Tingkat kecemasan siswa SMA menghadapi ulangan umum akhir semester antara siswa yang bertempat tinggal bersama orang tua dan siswa yang bertempat tinggal di Kos.

(1)

TINGKAT KECEMASAN SISWA SMA MENGHADAPI ULANGAN UMUM AKHIR SEMESTER ANTARA SISWA YANG BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA ORANG TUA DAN SISWA YANG BERTEMPAT

TINGGAL DI KOS

Karina Prabawati

ABSTRAK

Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan siswa SMA menghadapi ujian akhir semester antara siswa kos dengan siswa yang tinggal dengan orang tua. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan, sedangkan variabel bebas adalah tempat tinggal. Hipotesis menyatakan ada perbedaan tingkat kecemasan antara siswa kos dengan yang tinggal bersama orang tua. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 222 orang. Subjek dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu siswa SMA yang kos dan siswa yang tinggal dengan orang tua. Metode pengumpulan data dengan penyebaran tes dan skala yang dikembangkan oleh peneliti.

Reliabilitas tes kecemasan sebesar α = 0,960 dengan jumlah 49 item. Teknik analisis data pada

penelitian ini adalah teknik Mann Whitney U Test karena sebaran data tidak normal. Hasil perhitungan menggunakan Mann Whitney U Test menunjukkan perbedaan tingkat kecemasan antara siswa kos dengan yang tinggal dengan orang tua dengan nilai signifikansi 0,000. Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Maka siswa kos dan siswa yang tinggal bersama orang tua memiliki tingkat kecemasan yang secara signifikan berbeda.


(2)

THE ANXIETY LEVEL OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS WHILE HAVING FINAL EXAMINATION BETWEEN STUDENTS LIVING IN BOARDING HOUSES AND STUDENTS LIVING WITH

THEIR PARENTS

Karina Prabawati

ABSTRACT

This research aimed to the anxiety level differences of senior high school students while having final examination between students living in boarding houses and students living with their parent. Dependent variable in this research was anxiety, while the independent variable was residence. The proposed hypothesis was that there was different level anxiety between students living in boarding houses and students living with their parents. Subject of this research were 222 students. Subject were chosen by purposive sampling method. They were senior high school students that living in boarding houses and students living with their parents. Data were gained by using psychological testing and scale which was developed by researcher. Reliability for anxiety test

was α = 0,960 with 49 items. Mann Whitney U Test correlation technique was chosen to analyze the data because of the abnormal data distribution. The result of Mann Whitney U Test showed different level of anxiety between students that living in boarding houses and students that living with their parents with significant score 0,000. The result meant that the research hypothesis was received. Therefore, students who living in boarding houses and students who living with their parents have different level of anxiety.


(3)

Tingkat Kecemasan Siswa SMA Menghadapi Ulangan Umum

Akhir Semester Antara Siswa Yang Bertempat Tinggal Bersama

Orang Tua Dan Siswa Yang Bertempat Tinggal Di Kos

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Karina Prabawati NIM : 119114126

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

GOD IS GOOD ALL THE TIME

GOD GIVES YOU WHAT YOU NEED AND SOMETIMES IT’S NOT

WHAT YOU WANT

Kepuasan itu terletak pada usaha bukan

pada pencapaian hasil. Berusaha keras

adalah kemenangan terbesar .

- Mahatma Gandhi -

Satu-satunya cara melakukan sebuah

pekerjaan yang luar biasa adalah dengan

mencintai apa yang saat ini tengah anda

kerjakan.

- Steve Jobs -

Entah berkarir atau menjadi ibu rumah

tangga, seorang wanita wajib berpendidikan

tinggi karena ia akan menjadi ibu. Ibu yang

cerdas akan menghasilkan anak yang cerdas

pula.


(7)

v

Karya ini saya persembahkan untuk:

Allah SWT yang selalu memberkatiku

Bapak dan Ibu tercinta

Adik-adikku tercinta

Sahabat-sahabatku terkasih dan

tercinta

Teman-temanku yang memberi

dukungan padaku


(8)

(9)

vii

TINGKAT KECEMASAN SISWA SMA MENGHADAPI ULANGAN UMUM AKHIR SEMESTER ANTARA SISWA YANG BERTEMPAT TINGGAL BERSAMA ORANG TUA DAN SISWA YANG BERTEMPAT

TINGGAL DI KOS

Karina Prabawati

ABSTRAK

Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan siswa SMA menghadapi ujian akhir semester antara siswa kos dengan siswa yang tinggal dengan orang tua. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan, sedangkan variabel bebas adalah tempat tinggal. Hipotesis menyatakan ada perbedaan tingkat kecemasan antara siswa kos dengan yang tinggal bersama orang tua. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 222 orang. Subjek dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu siswa SMA yang kos dan siswa yang tinggal dengan orang tua. Metode pengumpulan data dengan penyebaran tes dan skala yang dikembangkan oleh peneliti.

Reliabilitas tes kecemasan sebesar α = 0,960 dengan jumlah 49 item. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah teknik Mann Whitney U Test karena sebaran data tidak normal. Hasil perhitungan menggunakan Mann Whitney U Test menunjukkan perbedaan tingkat kecemasan antara siswa kos dengan yang tinggal dengan orang tua dengan nilai signifikansi 0,000. Hal ini berarti bahwa hipotesis penelitian ini diterima. Maka siswa kos dan siswa yang tinggal bersama orang tua memiliki tingkat kecemasan yang secara signifikan berbeda.


(10)

viii

THE ANXIETY LEVEL OF SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS WHILE HAVING FINAL EXAMINATION BETWEEN STUDENTS LIVING IN BOARDING HOUSES AND STUDENTS LIVING WITH

THEIR PARENTS

Karina Prabawati

ABSTRACT

This research aimed to the anxiety level differences of senior high school students while having final examination between students living in boarding houses and students living with their parent. Dependent variable in this research was anxiety, while the independent variable was residence. The proposed hypothesis was that there was different level anxiety between students living in boarding houses and students living with their parents. Subject of this research were 222 students. Subject were chosen by purposive sampling method. They were senior high school students that living in boarding houses and students living with their parents. Data were gained by using psychological testing and scale which was developed by researcher. Reliability for anxiety test was α = 0,960 with 49 items. Mann Whitney U Test correlation technique was chosen to analyze the data because of the abnormal data distribution. The result of Mann Whitney U Test showed different level of anxiety between students that living in boarding houses and students that living with their parents with significant score 0,000. The result meant that the research hypothesis was received. Therefore, students who living in boarding houses and students who living with their parents have different level of anxiety.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan anugerah yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi

yang berjudul ”Tingkat kecemasan siswa sma menghadapi ulangan umum akhir semester antara siswa yang bertempat tinggal bersama orang tua dan siswa yang bertempat tinggal di kos” ini terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Pemilihan topik ini berawal dari fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar penulis, dimana penulis melihat bahwa saat ini banyak anak SMA yang telah memilih untuk kos. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi banyak orang. Selain itu, penulis berharap dengan adanya skripsi ini memunculkan lebih banyak penelitian mengenai topik yang sama sehingga dapat lebih tergali tentang masalah yang ada.

Penulis menyelesaikan tulisan ini berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Asusti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu sabar dalam membimbing penulis.


(13)

(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 6

C. TUJUAN PENELITIAN ... 6

D. MANFAAT PENELITIAN ... 7

1. Teoritis ... 7

2. Praktis ... 7


(15)

xiii

A. KECEMASAN ... 8

1. Pengertian Kecemasan ... 8

2. Gejala-Gejala Kecemasan ... 10

3. Aspek-Aspek Kecemasan ... 11

B. TINGGAL BERSAMA ORANG TUA ... 14

1. Pengertian Tinggal Bersama Orang Tua ... 14

2. Dampak Positif dan Negatif Tinggal Bersama Orang Tua ... 15

C. KOS ... 16

1. Pengertian Kos ... 16

2. Dampak Positif dan Negatif Menghuni Kos... 17

D. REMAJA ... 19

1. Pengertian Remaja ... 19

2. Tugas-Tugas Perkembangan ... 20

3. Masa Sekolah Menengah Atas ... 22

4. Kecemasan Remaja Pada Akademik ... 22

E. TINGKAT KECEMASAN SISWA SMA DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER ANTARA SISWA KOS DENGAN YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA ... 25

F. HIPOTESIS ... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 31

A. JENIS PENELITIAN ... 31

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ... 31


(16)

xiv

1. Tingkat Kecemasan ... 32

2. Tempat Tinggal Siswa ... 33

D. SUBJEK PENELITIAN ... 33

E. METODE DAN INSTRUMEN PENELITIAN ... 34

F. KREDIBILITAS INSTRUMEN PENELITIAN ... 36

1. Uji Validitas ... 36

2. Analisis Item ... 37

3. Uji Reliabilitas ... 39

G. METODE ANALISIS DATA ... 40

1. Uji Asumsi ... 40

a) Uji Normalitas ... 40

b) Uji Homogenitas ... 41

2. Uji Hipotesis ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 42

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN ... 43

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ... 44

D. HASIL ... 45

1. Uji Normalitas ... 45

2. Uji Homogenitas ... 47

3. Uji Hipotesis ... 48

4. Hasil Tambahan ... 50


(17)

xv

BAB V ... 56

A. KESIMPULAN ... 56

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 56

C. SARAN ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Penelitian Skala Kecemasan ... 35

Tabel 2. Blue-print Skala Kecemasan Sebelum Try-out ... 36

Tabel 3. Blue-print Skala Kecemasan Sesudah Try-out ... 38

Tabel 4. Blue-print Skala Kecemasan Final ... 39

Tabel 5a. Data Statistik Reliabilitas Sebelum Seleksi Item ... 40

Tabel 5b. Data Statistik Reliabilitas Sesudah Seleksi Item ... 40

Tabel 6a. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Tinggal ... 43

Tabel 6b. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas ... 43

Tabel 6c. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 7. Deskripsi Data Variabel Kecemasan ... 44

Tabel 8. Test of Normality Skala Kecemasan ... 45

Tabel 9. Uji Homogenitas ... 47

Tabel 10. Uji Mann-Whitney Kecemasan Antara Siswa Kos dan Siswa Yang Tinggal Dengan Orang Tua ... 48

Tabel 11. Mean Uji Mann-Whitney Test Kecemasan Antara Siswa Kos dan Siswa Yang Tinggal Dengan Orang Tua ... 49

Tabel 12. Kategorisasi Skor Kecemasan ... 50

Tabel 13. Kategorisasi Skor Kecemasan Pada Siswa SMA Yang Tinggal Dengan Orang Tua Dan Kos Dalam Menghadapi Ujian Akhir Semester... 51


(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Konsep Penelitian ... 29 Gambar 2. Plot Skala Kecemasan Pada Siswa yang Tidak Kos ... 46 Gambar 3. Plot Skala Kecemasan Pada Siswa kos ... 46


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 62

Lampiran 2 Hasil Reliabilitas dan Seleksi Item ... 76

Lampiran 3 Skala Final ... 82

Lampiran 4 Statistik Deskriptif ... 92

Lampiran 5 Uji Normalitas ... 93

Lampiran 6 Uji Homogenitas ... 94


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan meningkatkan kualitas serta mengembangkan potensi dari sumber daya masunia. Sekolah merupakan salah satu tempat untuk memperoleh pendidikan. Selain tempat untuk memperoleh pendidikan, sekolah juga menjadi sumber masalah bagi siswa yang memicu stress pada anak (Fimian dan Cross, dalam Desmita, 2009). Para siswa dihadapkan pada banyak tuntutan dan perubahan yang cepat, sehingga membuat mereka mengalami masa-masa yang penuh stress. Salah satu faktor yang membuat siswa menjadi stress adalah ujian.

Selama proses pendidikan di sekolah sering diadakan tes hasil belajar. Tes tersebut dilakukan untuk mengetahui prestasi belajar atau kecakapan baru yang telah dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran di sekolah (Permanasari, 2013). Tersedia beberapa tes untuk mengukur hasil belajar, yaitu ulangan harian, ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian kenaikan kelas dan ujian nasional. Tes dan ujian tersebut membuat siswa merasa cemas. Penelitian yang dilakukan oleh Gusniarti (2002) menunjukan bahwa lebih dari 50% siswa merasa cemas menghadapi ujian semester. Penelitian lain menunjukan bahwa sebagian siswa salah satu


(22)

SMP di Banjarnegara mengalami kecemasan dalam menghadapi ulangan harian (Permanasari, 2013).

Bagi siswa SMA, kecemasan menghadapi ujian akhir karena semua nilai raport dari semester satu hingga semester lima digunakan untuk menentukan kelulusan dan digunakan untuk masuk ke perguruan tinggi negeri. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 97 Tahun 2013 mengenai Ujian Akhir Nasional yang salah satu isinya tentang standar minimal nilai kelulusan dan syarat kelulusan siswa. Pada peraturan tersebut dijelaskan bahwa nilai raport memiliki bobot 40% dalam penentuan kelulusan. Nilai raport juga digunakan untuk masuk perguruan tinggi. Berdasarkan peraturan pendaftaran SNMPTN terbaru bahwa SNMPTN merupakan pola seleksi nasional berdasarkan hasil penelusuran prestasi akademik dengan menggunakan nilai rapor semester 1 (satu) sampai dengan semester 5 (lima) bagi SMA/MA dan SMK/MAK dengan masa belajar 3 (tiga) tahun atau semester 1 (satu) sampai dengan semester 7 (tujuh) bagi SMK/MAK dengan masa belajar 4 (empat) tahun, dan portofolio akademik. Sehingga, banyak siswa yang ingin memperoleh nilai yang tinggi agar mampu masuk ke perguruan tinggi yang diinginkan tanpa melalui jalur tes. Berdasarkan laporan beberapa siswa, mereka merasa khawatir dan cemas menghadapi ujian semester karena hal-hal di atas.

Kecemasan merupakan perasaan yang dialami seseorang saat sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi (Priest dalam Lubis, 2009). Definisi lain mengungkapkan bahwa kecemasan merupakan reaksi emosional yang normal


(23)

pada beberapa situasi, tetapi kecemasan akan menjadi reaksi emosional yang tidak normal pada beberapa situasi lain (Nevid, 2005). Berdasarkan PPDGJ (2001) kecemasan disebabkan oleh situasi yang jelas dan sebenarnya tidak membahayakan. Perasaan bimbang dan gugup dalam menghadapi sesuatu yang penting seperti ujian atau ketidaksiapan individu untuk melakukan sesuatu seperti menghadapi ujian memicu perasaan cemas (Safaria, 2009).

Kecemasan yang dialami oleh siswa mengganggu proses belajar dan mengajar. Menurut Sudrajat (dalam Purwadi, 2014) kecemasan menghadapi ujian menjadi penghambat belajar yang mengganggu kinerja fungsi-fungsi psikologis seseorang, seperti konsentrasi, mengingat, takut akan kegagalan, pembentukan konsep dan pemecahan masalah. Pada tingkat kecemasan yang kronis dan akut, seseorang akan mengalami gangguan fisik (somatik), seperti gangguan pencernaan, sering buang air, gangguan jantung, sesak di dada, gemetar bahkan pingsan. Penelitian lain menunjukan bahwa kecemasan menjadi faktor penghambat dalam belajar (Hill dalam Pratiwi, 2014). Kecemasan menghadapi ujian disebabkan oleh kurang persiapan dari siswa (Astuti, 2015). Persiapan menghadapi ujian atau ulangan merupakan hal penting untuk menentukan kesiapan mengerjakan semua soal yang tersedia (Olivia, 2011). Salah satu bentuk persiapan yang dilakukan siswa dalam rangka menghadapi ujian adalah dengan belajar.

Belajar dianggap mampu meningkatkan rasa percaya diri seseorang sehingga siswa merasa lebih siap menghadapi ujian atau ulangan (Purwadi, 2014). Belajar merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecemasan.


(24)

Belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi belajar adalah faktor jasmani, faktor psikologis, dan faktor kelelahan. Sedangkan faktor dari luar yang mempengaruhi belajar adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat (Slameto, 2010). Faktor-faktor tersebut tidak hanya mempengaruhi semangat belajar, namun faktor-faktor tersebut membuat siswa menjadi malas belajar.

Kegiatan belajar siswa yang tinggal bersama orang tua akan terganggu oleh beberapa hal seperti sikap orang tua. Sikap orang tua terhadap anak merupakan salah satu faktor belajar yang membuat anak menjadi malas untuk belajar. Orang tua yang kurang memberikan perhatian dalam belajar dan bahkan orang tua yang terlalu berlebihan dalam memberikan perhatian kepada anak membuat anak tersebut malas untuk belajar (Khairani, 2014).

Hal lain yang mengganggu belajar siswa yang tinggal bersama orang tua adalah suasana belajar yang membuat siswa menjadi malas untuk belajar. Fasilitas yang berlebihan yang tersedia di rumah seperti CD, VCD, dan barang elektronik lain yang berisi games menimbulkan rasa malas (Khairani, 2014). Faktor jasmani seperti kondisi fisik yang sedang lelah membuat seseorang menjadi malas belajar (Slameto, 2010).

Siswa yang tinggal bersama orang tua dan terganggu dalam belajar dan merasa malas untuk belajar karena hal-hal di atas akan cenderung kurang memiliki persiapan untuk menghadapi ujian akhir semester. Kurang persiapan menjelang ujian akhir semester menyebabkan kecemasan (Astuti, 2015).


(25)

Menurut Astuti (2015) cara untuk belajar dan menanggulangi kecemasan adalah dengan menghindari hal-hal yang mengganggu aktivitas belajar. Beberapa siswa menjadikan kos sebagai pilihan untuk menghindari gangguan-gangguan tersebut. Mereka mengatakan bahwa ketersediaan fasilitas seperti VCD, TV, DVD dan games di rumah menjadi salah satu alasan mereka untuk memilih kos. Selain itu, menurut Dana (2013) salah satu keuntungan dari kos adalah jarak antara kos dengan sekolah yang relatif dekat. Hal yang sama diungkapkan oleh Soemantri (dalam Prianggono, 2013) yang mana alasan seseorang memilih kos adalah mempersingkat waktu perjalanan. Hal ini mengurangi resiko kelelahan pada diri siswa. Kelelahan merupakan salah satu faktor yang membuat siswa menjadi malas untuk belajar (Slameto, 2010).

Kos memberikan kesempatan siswa untuk berdiskusi dan memudahkan siswa memperoleh informasi karena dekat dengan teman mereka (Soemantri, dalam Prianggono, 2013). Berdiskusi dengan teman membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh seseorang (Soejanto, 1981). Belajar kelompok mampu menurunkan kecemasan pada diri siswa karena belajar kelompok memotivasi siswa untuk belajar (Adeyuniati, dalam Olivia, 2011). Menurut Olivia (2011) pada tahap sekolah menengah umum, belajar secara berkelompok perlu ditingkatkan guna menelengkapi usaha untuk belajar sendiri. Belajar berkelompok memiliki sisi positif dalam pemecahan masalah. Selain itu, siswa yang belajar kelompok mampu melihat hubungan antara satu mata pelajaran dengan pelajaran yang lain dan diterapkan dalam pemecahan masalah (Olivia, 2011).


(26)

Selain itu kos memiliki dampak buruk untuk seseorang. Efendi (2013) mengungkapkan bahwa anak kos merupakan komunitas yang rentan terhadap pergaulan bebas, karena mereka memiliki kebebasan dalam mengatur hidupnya. Kebebasan tersebut berdampak negatif pada perilaku remaja yang kos (Wahidah, 2014). Kebebasan hidup di tempat kos menjadi faktor penting yang mempengaruhi cara belajar anak yang kos (Efendi, 2013). Berdasarkan uraian di atas, tempat tinggal mempengaruhi fokus belajar guna mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian akhir semester.

Saat ini beberapa siswa SMA telah memilih untuk kos meskipun mereka berasal dari kota yang sama dengan sekolah. Siswa kos rata-rata berasal dari kota yang sama dengan sekolah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin melihat apakah anak yang kos memiliki tingkat kecemasan yang berbeda dengan siswa yang tinggal bersama orang tua.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini:

Apakah siswa kos memiliki tingkat kecemasan yang berbeda dengan siswa yang tinggal dengan orang tua.

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui apakah tingkat kecemasan siswa kos dan yang tinggal bersama orang tua mengalami perbedaan.


(27)

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan ilmu terutama bidang psikologi pendidikan untuk mengkaji tentang keadaan psikologis siswa dalam menghadapi ujian akhir semester serta mengkaji tentang pilihan tinggal bersama orang tua atau kos yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada diri siswa dalam menghadapi ujian akhir semester.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan orang tua maupun siswa untuk memilih untuk kos atau tinggal bersama orang tua selama ujian ataupun selama duduk di bangku SMA.


(28)

8 BAB II

LANDASAN TEORI A. Kecemasan

1. Pengertian

Setiap orang di dunia ini tentu saja pernah mengalami perasaan cemas, namun yang membedakan antara individu satu dengan yang lain adalah cara masing-masing menghadapinya. Perasan bimbang dan gugup dalam menghadapi sesuatu yang penting, atau ketidaksiapan individu untuk melakukan sesuatu yang penting terkadang memicu rasa cemas (Safaria, 2009).

Beberapa ahli memiliki definisi kecemasan yang berbeda. Menurut Nevid (2005) kecemasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang merasa khawatir dan berpikir bahwa akan segera terjadi sesuatu hal yang buruk. Definisi lain yang hampir sama menyebutkan bahwa kecemasan merupakan perasaan yang dialami seseorang saat berpikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi (Priest, dalam Lubis, 2009). Pendapat lain menyebutkan bahwa kecemasan merupakan perasaan takut (baik realistis maupun tidak) yang disertai dengan keadaan peningkatan reaksi kejiwaan (Colhoun dan Acocella, dalam Safaria, 2009). Kecemasan diartikan sebagai emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala kekhawatiran dan perasaan takut (Atkinson, dalam Safaria, 2009).


(29)

Menurut PPDGJ (2001) kecemasan dicetuskan oleh suatu situasi yang jelas (dari luar diri seseorang), yang sebenarnya tidak berbahaya. Perasaan bimbang dan gugup dalam menghadapi sesuatu yang penting seperti ujian atau ketidaksiapan individu untuk melakukan sesuatu seperti menghadapi ujian akan memicu perasaan cemas (Safaria, 2009). Menurut Priest (dalam Lubis, 2009) kecemasan ditimbulkan oleh beberapa hal, seperti ujian. Banyak penelitian yang meneliti mengenai kecemasan dalam menghadapi ujian nasional. Pada penelitian ini, peneliti lebih memilih untuk meneliti mengenai kecemasan dalam menghadapi ujian akhir semester. Hal ini karena masih banyak siswa yang mengalami kecemasan akibat tuntutan dari orangtua, guru, ataupun teman yang harus mereka hadapi (Pratiwi, 2014). Menurut Tresna (2011) kecemasan menghadapi ujian adalah suatu kondisi psikologi dan fisiologis siswa yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tak terkendali yang menimbulkan kecemasan dalam menghadapi ujian.

Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa kecemasan merupakan sebuah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan perasaan khawatir dan ketakutan akan terjadi hal yang buruk atau tidak menyenangkan seperti nilai menjadi buruk, soal yang sulit, dll saat ujian. Kecemasan menghadapi ujian ditandai oleh pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tidak terkendali karena kondisi


(30)

psikologi dan fisiologis siswa yang tidak menyenangkan sehingga menimbulkan kecemasan.

2. Gejala-Gejala Kecemasan

Menurut Priest (dalam Lubis, 2009) jika seseorang mengalami kecemasan, maka tubuh mereka akan mengadakan reaksi fisik seperti:

a. Berdebar-debar

Saat seseorang sedang dipengaruhi stres, maka mereka akan merasakan jantung berdetak lebih kencang.

b. Gemetar

Saat mengalami kecemasan, tangan atau lutut gemetar saat berusaha melakukan sesuatu dan terhuyung-huyung.

c. Ketegangan

Ketegangan merupakan tanda paling utama dari kecemasan. Saraf di belakang leher akan terasan kencang dan tegang sehingga akan membuat seseorang menjadi tersiksa. Selain itu, saraf dikulit kepala akan terasa tegang sehingga menimbulkan pusing yang akan mengantarkan pada keresahan. Ketegangan yang dirasakan akan mengakibatkan tubuh menjadi tidak rileks. d. Gelisah atau sulit tidur

Orang yang cemas akan merasa kesulitan untuk tidur. Orang yang cemas akan berkhayal dan menghantarkan pada mimpi


(31)

yang menakutkan, sehingga keesokan hari akan bangun dengan perasaan lelah dan kurang sehat.

e. Keringat

Orang yang cemas akan mengeluarkan keringat lebih banyak dari biasanya.

f. Tanda-tanda fisik yang lain

Tanda fisik yang lain adalah gatal-gatal pada tangan dan kaki, buang air kecil lebih sering daripada biasanya.

3. Aspek-aspek kecemasan

Menurut Colhun dan Acocella (dalam Safaria, 2009) terdapat tiga reaksi yang merupakan aspek-aspek dari kecemasan, yaitu:

a. Reaksi emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti perasaan keprihatinan, ketegangan, sedih, mencela diri sendiri atau orang lain.

b. Reaksi kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berpikir jernih sehingga mengganggu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya.

c. Reaksi fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi ini berkaitan dengan sistem syaraf yang mengendalikan berbagai


(32)

otot dan kelenjar tubuh sehingga menimbulkan reaksi dalam bentuk jantung berdetak lebih keras, nafas yang lebih cepat, tekanan darah menjadi meningkat.

Menurut Tresna (2011) aspek-aspek kecemasan yang terjadi saat menghadapi ujian atau tes dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

a. Manifestasi kognitif

Manifestasi kognitif yang tak terkendali adalah munculnya kecemasan sebagai akibat dari cara berpikir siswa yang tak terkondisi seperti memikirkan hal-hal buruk yang akan terjadi pada ujian atau tes. indikator dari manifestasi kognitif yaitu sulit berkonsentrasi dan mental blocking. Kesulitan dalam konsentrasi ditunjukan dengan kesulitan dalam memahami materi yang akan diujikan. Mental blocking merupakan hambatan secara mental atau psikologis yang menyelubungi pikiran siswa saat ujian atau tes sehingga siswa tidak mampu berfikir dengan tenang. Mental blocking ditunjukan dengan cara saat membaca materi ulangan kenaikan kelas tiba-tiba pikiran menjadi kosong dan mungkin tiba-tiba tidak mengerti apa yang sedang dipelajari.

b. Manifestasi afektif

Kecemasan muncul sebagai akibat dari siswa yang merasakan perasaan secara berlebihan. Hal ini ditunjukan dengan perasaan khawatir, gelisah, dan takut menghadapi ujian


(33)

atau tes terutama pada mata pelajaran yang dianggap sulit. Indikator kondisi afektif kecemasan menghadapi ujian atau tes, yaitu bingung, takut, khawatir, dan gelisah.

c. Manifestasi fisik

Manifestasi fisik merupakan gangguan fisik yang berlebihan sebagai akibat dari kecemasan yang dihadapi seseorang. Kecemasan tersebut ditunjukan dengan gangguan-gangguan fisik seperti gemetar, berkeringat, dan gangguan-gangguan pencernaan. Indikator manifestasi fisik adalah gemetar, berkeringat, dan gangguan pencernaan.

Berdasarkan penjabaran dari dua sumber di atas maka ditarik kesimpulan bahwa kecemasan memiliki tiga aspek. Aspek pertama adalah kognitif. Aspek ini merupakan bentuk reaksi kognitif individu terhadap ketakutan dan kekhawatiran yang disebabkan oleh cara berfikir yang tak terkondisi seperti berpikir hal buruk akan terjadi sehingga berdampak pada kemampuan untuk berpikir jernih saat memecahkan masalah dan mengatasi masalah yang dihadapi. Aspek kedua adalah afektif atau emosional. Aspek ini merupakan reaksi emosional yang berkaitan dengan perasaan seseorang yang dirasakan secara berlebihan terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan. Aspek yang terakhir adalah fisik atau fisiologis. Aspek ini merupakan reaksi fisiologis seseorang terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi yang ditimbulkan berupa gangguan fisik yang berlebihan


(34)

seperti detak jantung yang lebih keras, nafas yang menjadi lebih cepat atau bahkan menjadi sulit bernafas, tekanan darah menjadi meningkat.

B. Tinggal Bersama Orang Tua 1. Pengertian Orang Tua

Keluarga adalah kesatuan hidup bersama yang dikenal oleh anak untuk pertama kali, oleh karena itu keluarga dianggap sebagai lingkungan pendidikan yang utama (Puspitarini, 2014). Keluarga menjadi tempat pertama kali anak berinteraksi terutama dengan orang tua (Arini, dalam Puspitarini, 2014). Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) orang tua memiliki arti ayah dan ibu. Menurut Nasution (dalam Rosdiana, 2008) orang tua merupakan orang yang bertanggungjawab dalam satu keluarga atau rumahtangga, yang dalam kehidupan sehari-hari sering disebut ibu dan bapak. Berdasarkan dua definisi diatas maka disimpulkan bahwa orang tua merupakan orang yang memiliki tanggung jawab dalam sebuah keluarga atau rumahtangga dan sering disebut dengan ayah dan ibu atau bapak dan ibu. Siswa yang tinggal bersama orang tua berarti siswa yang berada satu rumah bersama dengan orang tua mereka.


(35)

2. Dampak Positif dan Negatif Tinggal Bersama Orang Tua Keluarga merupakan lembaga pendidikan paling utama dan pertama (Sutjipto, dalam Slameto 1988). Oleh karena itu orang tua memiliki peran dalam kegiatan belajar anak. Orang tua memberikan dampak yang baik bagi proses belajar siswa seperti kegiatan dan jam belajar siswa menjadi mudah terawasi oleh orang tua (Arsandy, 2011). Selain itu, tinggal bersama orang tua membuat siswa menjadi lebih terawat dan terlindungi (Arini, dalam Puspitarini, 2014).

Tinggal bersama orang tua membuat siswa memperoleh dukungan emosional dan penghargaan dari orang tua secara langsung (Arsandy, 2011). Tingkah laku orang tua yang ditunjukan kepada anak mampu memotivasi anak untuk belajar (Rosdiana, 2008).

Orang tua tidak hanya memberikan pengaruh positif bagi proses belajar namun juga memberikan pengaruh negatif seperti sikap dan perhatian orang tua terhadap siswa. Menurut Khairani (2014) orang tua yang kurang memberikan perhatian terhadap anak karena kesibukan mereka serta orang tua yang terlalu perhatian terhadap anak akan membuat anak menjadi malas untuk belajar. Pengawasan yang dilakukan oleh orang tua membuat anak menjadi ketergantuangan dalam belajar sehingga tujuan belajar atas kemauan sendiri menjadi kurang kuat (Arsandy, 2011). Hasil


(36)

penelitian Attaway (dalam Arsandy, 2011) menunjukan bahwa pengendalian yang tinggi dari orang tua berpengaruh pada prestasi belajar siswa yang rendah.

Pengaruh negatif yang lain adalah tinggal bersama orang tua akan membatasi siswa untuk melakukan modeling dan persuasi verbal karena orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda dengan siswa sehingga mereka tidak memperoleh model perilaku dan arahan secara langsung tentang materi pelajaran yang dipelajari (Arsandy, 2011). Kegiatan belajar siswa yang tinggal bersama orang tua di rumah akan cenderung terganggu oleh fasilitas yang tersedia seperti TV, CD, VCD, dll (Khairani, 2014).

C. Kos

1. Pengertian

Istilah kos banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, namun tidak mempunyai definisi yang jelas dan paten. Pada Kamus Bahasa Indonesia (2008) istilah kos merujuk pada kata indekos yang berarti menumpang tinggal di kamar atau rumah yang disewakan. Menurut Dana (2013) kos merupakan rumah untuk menginap dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan dua defisini kos di atas maka disimpulkan bahwa kos merupakan rumah yang disewakan dan digunakan oleh seseorang untuk menumpang tinggal dalam jangka waktu tertentu.


(37)

2. Dampak positif dan negatif menghuni kos

Kehidupan anak kos sangatlah bervariasi. Kehidupan tersebut memiliki dampak positif dan negatif untuk diri anak kos. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Lebeharia (2012), terdapat beberapa dampak positif dan negatif dari hidup di tempat kos, yaitu:

a. Dampak positif

i. Anak yang kos menjadi lebih mandiri karena melakukan semua hal sendiri tanpa orang tua.

ii. Mampu mengatur keuangan sehari-hari dan lebih mampu menghargai kiriman uang dari orang tua.

iii. Mampu menghargai waktu yang dimiliki karena harus membagi waktu dengan banyak kegiatan.

b. Dampak negatif

i. Menghabiskan sebagian waktu untuk bersenang-senang dengan teman.

ii. Menghabiskan uang untuk hal yang tidak penting.

iii. Menjadi malas untuk melakukan semua hal sendiri, misal dalam hal mencuci baju, banyak yang memilih untuk laundry. Menurut Arsandy (2011) kos memiliki beberapa dampak positif bagi proses belajar siswa seperti teman dalam satu kos mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Hal ini berkaitan dengan proses modeling yang terjadi di lingkungan kos. Menurut Sudrajat (dalam Arsandy, 2011) lingkungan kos membuat siswa untuk melakukan modeling, karena


(38)

lingkungan kos memberikan rangsangan pada individu untuk berpartisipasi dan mengikuti bila sesuai dengan dirinya. Menurut Arsandy (2011) lingkungan kos memungkinkan siswa melakukan modeling dan persuasi verbal karena siswa yang tinggal dengan siswa lain yang memiliki kesamaan untuk melakukan kegiatan belajar, dalam hal ini siswa mencari model yang dianggap sesuai dengan diri untuk mengadopsi perilaku belajar yang mendukung mencapai tujuan belajar mereka.

Dampak positif yang lain adalah waktu yang longgar dan fleksibel untuk melakukan belajar kelompok (Hidayatullah, dalam Arsandy, 2011). Selain itu, siswa kos cenderung melakukan adaptasi dengan lingkungan baru termasuk adaptasi belajar. Menurut Waas (Arsandy, 2011) adaptasi yang dilakukan siswa kos membuat mereka mencari cara untuk menghadapi tantangan dan masalah termasuk dalam hal akademik. Adaptasi yang dilakukan oleh siswa membuat siswa menjadi memiliki kemampuan untuk menetapkan tujuan belajar yang jelas dan didasarkan pada kesadaran diri dan memiliki efikasi diri yang tinggi untuk menyelesaikan tugas akademik sehingga mereka menggunakan seluruh kemampuan untuk mengatur proses belajar mereka (Arsandy, 2011).

Penjelasan di atas menunjukan bahwa kos memiliki dampak postif bagi seseorang seperti menjadikan seseorang lebih mandiri. Selain itu kos membuat seseorang mampu untuk mengatur keuangan


(39)

dan lebih menghargai waktu. Siswa yang tinggal di kos akan cenderung terpengaruh oleh teman sebaya yang berkaitan dengan kegiatan belajar. Kos memungkinkan siswa melakuka modeling dan persuasi verbal. Kos membuat siswa memiliki kesadaran diri untuk belajar dan efikasi diri yang tinggi. Kos membuat siswa lebih longgar dalam melakukan belajar kelompok. Namun kos memiliki dampak negatif terhadap seseorang seperti menjadi lebih boros, menjadi lebih malas, dan banyak menghabiskan waktu untuk bersenang-senang.

D. Remaja

1. Pengertian

Remaja merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu adolescene yang memiliki arti to grow maturity (Golinko, dalam Jahja, 2011). Masa remaja dibagi menjadi tiga periode usia, yaitu remaja awal dengan rentang usia 12 hingga 15 tahun. Kemudian remaja madya dengan rentang usia 15 hingga 18 tahun. Terakhir adalah masa remaja akhir dengan rentang usia 19 hingga 22 tahun (Konopka, dalam Hartinah 2008). Menurut Papalia dan Olds (2009) remaja merupakan masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang dimulai pada usia 12 – 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal usian dua puluhan tahun. Transisi perkembangan pada masa kanak-kanak masih dialami oleh remaja, namun sebagian masa dewasa telah dicapai (Hurlock, 1991).


(40)

Hurlock (1991) dan Papalia & Olds (2009) menyebutkan bahwa bagian masa kanak-kanak yang masih terjadi di masa remaja adalah pertumbuhan biologis. Sedangkan masa dewasa yang terjadi di masa remaja adalah kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka disimpulkan bahwa remaja memiliki definisi sebagai masa transisi perkembangan dari anak-anak menuju masa dewasa. Berada di masa transisi, seseorang masih merasakan sebagian masa kanak-kanak namun telah mencapai sebagian masa dewasa.

2. Tugas-tugas perkembangan remaja

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan manusia, dan merupakan masa transisi yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Jahja, 2011). Menurut Desmita (2009) remaja memiliki tugas-tugas perkembangan sebagai berikut:

a. Menerima keadaan fisik dan menggunakan secara efektif

b. Memiliki hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita


(41)

d. Memiliki harapan dan pencapaian dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawab

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua ataupun orang yang lebih dewasa lainnya

f. Memiliki persiapan dalam karier ekonomi g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan dalam berperilaku

Berdasarkan pemaparan tugas perkembangan di atas, maka terlihat bahwa remaja memiliki beberapa tugas perkembangan untuk menerima keadaan fisik dan menggunakan secara efektif. Selain itu, remaja memiliki tugas untuk memiliki hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria ataupun wanita. Remaja diberikan tugas untuk mencapai peran sosial serta memiliki harapan dan pencapaian dalam perilaku sosial yang lebih bertanggung jawawab. Tugas perkembangan remaja yang lain adalah mencapai kemandirian secara emosional, memiliki persiapan dalam hal karier ekonomi, serta memiliki persiapan menuju perkawinan dan membentuk sebuah keluarga. Tugas perkembangan remaja yang terakhir adalah memiliki perangkat nilai dan sistem etis yang digunakan untuk pegangan dalam berperilaku.


(42)

3. Masa sekolah menengah atas

Seseorang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), individu tersebut berada pada periode remaja. Hal ini didasarkan pada pembagian masa remaja menurut Konopka (dalam Hartinah, 2008), yaitu remaja awal dengan rentang usia 12 hingga 15 tahun. Kemudian remaja madya dengan rentang usia 15 hingga 18 tahun. Terakhir adalah masa remaja akhir dengan rentang usia 19 hingga 22 tahun. Berdasarkan pembagian tersebut maka siswa SMA berada pada remaja madya. Usia remaja madya mulai tumbuh dorongan untuk hidup dari dalam diri, kebutuhan akan teman yang mampu memahami dan menolongnya, teman yang mampu merasakan suka dan duka bersama. Pada usia ini, remaja mulai mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja. Proses pembentukan pendirian atau pandangan hidup ataupun cita-cita disebut dengan penemuan nilai-nilai kehidupan (Jahja, 2011).

4. Kecemasan remaja pada akademik

Masa remaja masa transisi perkembangan dari anak-anak menuju masa dewasa. Berada di masa transisi, seseorang masih merasakan sebagian masa kanak-kanak namun telah mencapai sebagian masa dewasa. Secara umum perkembangan remaja dikelompokan menjadi tiga aspek, yaitu fisik, kognitif dan psikososial (Desmita, 2009).


(43)

Perkembangan fisik memiliki arti penting dalam kegiatan belajar. Kegiatan fisik tidak hanya sebagai penopang dalam kegiatan belajar, tetapi memiliki peran untuk memperoleh keterampilan-keterampilan tertentu (Djamarah, 2011). Aspek perkembangan yang mempengaruhi belajar tidak hanya aspek fisik, aspek perkembangan kognitif mempengaruhi belajar siswa. Kognitif memiliki arti perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Anak yang memiliki struktur kognitif yang baik, maka penguasaan anak atas bahan pelajaran yang telah dikuasai baik (Djamarah, 2011). Hal ini berkaitan dengan ingatan siswa. Pengetahuan yang telah dikuasai tersebut dibutuhkan, maka seseorang yang memiliki kognitif yang baik akan lebih mudah untuk mengingat kembali (Djamarah, 2011). Kondisi tersebut sering dijumpai saat seorang siswa menghadapi tes atau ujian. Saat tes seorang siswa diminta untuk mengingat kembali pengetahuan yang telah dipelajari untuk menjawab pertanyaan.

Ujian adalah salah satu bentuk evaluasi atas pemahaman siswa mengenai pelajaran yang telah diajarkan dari pihak sekolah. Hasil ujian digunakan untuk mengetahui prestasi belajar dari seorang siswa (Masidjo, 1995). Ujian atau tes digunakan untuk memotivasi dan membimbing siswa dalam belajar (Slameto, 1988). Sebagian pengajar percaya bahwa tes atau ujian menghasilkan kebiasaan belajar yang baik, akan tetapi sebagian orang menganggap bahwa ujian atau tes menimbulkan kecemasan dan mengaganggu belajar seseorang


(44)

(Slameto, 1988). Salah satu hal yang membuat seorang siswa dilanda kecemasan adalah situasi tes yang diadakan oleh sekolah (Slameto, 1988).

Kirkland (dalam Slameto, 1988) menyebutkan bahwa siswa menjadi semakin cemas menghadapi sebuah tes jika tes tersebut digunakan untuk menentukan tingkat-tingkat siswa. Saroson (dalam Slameto, 1988) melaporkan hasil penelitian yang dia lakukan bahwa siswa dengan tingkat kecemasan tinggi tidak berprestasi sebaik siswa yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah dalam beberapa tugas yang ditandai dengan tantangan, kesulitan, penilaian prestasi, dan memiliki batas waktu.

Kecemasan menghadapi ujian disebabkan oleh beberapa hal. Hasan (dalam Pratiwi, 2014) mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah dilakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang menimbulkan kecemasan menghadapi tes atau ujian, yaitu keterbatasan waktu, tingkat kesulitan, dan instruksi tes. Purwadi (2014) menyebutkan bahwa kecemasan saat ujian atau tes disebabkan oleh kondisi dan situasi ujian atau tes. Faktor yang lain adalah kurang percaya diri siswa terhadap kemampuan yang ia miliki. Syah (2008) mengungkapkan bahwa kecemasan mengahadapi ulangan kenaikan kelas disebabkan karena standar nilai kelulusan yang dianggap terlalu tinggi oleh sisiwa dan tidak sesuai dengan kemampuan. Faktor lain adalah siswa berada


(45)

dalam persaingan yang ketat sehingga siswa dituntut untuk meningkatkan kemampuan akademiknya.

E. Tingkat kecemasan siswa SMA dalam menghadapi ujian akhir semester antara siswa kos dengan yang tidak kos

Masa remaja merupakan masa transisi perkembangan dari anak-anak menuju masa dewasa. Berada di masa transisi, seseorang masih merasakan sebagian masa kanak-kanak namun telah mencapai sebagian masa dewasa. Siswa SMA berada pada periode remaja madya menurut pembagian masa remaja oleh Konopka (dalam Hartinah, 2008) dengan rentang usia 15 tahun hingga 18 tahun. Perkembangan remaja tidak hanya berhubungan dengan potensi-potensi dasar remaja, namun berhubungan dengan pengalaman-pengalaman yang mereka alami serta perlakuan yang mereka terima dari keluarga, sekolah, dan masyarakat (Rifai, 1984).

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama (Sutjipto, dalam Slameto, 1988). Keluarga mempengaruhi kegiatan belajar siswa di rumah. Tinggal bersama orang tua memberi pengaruh positif bagi kegiatan belajar siswa seperti jam dan kegiatan belajar siswa menjadi terkontrol karena terawasi oleh orang tua (Arsandy, 2011). Selain itu, siswa yang tinggal bersama orang tua lebih terlindungi dan terawat (Arini, dalam Puspitarini, 2014). Tinggal bersama orang tua membuat siswa termotivasi untuk belajar berdasarkan tingkah laku yang ditunjukan oleh orang tua (Rosdiana, 2008).


(46)

Tinggal bersama orang tua tidak hanya memberikan dampak yang positif bagi proses belajar siswa namun juga memberikan dampak negatif seperti perhatian dan sikap orang tua membuat siswa malas belajar. Menurut Khairani (2014) orang tua yang kurang memberikan perhatian terhadap anak karena kesibukan mereka serta orang tua yang terlalu perhatian terhadap anak membuat anak menjadi malas untuk belajar. Pengawasan yang dilakukan oleh orang tua membuat anak menjadi ketergantuangan dalam belajar sehingga tujuan belajar atas kemauan sendiri menjadi kurang kuat (Arsandy, 2011). Hasil penelitian Attaway (dalam Arsandy, 2011) menunjukan bahwa pengendalian yang tinggi dari orang tua berpengaruh pada prestasi belajar siswa yang rendah.

Pengaruh negatif yang lain adalah tinggal bersama orang tua membatasi siswa untuk melakukan modeling dan persuasi verbal karena orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda dengan siswa sehingga mereka tidak memperoleh model perilaku dan arahan secara langsung tentang materi pelajaran yang dipelajari (Arsandy, 2011). Kegiatan belajar siswa yang tinggal bersama orang tua di rumah akan cenderung terganggu oleh fasilitas yang tersedia seperti TV, CD, VCD, dll (Khairani, 2014). Faktor jasmani membuat siswa menjadi malas untuk belajar. Kondisi fisik yang sedang lelah membuat siswa menjadi malas belajar (Slameto, 2010). Jarak antara rumah dan sekolah yang cukup jauh merupakan salah satu pemicu kelelahan bagi siswa yang memiliki rumah yang cukup jauh dari sekolah.


(47)

Saat siswa akan menghadapi ujian diperlukan persiapan, salah satu bentuk persiapan adalah belajar, namun belajar terhambat dengan perasaan malas. Malas belajar membuat siswa kurang semangat untuk belajar sehingga siswa tersebut kurang mempelajari materi yang akan diujikan. Hal tersebut membuat siswa menjadi kurang memiliki persiapan ujian akhir semester dan memicu kecemasan pada diri siswa dalam menghadapi ujian. Astuti (2015) menyebutkan bahwa kurang persiapan siswa dalam menghadapi tes atau ujian menyebabkan kecemasan. Kecemasan menghadapi ujian adalah suatu kondisi psikologis dan fisiologis siswa yang tidak menyenang yang ditandai dengan pikiran, perasaan dan perilaku motorik yang tak terkendali yang menimbulkan kecemasan (Tresna, 2011).

Menurut Astuti (2015) salah satu cara mencegah malas belajar sehingga mengurangi kecemasan adalah dengan menghindari hal-hal yang mengganggu aktivitas belajar. Kos menjadi salah satu alternatif untuk menghindari hal-hal yang mengganggu belajar. Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti, sebagian besar kos yang dihuni oleh siswa SMA tidak memperbolehkan masing-masing penghuni memiliki televisi pribadi. Salah satu keuntungan lain dari kos adalah jarak antara kos dengan sekolah yang relatif dekat (Dana, 2013). Hal yang sama diungkapkan oleh Soemantri (dalam Prianggono, 2013) yang mana alasan seseorang memilih kos adalah mempersingkat waktu perjalanan. Hal ini mengurangi resiko kelelahan pada diri siswa. Tinggal di kos membuat


(48)

siswa mengurangi kecenderungan konflik dengan orang tua. Menurut Sullivan dan Sullivan (dalam Santrock, 2002) relasi orang tua dengan anak remaja semakin positif bila remaja tinggal jauh dari rumah daripada mereka tinggal di rumah.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka situasi tempat kos membuat siswa lebih fokus dalam belajar. Selain itu, siswa kos lebih mudah untuk belajar kelompok bersama teman. Situasi kos mendukung kegiatan belajar siswa, sehingga siswa lebih memiliki persiapan untuk menghadapi ujian akhir semester. Persiapan yang cukup akan mengurangi kecemasan pada diri siswa. Sedangkan tinggal bersama orang tua membuat kegiatan belajar siswa tertanggu oleh hal-hal seperti perhatian dan sikap orang tua, fasilitas yang tersedia di rumah. Kegiatan belajar siswa yang terganggu membuat siswa menjadi kurang memiliki persiapan menjelang ujian akhir semester, sehingga menimbulkan kecemasan.


(49)

Gambar 1. Skema Konsep Penelitian

Tugas Perkembangan: Kemandirian → orang tua wajib mengasuh anak remaja, namun remaja harus lepas dari orang tua

agar mencapai kemandirian

Siswa yang kos Siswa yang tinggal bersama orang tua Dampak negatif:

-Siswa menjadi lebih malas

-Kebebasan

-Membuang waktu untuk bersenang-senang dengan teman.

Dampak positif:

- Modeling dan persuasi verbal - Pengaruh teman

sebaya dalam belajar

- Kesadaran dan efikasi diri tinggi untuk belajar - Memiliki waktu

yang longgar untuk belajar kelompok

Dampak negatif: -Perhatian dan sikap

orang tua

-Orang tua yang terlalu mengawasi -Siswa terbatas untuk

melakukan

modeling dan persuasi verbal -Fasilitas yang tersedia

di rumah

Dampak positif:

- Siswa menjadi lebih terawasi dan terawatt

- Dukungan

emosional dan penghargaan secara langsung - Perilaku orang tua

dapat memotivasi anak untuk belajar Belajar jadi kurang maksimal Kurang persiapan ujian Kecemasan meningkat Belajar jadi kurang maksimal Kurang persiapan ujian Kecemasan meningkat Belajar lebih fokus Ada persiapan ujian Kecemasan menurun Belajar lebih fokus Ada persiapan ujian Kecemasan menurun

apakah tingkat kecemasan siswa yang kos dan siswa yang tinggal dengan orang tua berbeda dalam menghadapi ujuan


(50)

F. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis menyatakan bahwa siswa yang tinggal dengan orang tua mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada siswa kos.


(51)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian kuantitatif komparatif. Menurut Sugiyono (2011) penelitian komparatif merupakan merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk membandingkan keberadaan satu variabel pada dua sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda. Penelitian ini bersifat expost-facto yang berarti data dikumpulkan setelah semua fenomena atau kejadian yang diteliti berlangsung, atau tentang hal-hal yang telah terjadi sehingga tidak terdapat yang dikontrol (Yusuf, 2014). Pada penelitian ini, peneliti ingin membandingkan variabel tingkat kecemasan siswa menghadapi ujian akhir semester pada siswa kos dan siswa yang tinggal bersama orang tua.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulan (Sugiyono, 2011). Penelitian ini memiliki variabel-variabel, antara lain: 1. Variabel Tergantung : Tingkat kecemasan


(52)

C. Definisi Operasional 1. Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan merupakan tingkat emosi yang tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang dan ditandai dengan perasaan khawatir dan ketakutan akan terjadi hal yang buruk atau hal yang tidak menyenangkan. Tingkat kecemasan pada penelitian ini diukur dengan menggunakan skala kecemasan yang dibuat oleh peneliti. Pengukuran kecemasan mencakup aspek-aspek sebagai berikut:

a. Kognitif

Aspek ini merupakan bentuk reaksi kognitif individu terhadap ketakutan dan kekhawatiran yang disebabkan oleh cara berfikir yang tak terkondisi seperti berpikir hal buruk akan terjadi sehingga berdampak pada kemampuan untuk berpikir jernih dalam memecahkan masalah dan mengatasi masalah yang dihadapi. Reaksi yang ditimbulkan berupa sulit berkonsentrasi dan mental

blocking.

b. Afektif atau emosional

Aspek ini merupakan reaksi emosional yang berkaitan dengan perasaan seseorang yang dirasakan secara berlebihan terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan. Reaksi yang ditimbulkan berupa bingung, khawatir, takut, dan gelisah.


(53)

c. Fisik atau fisiologis

Aspek ini merupakan reaksi fisiologis seseorang terhadap sumber ketakutan dan kekhawatiran. Reaksi yang ditimbulkan berupa gangguan fisik yang berlebihan seperti detak jantung yang lebih keras, nafas yang menjadi lebih cepat atau bahkan menjadi sulit bernafas, tekanan darah menjadi meningkat.

2. Tempat Tinggal Siswa

Pada penelitian ini terdapat dua kelompok tempat tinggal yang menjadi tempat tinggal siswa yaitu, kos dan tinggal dengan orang tua. Kos merupakan rumah yang disewakan dan digunakan oleh seseorang untuk menumpang tinggal dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan tinggal bersama orang tua berarti siswa tinggal dalam satu rumah dengan orang tua mereka. Aspek ini memiliki indikator gemetar, berkeringat, dan gangguan pencernaan.

D. Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling untuk mengambil sampel penelitian. Teknik nonprobability sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang mana setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama sebagai sampel (Noor, 2011). Dalam hal ini peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Teknik ini digunakan karena pada penelitian ini peneliti mengambil sampel berdasarkan pertimbangan khusus seperti sifat atau ciri khusus yang


(54)

dimiliki oleh sebuah populasi (Noor, 2011). Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMA yang kos dan tinggal bersama orang tua.

E. Metode dan Instrumen Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan skala tingkat kecemasan. Skala tersebut disusun berdasarkan aspek yang telah disebutkan di atas. Skala ini menggunakan metode penskalaan Likert. Skala Likert meminta subjek untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuan pada sebuah kontinum respon setiap pernyataan atau item soal untuk mengukur atribut psikologis tertentu (Supratiknya, 2014). Respon jawaban terhadap pernyataan-pernyataan dalam skala ini terdiri atas empat repon yaitu, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Setiap item yang mewakili aspek dibagi dalam dua jenis pernyataan, yaitu pernyataan yang bersifat favorable dan pernyataan yang bersifat

unfavorable. Pernyataan yang bersifat favorable merupakan pernyataan

yang jika disetujui maka menunjukan bahwa subjek mendukung atribut yang diukur. Pernyataan yang bersifat unfavorable merupakan pernyataan yang jika disetujui maka menunjukan bahwa subjek menolak atribut yang diukur (Supratiknya, 2014).

Pemberian skor dalam pilihan jawaban untuk item favorable adalah 4

untuk respon “Sangat Setuju” (SS), skor 3 untuk respon “Setuju” (S), skor 2 untuk respon “Tidak Setuju” (TS), dan skor 1 untuk respon “Sangat


(55)

Tidak Setuju” (STS). Sedangkan untuk item unfavorable, pemberian skor

adalah sebagai berikut skor 1 untuk respon “Sangat Setuju” (SS), skor 2 untuk respon “Setuju” (S), skor 3 untuk respon “Tidak Setuju” (TS), dan skor 4 untuk respon “Sangat Tidak Setuju” (STS).

Tabel 1. Skor Penilaian Skala Kecemasan.

Respon Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3


(56)

Tabel 2. Blue-print Skala Kecemasan sebelum try-out.

No. Aspek Indikator Nomor Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable

1. Kognitif Sulit

Berkonsentrasi

33, 42, 9, 55 57, 34, 35, 37 8 22,2%

Mental Blocking 44, 51, 50, 11 47, 27, 15, 16 8 2. Afektif

atau emosional

Bingung 21, 63, 32, 66 72, 8, 28, 29 8 44,4% Takut 48, 49, 71, 25 19, 20, 45, 46 8

Khawatir 10, 59, 62, 65 36, 22, 23, 24 8 Gelisah 26, 30, 31, 67 69, 60, 61, 64 8 3. Fisik atau

fisiologis

Gemetar 1, 2, 52, 53 13, 14, 3, 4 8 33,4% Berkeringat 39, 40, 70, 41 12, 5, 54, 18 8

Gangguan Pencernaan

56, 6, 7, 68 38, 43, 17, 58 8

TOTAL 72 100%

F. Kredibilitas Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas

Validitas merupakan kualitas dari sebuah alat tes yang menunjukan sejauh mana alat tes tersebut sungguh-sungguh mengukur atribut yang akan diukur (Supratiknya, 2014). Menurut Azwar (2003) validitas digunakan untuk mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang akurat sesuai tujuan pengukurannya. Validitas


(57)

yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas tersebut merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes (Azwar, 2003). Pengembangan isi dari skala dilakukan dengan analisis rasional melalui profesional judgement (Azwar, 2003). Pengujian validitas isis pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan Dosen Pembimbing Skripsi.

2. Analisis Item

Menurut Azwar (2013) analisis item perlu dilakukan guna menguji kualitas sebuah skala yang dilihat dari setiap item yang ada dan untuk mendukung validitas skala tersebut. Analisis item bertujuan untuk untuk memilih item-item yang akan membentuk sebuah skala yang bersifat homogeny atau memiliki daya diskriminasi yang baik (Supratiknya, 2014).

Batasan koefisien korelasi yang digunakan untuk menyeleksi item pada penelitian ini adalah rix ≥ 0,30. Hal tersebut berarti item yang memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 maka daya pembeda dianggap memuaskan dan digunakan, sedangkan item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30 maka item tersebut dianggap memiliki daya diskriminasi yang rendah dan kurang baik jika digunakan (Azwar, 2013).

Pengambilan data uji coba skala kecemasan pada penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 dengan jumlah subjek sebanyak


(58)

46 orang. Analisis item dalam penelitian ini menggunakan SPSS For

Windows 22.0 dengan melihat Corrected Item-Total Correlation pada

Reliability Statistics. Berdasarkan data yang diperoleh dari 72 item

yang disajikan, terdapat 23 item yang tidak memenuhi syarat. Keduapuluhtiga item tersebut digugurkan karena memiliki nilai koefisien korelasi kurang dari 0,30. Berdasarkan hal tersebut dari 72 dua item, terdapat 49 yang dinyatakan memenuhi syarat.

Tabel 3. Blue-print skala kecemasan setelah try-out

No. Aspek indikator Nomor Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable

1. Kognitif Sulit

Berkonsentrasi

33, 42, 9, 55 57, 34, 35, 37 7 20,4%

Mental Blocking 44, 51, 50, 11 47, 27, 15, 16 3 2. Afektif

atau emosional

Bingung 21, 63, 32, 66 72, 8, 28, 29 4 46,9% Takut 48, 49, 71, 25 19, 20, 45, 46 7

Khawatir 10, 59, 62, 65 36, 22, 23, 24 4 Gelisah 26, 30, 31, 67 69, 60, 61, 64 8 3. Fisik atau

fisiologis

Gemetar 1, 2, 52, 53 13, 14, 3, 4 5 32,7% Berkeringat 39, 40, 70, 41 12, 5, 54, 18 8

Gangguan Pencernaan

56, 6, 7, 68 38, 43, 17, 58 3

TOTAL 49 100%


(59)

Tabel 4. Blue-print skala kecemasan final

No. Aspek indikator Nomor Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable 1. Kognitif Sulit

Berkonsentrasi

40, 14, 20, 16 17, 18, 33 7 20,4%

Mental Blocking 46 38, 39 3

2. Afektif atau emosional

Bingung 6, 12, 28, 29 - 4 46,9%

Takut 11, 9, 7, 13 48, 4, 30 7

Khawatir 1, 2, 41 26 4

Gelisah 42, 47, 49, 31 32, 35, 36, 44 8 3. Fisik atau

fisiologis

Gemetar 23, 24, 34 43, 25 5 32,7% Berkeringat 3, 27, 19, 37 15, 45, 5, 10 8

Gangguan Pencernaan

21, 22 8 3

TOTAL 49 100%

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada sejauh mana hasil dari pengukuran mampu dipercaya (Azwar, 2003). Koefisien dari reliabilitas dilambangkan dengan rxx’ dan berkisar antara 0,0 hingga 1,0 (Azwar, 2003). Rentang nilai tersebut memiliki arti bahwa jika reliabilitas mendekati 1,00 maka alat ukur tersebut memiliki reliabilitas yang baik, dan bila reliabilitas mendekati angka 0 maka alat ukur tersebut tidak


(60)

memiliki reliabilitas yang baik. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Alfa Cronbach dengan program SPSS For Windows

22.0.

Berdasarkan data statistik, koefisien skala sebelum seleksi item sebesar 0,942 dan setelah dilakukan seleksi item, nilai koefisien skala menjadi 0,960. Berdasarkan data tersebut maka dinyatakan bahwa skala penelitian ini reliabel.

Tabel 5.

Tabel 5a. Data Statistik Reliabilitas Sebelum Seleksi Item

Cronbach's Alpha N of Items

.942 72

Tabel 5b. Data Statistik Reliabilitas Sesudah Seleksi Item

Cronbach's Alpha N of Items

.960 49

G. Metode Analisis Data 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan uji yang digunakan untuk mengecek apakah data penelitian yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki sebaran yang normal (Santoso, 2010). Pada sebuah penelitian, uji normalitas perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik akan dilakukan jika memiliki asumsi


(61)

normalitas sebaran (Santoso, 2010). Pada penelitian ini, pengujian normalitas dilakukan dengan teknik Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian terhadap normalitas adalah apabila nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal (Priyatno, 2014).

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui varian populasi data apakah antara dua kelompok atau lebih data memiliki varian yang sama atau berbeda (Priyatno, 2014). Uji homogenitas perlu dilakukan karena uji ini merupakan prasyarat dalam uji hipotesis

independent sample t-test (Priyatno, 2014). Kriteria pengambilan

keputusan pada uji homogenitas adalah apabila nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka data tersebut tidak memiliki perbedaan varian atau dengan kata lain data tersebut sama (Priyatno, 2014).

2. Uji Hipotesis

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan siswa dalam menghadapi ujian akhir semester antara siswa kos dan tinggal dengan orang tua. Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan uji independent sample t-test untuk melakukan uji hipotetsis. Independent sample t-test berguna untuk menguji dua rata-rata dari dua kelompok data yang independen (Priyatno, 2014).


(62)

42 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala kecemasan yang telah dibuat oleh peneliti. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 25 Januari 2016 hingga 5 Februari 2016, tiga minggu sebelum ujian akhir semester dilaksanakan. Pengambilan data dilakukan dengan memberikan skala kepada subjek penelitian secara langsung maupun dengan bantuan orang lain. Pemberian kuesioner kepada subjek secara langsung dilakukan di beberapa tempat. Tempat pertama adalah sebuah rumah kos yang dihuni oleh anak SMA. Tempat kedua adalah di rumah seorang guru les. Tempat ketiga adalah beberapa rumah siswa SMA. Peneliti menyebarkan 235 eksemplar skala kecemasan, namun hanya 222 eksemplar skala yang layak untuk digunakan oleh peneliti. Hal tersebut karena beberapa skala tidak terisi dengan lengkap baik jawaban maupun identitas subjek.


(63)

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 222 siswa. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini adalah anak SMA dari kelas X hingga XII yang kos dan tidak kos. Peneliti tidak memilih sekolah secara khusus sehingga peneliti memilih sekolah secara acak. Berikut rincian subjek dalam penelitian ini.

Tabel 6.

Tabel 6a. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Tempat Tinggal

Tempat Tinggal Total

Kos Tidak Kos

111 111 222

Tabel 6b. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Kelas Kelas

Total

X XI XII

83 75 64 222

Tabel 6c. Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin

Total Perempuan Laki-laki


(64)

C. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian berisi informasi tentang jumlah subjek pada setiap kelompok sampel, nilai minimum dan nilai maksimum yang diperoleh subjek, rerata dan standar deviasi. Deskripsi data dikelompokan sesuai dengan kelompok subjek.

Tabel 7. Deskripsi Data Variabel Kecemasan

Deskripsi Kelompok Subjek

Kos Tidak Kos Total

N 111 111 222

Minimum 77,00 120,00 77,00

Maximum 157,00 164,00 164,00

Rerata 114,91 133,37 124,14

Standar Deviasi 11,33 8,97 13,76

Tingkat kecemasan siswa menghadapi ujian akhir semester dilihat dari nilai rerata pada kelompok subjek. Nilai rerata setiap kelompok subjek merupakan nilai rerata empirik. Nilai rerata empirik tersebut kemudian akan dibandingkan dengan nilai rerata teoritis, jika nilai rerata empirik lebih besar daripada nilai rerata teoritis maka disimpulkan bahwa kelompok subjek tersebut memiliki tingkat kecemasan yang termasuk dalam kategori tinggi. Rerata teoritis diperoleh dengan perhidungan manual dan menggunakan rumus sebagai berikut.

μ = ½ [(Imaks + Imin)Σk]

Keterangan:

μ = Mean Teoritik

Imaks = Skor tertinggi item Imin = Skor terendah item


(65)

Σ k = Jumlah item soal

Berdasarkan perhitungan secara manual, diperoleh nilai rerata teoritis sebesar 122,5. Hal tersebut menunjukan bahwa nilai rerata empirik (M = 124,14) lebih tinggi daripada nilai rerata teoritik (M = 122,5). berdasarkan hasil tersebut maka disimpulkan bahwa tingkat kecemasan siswa kos dan siswa yang tidak kos tergolong tinggi.

D. Hasil

1. Uji Normalitas

Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan terhadap data sampel peneltitian yaitu, skor skala kecemasan. Pengujian normalitan menggunakan one sample kolmogorov-smirnov test dengan nilai signifikansi atau probabilitas ditetapkan 0,05 dan jika nilai signifikansi yang diperoleh kurang dari 0,05 maka menggunakan Mann-Whitney Test.

Tabel 8. Tests of Normality Skala Kecemasan

Siswa

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistik df Sig. Statistik df Sig. kecemasan tidak kos .093 111 .020 .949 111 .000

kos .081 111 .067 .960 111 .002

Pada one sample Kolmogorov-smirnov test skala kecemasan, terlihat bahwa angka pada kolom Sig untuk siswa tidak kos adalah 0,020 dan untuk siswa kos adalah 0,067. Hasil perhitungan di atas menunjukan bahwa data penelitian siswa yang tidak kos tergolong tidak normal,


(66)

sedangkan data penelitian siswa kos tergolong normal. Maka distribusi populasi data mahasiswa pada penelitian ini adalah tidak normal.

Gambar 2. Plot Skala Kecemasan Pada Siswa yang Tidak Kos

Gambar 3. Plot Skala Kecemasan Pada Siswa kos

Pada grafik Skala Kecemasan baik pada siswa kos maupun yang tidak kos terdapat garis diagonal yang menggambarkan keadaan ideal data yang mengikuti distribusi normal. Titik-titik yang berada disekitar garis adalah keadaan data yang diuji. Semakin banyak data yang berada didekat


(67)

garis atau bahkan menempel di garis, maka data dikatakan normal. Grafik skala kecemasan pada anak kos menunjukan bahwa banyak data yang berada dan bahkan menempel pada garis, sehingga data tersebut dikatakan normal. Sedangkan pada grafik skala kecemasan siswa yang tinggal bersama orang tua menunjukan bahwa sebagian data tidak berada di garis dan bahkan menyebar, sehingga data tersebut dikatakan tidak normal. Berdasarkan hal tersebut, maka disimpulkan bahwa data penelitian berdistribusi tidak normal.

1. Uji Homogenitas

Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan terhadap skor skala kecemasan. Peneliti menggunakan analisis Levene’s Test For Equality of

Variances untuk menguji homogenitas data penelitian. Nilai signifikansi

ditentukan sebesar 0,05, apabila nilai p lebih besar dari 0,05, maka data penelitian dikatakan homogen (Priyatno, 2014).

Tabel 9. Uji Homogenitas

Levene’s Test for

Equality of Variances

F Sig.

Kecemasan Equal variances assumed

1.995 .159

Equal variances not assumed


(68)

Hasil analisis Levene menunjukan bahwa angka signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,159 maka menunjukan bahwa data tersebut homogen atau berasal dari varian yang sama.

2. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan dan diperoleh hasil pengujian terhadap penyebaran data atau distribusi data diketahui bahwa data penelitian memiliki distribusi yang tidak normal. Berdasarkan hasil tersebut peneliti melakukan analisis data untuk uji hipotesis menggunakan metode non-parametrik. Metode non-parametrik yang digunakan adalah Mann Whitney

U Test, yaitu Two-independent sampel T test melalui program SPSS versi

22.0 for windows.

Tabel 10. Uji Mann-Whitney Kecemasan Antara Siswa Kos dan Siswa yang Tinggal dengan Orang Tua

kecemasan

Mann-Whitney U 1020.000

Wilcoxon W 7236.000

Z -10.748


(69)

Berdasarkan hasil perhitungan Mann-Whitney test skala kecemasan antara siswa kos dan siswa yang tinggal bersama orang tua terlihat bahwa pada kolom asymp. Sig (2-tailed) adalah 0,000; dengan kata lain probabilitas dibawah 0,05 atau 0,000 < 0,05. Santoso (2012) menyebutkan bahwa jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima, dan jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak. Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa probabilitas 0,000; dengan kata lain probabilitas lebih kecil dari 0,05 yang berarti terdapat perbedaan tingkat kecemasan antara siswa kos dan siswa yang tidak kos atau tinggal dengan orang tua.

Tabel 11. Mean Mann-Whitney Test Skala Kecemasan antara Siswa kos dan Siswa Tidak Kos

siswa N Mean Rank Sum of Ranks kecemasan tidak kos 111 157.81 17517.00

kos 111 65.19 7236.00

Total 222

Hal ini didukung dengan perbedaan mean pada tingkat kecemasan antara siswa kos 65,19 dan siswa yang tidak kos 157,81. Hal tersebut menunjukan bahwa siswa yang tidak kos atau tinggal bersama orang tua lebih cemas dalam menghadapi ujian akhir semester daripada siswa kos.

Maka hipotesis yang diajukan oleh peneliti yang menyatakan bahwa siswa yang tinggal bersama orang tua memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi daripada siswa kos terbukti benar.


(70)

3. Hasil Tambahan

Skala kecemasan pada penelitian ini terdiri dari 49 item dengan skor masing-masing item 1 hingga 4. Berdasarkan hal tersebut maka diperoleh skor minimum 1x49 = 49 dan skor maksimum 49x4 = 196, sehingga jarak sebaran (range hipotetik) sebesar 196-49 = 147.

Berdasarkan hasil tersebut maka diperoleh standar deviasi sebesar σ = 147

: 6 = 24,5 dan mean teoritis sebesar μ = (49 + 196) : 2 = 122,5.

Hasil perhitungan di atas digunakan untuk menentukan kategorisasi skor kecemasan. Kontinum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Norma pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 12. Kategorisasi Skor Kecemasan

Norma Rentang Nilai Keterangan

X < (μ –1.0σ) X < 98 Rendah

(μ –1.0σ) ≤ X < (μ + 1.0σ)

98 ≤ X < 147 Sedang


(71)

Norma yang diperoleh di atas menunjukan kategori kecemasan, sebagai berikut:

Tabel 13. Kategori Skor Kecemasan Pada Siswa SMA Yang Tinggal Dengan Orang Tua dan Kos Dalam Menghadapi Ujian Akhir

Semester

Rentang Nilai

Kategori

Kos

Tinggal Dengan Orang Tua Jumlah

Subjek

%

Jumlah Subjek

%

X < 98 Rendah 7 6,31% - -

98 ≤ X <

147

Sedang

103 92,79% 102 91,89%

147 ≤ X Tinggi 1 0,9% 9 8,11%

Total 111 100% 111 100%

E. Pembahasan

Hasil perhitungan menggunakan Mann-Whitney test skala kecemasan antara siswa kos dan siswa yang tidak kos dalam hal ini tinggal bersama orang tua menunjukan bahwa nilai signifikansi data hasil penelitian sebesar 0,000 sehingga disimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Hal ini mengacu pada pernyataan Santoso (2012) bahwa jika probabilitas > 0,05 maka Ho diterima, dan jika probabilitas < 0,05 maka Ho ditolak.


(72)

Hasil perhitungan menunjukan bahwa rerata tingkat kecemasan antara siswa kos 65,19 dan siswa yang tidak kos 157,81. Hal tersebut menunjukan bahwa siswa yang tidak kos atau tinggal bersama orang tua lebih cemas dalam menghadapi ujian akhir semester daripada siswa kos. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh pengaruh teman sebaya dan lingkungan kos. Menurut Arisandy (2011) teman sebaya memberi pengaruh penting dalam kegiatan belajar siswa. Teman sebaya memberikan dukungan instrumental dan dukungan informatif sehingga siswa kos mendapat feedback secara langsung dari teman sebaya mengenai hasil pekerjaan atau masalah mereka (Arisandy, 2011). Menurut Hidayatullah (dalam Arisandy, 2011) siswa kos memiliki waktu yang lebih longgar dan fleksibel untuk belajar dan membentuk kelompok belajar. Menurut Soejanto (1981) berdiskusi dengan teman membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh seseorang. Belajar kelompok menurunkan kecemasan pada diri siswa karena belajar kelompok memotivasi siswa untuk belajar (Adeyuniati, dalam Olivia, 2011).

Hasil penelitian mugkin dipengaruhi oleh kecenderungan siswa kos untuk melakukan adaptasi dengan lingkunngan baru. Adaptasi yang dilakukan oleh siswa kos membuat mereka mencari cara untuk menghadapi tantangan dan masalah termasuk dalam hal akademik (Waas, dalam Arisandy, 2011). Menurut Arisandy (2011) adaptasi tersebut membuat siswa kos memiliki kemampuan untuk menetapkan tujuan belajar yang jelas dan didasarkan pada kesadaran diri dan memiliki efikasi diri yang tinggi untuk menyelesaikan


(73)

tugas akademik sehingga mereka menggunakan seluruh kemampuan untuk mengatur proses belajar mereka.

Lingkungan kos berpotensi untuk melakukan modeling. Menurut Sudrajat (dalam Arisandy, 2011) lingkungan kos memungkinkan siswa untuk melakukan modeling, karena lingkungan kos memberikan rangsangan pada individu untuk berpartisipasi dan mengikuti bila sesuai dengan dirinya. Menurut Arisandy (2011) selain memiliki potensi untuk melakukan modeling, lingkungan kos memberikan persuasi verbal karena siswa tinggal dengan siswa lain yang memiliki kesamaan untuk melakukan kegiatan belajar, dalam hal ini siswa mencari model yang dianggap sesuai dengan diri untuk mengadopsi perilaku belajar yang mendukung mencapai tujuan belajar mereka.

Sedangkan tingkat kecemasan siswa yang tinggal bersama orang tua lebih tinggi kemungkinan disebabkan oleh pengawasan orang tua terhadap kegiatan belajar anak. Pengawasan akan membuat anak menjadi ketergantungan dalam belajar sehingga tujuan belajar atas kesadaran diri menjadi kurang kuat (Arisandy, 2011). Hal tersebut berkaitan dengan rasa malas belajar pada anak karena perhatian dan sikap orang tua. Orang tua yang sibuk dan kurang memperhatikan kegiatan belajar anak, maka anak menjadi malas untuk belajar (Prayoga (2013) & Winda (2014)). Akan tetapi perhatian dan pengendalian orang tua yang berlebihan berdampak kurang baik bagi siswa. Menurut Khairani (2014) orang tua yang terlalu berlebihan dalam memberikan perhatian kepada anak membuat anak malas belajar. Penelitian


(74)

Attaway (dalam Arisandy, 2011) menunjukan bahwa pengendalian yang tinggi oleh orang tua berpengaruh terhadap rendah prestasi akademik siswa.

Rasa malas belajar di rumah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti fasilitas dan kondisi fisik. Menurut Khairani (2014) fasilitas yang disediakan di rumah mampu membuat siswa menjadi malas untuk belajar seperti CD, VCD, dan barang elektronik lain yang berisi games. Faktor jasmani mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Kondisi fisik yang sedang lelah membuat siswa menjadi malas belajar (Slameto, 2010). Jarak antara rumah dan sekolah yang cukup jauh merupakan salah satu pemicu kelelahan bagi siswa yang memiliki rumah yang cukup jauh dari sekolah.

Malas belajar dan motivasi belajar siswa yang rendah membuat siswa kurang memiliki semangat untuk belajar sehingga siswa tersebut kurang mempelajari materi yang akan diujikan sehingga siswa menjadi kurang memiliki persiapan ujian akhir semester dan memicu kecemasan pada diri siswa dalam menghadapi ujian. Astuti (2015) menyebutkan bahwa kurang persiapan siswa dalam menghadapi tes atau ujian menyebabkan kecemasan. Kecemasan menghadapi ujian adalah suatu kondisi psikologis dan fisiologis siswa yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan pikiran, perasaan dan perilaku motorik tak terkendali menimbulkan kecemasan (Tresna, 2011).

Hal lain yang mempengaruhi tingkat kecemasan siswa yang tinggal bersama orang tua adalah keterbatasan siswa untuk melakukan modeling dan persuasi verbal. Arisandy (2011) menjelaskan tinggal bersama orang tua akan membatasi siswa untuk melakukan modeling dan persuasi verbal karena orang


(75)

tua memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda dengan siswa sehingga mereka tidak memperoleh model perilaku dan arahan secara langsung tentang materi pelajaran saat belajar.


(1)

No.

Pernyataan

SS

S

TS

STS

42.

Ketika waktu ujian akan habis, saya menjadi

lebih gelisah

43.

Saya tetap tenang ketika ujian akhir semester

akan segera berakhir sedangkan banyak soal

yang belum selesai

44.

Saya tetap duduk dengan tenang ketika

mengerjakan soal ujian akhir semester ketika

waktu hampir habis

45.

Saya tidak berkeringat sedikitpun ketika belum

selesai mengerjakan soal ujian akhir semester

dan waktu hampir habis

46.

Pikiran saya menjadi tidak tenang menjelang

ujian akhir semester

47.

Saya susah untuk duduk tenang ketika

mengerjakan ujian akhir semester

48.

Bagi saya semua soal ujian akhir semester itu

mudah

49.

Saya menjadi gelisah ketika teringat bahwa ujian

akhir semester sebentar lagi

Periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewat


(2)

Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

kecemasan 222 77.00 164.00 124.1441 13.75766


(3)

Uji Normalitas

Case Processing Summary

siswa

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kecemasan tidak kos 111 100.0% 0 0.0% 111 100.0%

kos 111 100.0% 0 0.0% 111 100.0%

Tests of Normality

siswa

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kecemasan tidak kos .093 111 .020 .949 111 .000

kos .081 111 .067 .960 111 .002


(4)

Uji Homogenitas

Group Statistics

siswa N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kecemasan tidak kos 111 133.3694 8.95639 .85010

kos 111 114.9189 11.32667 1.07508

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

kecemasan Equal

variances assumed

1.995 .159 13.462 220 .000 18.45045 1.37057 15.74932 21.15158

Equal variances not assumed


(5)

Uji Hipotesis

Mann-Whitney Test

Ranks

siswa N Mean Rank Sum of Ranks

kecemasan tidak kos 111 157.81 17517.00

kos 111 65.19 7236.00

Total 222

Test Statisticsa

kecemasan

Mann-Whitney U 1020.000

Wilcoxon W 7236.000

Z -10.748

Asymp. Sig. (2-tailed) .000


(6)

Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KEMANDIRIAN ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN DENGAN REMAJA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA

4 33 22

KOHESIVITAS KELUARGA PADA PASANGAN SUAMI ISTRI YANG BERTEMPAT TINGGAL TERPISAH.

3 24 20

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UMS YANG TINGGAL DI PONDOKAN DENGAN MAHASISWA YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA.

0 1 5

PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI LAKI-LAKI YANG TINGGAL DI ASRAMA DENGAN LAKI-LAKI YANG TINGGAL BERSAMA ORANG PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI LAKI-LAKI YANG TINGGAL DI ASRAMA DENGAN LAKI-LAKI YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA PADA SISWA KELAS II SMA MTA SURAKARTA

0 0 16

PENDAHULUAN PERBEDAAN TINGKAT DEPRESI LAKI-LAKI YANG TINGGAL DI ASRAMA DENGAN LAKI-LAKI YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA PADA SISWA KELAS II SMA MTA SURAKARTA.

0 0 4

Perbedaan Sikap Sosial Antara Siswa Yang Tinggal Di Pondok Pesantren dan Siswa Yang Tinggal Bersama Orang Tua Pada Siswa Kelas II MA Banat NU Kudus Pada Tahun Pelajaran 2004/2005.

0 0 1

Perbedaan Tingkat Perkembangan Moral Antara Remaja yang Tinggal Bersama Orang Tua (Keluarga) dengan Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren - Ubaya Repository

0 0 1

PERBEDAAN KEMATANGAN SOSIAL ANTARA SISWA TK YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DAN YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN SKRIPSI

0 0 15

PERBANDINGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR YANG TINGGAL BERSAMA ORANG TUA SISWA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN PADA BIDANG STUDI QUR’AN HADIST

0 0 30

Perbedaan self regulated learning pada mahasiswa yang bertempat tinggal di kos dan di rumah bersama orang t - USD Repository

0 1 119