapatkan istri yang menjamin masa depan suku dan iman akan Allah Yang Maharahim terhadap mereka dengan mengutus hambanya yang terpercaya dan berhasil menemukan gadis idaman suku dan iman tersebut. Keberhasilan usaha dilihat sebagai kasih karunia dan kesetiaan Tuhan yang mendampingi perjalanan dan usaha hamba Abraham tersebut, lih. Kej 24:27. Demikian yang di alami oleh Musa pada waktu ia memimpin bangsa Israel melintasi padang gurun dan merumuskan pengalaman iman mereka dalam hubungan mereka dengan Allah. Suatu ketika merasa jengkel terhadap bangsa yang dikasihi Allah itu. Ia menghancurkan loh batu di mana tertulis bagaikan dalam prasasti sepuluh perintah Allah yang dianggapnya tidak dibangun lagi lih. Kel 32:19. Israel telah begitu murtad karena tidak setia kepada Allah, membalikkan diri dan mempercayai kekuatan dan kesenangan diri, sehingga tuntunan Musa selama ini dianggap tidak berarti lagi . Ini menurut Musa. Tetapi lain apa yang dikehendaki Allah menurut keyakinan iman Israel. Musa dipanggil kembali menaiki gunung yang tinggi, untuk bertemu dengan Allah yang memilih bangsa kesayangan-Nya. Ia memahat kembali loh batu prasasti perintah Allah bagi bangsa Israel. Allah yang diimani bangsa itu menyatakan diri-Nya tetapi tetap setia kepada Musa dan Bangsa-Nya. Allah yang baik terhadap bangsa itu ternyata tetap setia, kendati pun bangsa-Nya tidak setia.