Dampak positif dan negatif menghuni kos

3. Masa sekolah menengah atas

Seseorang duduk di bangku sekolah menengah atas SMA, individu tersebut berada pada periode remaja. Hal ini didasarkan pada pembagian masa remaja menurut Konopka dalam Hartinah, 2008, yaitu remaja awal dengan rentang usia 12 hingga 15 tahun. Kemudian remaja madya dengan rentang usia 15 hingga 18 tahun. Terakhir adalah masa remaja akhir dengan rentang usia 19 hingga 22 tahun. Berdasarkan pembagian tersebut maka siswa SMA berada pada remaja madya. Usia remaja madya mulai tumbuh dorongan untuk hidup dari dalam diri, kebutuhan akan teman yang mampu memahami dan menolongnya, teman yang mampu merasakan suka dan duka bersama. Pada usia ini, remaja mulai mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja. Proses pembentukan pendirian atau pandangan hidup ataupun cita-cita disebut dengan penemuan nilai-nilai kehidupan Jahja, 2011.

4. Kecemasan remaja pada akademik

Masa remaja masa transisi perkembangan dari anak-anak menuju masa dewasa. Berada di masa transisi, seseorang masih merasakan sebagian masa kanak-kanak namun telah mencapai sebagian masa dewasa. Secara umum perkembangan remaja dikelompokan menjadi tiga aspek, yaitu fisik, kognitif dan psikososial Desmita, 2009. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Perkembangan fisik memiliki arti penting dalam kegiatan belajar. Kegiatan fisik tidak hanya sebagai penopang dalam kegiatan belajar, tetapi memiliki peran untuk memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu Djamarah, 2011. Aspek perkembangan yang mempengaruhi belajar tidak hanya aspek fisik, aspek perkembangan kognitif mempengaruhi belajar siswa. Kognitif memiliki arti perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Anak yang memiliki struktur kognitif yang baik, maka penguasaan anak atas bahan pelajaran yang telah dikuasai baik Djamarah, 2011. Hal ini berkaitan dengan ingatan siswa. Pengetahuan yang telah dikuasai tersebut dibutuhkan, maka seseorang yang memiliki kognitif yang baik akan lebih mudah untuk mengingat kembali Djamarah, 2011. Kondisi tersebut sering dijumpai saat seorang siswa menghadapi tes atau ujian. Saat tes seorang siswa diminta untuk mengingat kembali pengetahuan yang telah dipelajari untuk menjawab pertanyaan. Ujian adalah salah satu bentuk evaluasi atas pemahaman siswa mengenai pelajaran yang telah diajarkan dari pihak sekolah. Hasil ujian digunakan untuk mengetahui prestasi belajar dari seorang siswa Masidjo, 1995. Ujian atau tes digunakan untuk memotivasi dan membimbing siswa dalam belajar Slameto, 1988. Sebagian pengajar percaya bahwa tes atau ujian menghasilkan kebiasaan belajar yang baik, akan tetapi sebagian orang menganggap bahwa ujian atau tes menimbulkan kecemasan dan mengaganggu belajar seseorang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Slameto, 1988. Salah satu hal yang membuat seorang siswa dilanda kecemasan adalah situasi tes yang diadakan oleh sekolah Slameto, 1988. Kirkland dalam Slameto, 1988 menyebutkan bahwa siswa menjadi semakin cemas menghadapi sebuah tes jika tes tersebut digunakan untuk menentukan tingkat-tingkat siswa. Saroson dalam Slameto, 1988 melaporkan hasil penelitian yang dia lakukan bahwa siswa dengan tingkat kecemasan tinggi tidak berprestasi sebaik siswa yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam beberapa tugas yang ditandai dengan tantangan, kesulitan, penilaian prestasi, dan memiliki batas waktu. Kecemasan menghadapi ujian disebabkan oleh beberapa hal. Hasan dalam Pratiwi, 2014 mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah dilakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang menimbulkan kecemasan menghadapi tes atau ujian, yaitu keterbatasan waktu, tingkat kesulitan, dan instruksi tes. Purwadi 2014 menyebutkan bahwa kecemasan saat ujian atau tes disebabkan oleh kondisi dan situasi ujian atau tes. Faktor yang lain adalah kurang percaya diri siswa terhadap kemampuan yang ia miliki. Syah 2008 mengungkapkan bahwa kecemasan mengahadapi ulangan kenaikan kelas disebabkan karena standar nilai kelulusan yang dianggap terlalu tinggi oleh sisiwa dan tidak sesuai dengan kemampuan. Faktor lain adalah siswa berada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA

4 33 22

KOHESIVITAS KELUARGA PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERTEMPAT TINGGAL TERPISAH.

3 24 20

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS YANG TINGGAL DI PONDOKAN DENGAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA.

0 1 5

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI LAKI-LAKI YANG TINGGAL DI ASRAMA DENGAN LAKI-LAKI YANG TINGGAL BERSAMA ORANG PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI LAKI-LAKI YANG TINGGAL DI ASRAMA DENGAN LAKI-LAKI YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA PADA SISWA KELAS II SMA MTA SURAKARTA

0 0 16

PENDAHULUAN PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI LAKI-LAKI YANG TINGGAL DI ASRAMA DENGAN LAKI-LAKI YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA PADA SISWA KELAS II SMA MTA SURAKARTA.

0 0 4

Perbedaan Sikap Sosial Antara Siswa Yang Tinggal Di Pondok Pesantren dan Siswa Yang Tinggal Bersama Orang Tua Pada Siswa Kelas II MA Banat NU Kudus Pada Tahun Pelajaran 2004/2005.

0 0 1

Perbedaan Tingkat Perkembangan Moral Antara Remaja yang Tinggal Bersama Orang Tua (Keluarga) dengan Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren - Ubaya Repository

0 0 1

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANTARA SISWA TK YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DAN YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN SKRIPSI

0 0 15

PERBANDINGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN PADA BIDANG STUDI QUR’AN HADIST

0 0 30

Perbedaan self regulated learning pada mahasiswa yang bertempat tinggal di kos dan di rumah bersama orang t - USD Repository

0 1 119