obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krimsalep rektal dan tablet vagina.
D. Kualitas Pelayanan
1. Penilaian kualitas pelayanan
Kualitas adalah keseluruhan ciri dan sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat. Kualitas pelayanan mempunyai hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen. Bila kualitas pelayanan yang diberikan baik maka
konsumen akan puas. Tingkat kepuasan bergantung pada perbedaan antara kenyataan yang diterima konsumen dengan harapan yang dimiliki oleh konsumen.
Apabila harapan sama dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen, maka konsumen puas, namun bila harapan lebih besar daripada kenyataan maka
konsumen tidak puas Kotler, 2005. Perwujudan kepuasan konsumen dapat didefinisikan secara lebih
sederhana melalui lima dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Parasuraman, et al 1985 dalam penelitiannya, yaitu :
a. Reliability keandalan yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. b.
Assurance jaminan yaitu pengetahuan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap konsumen.
c. Tangible keberwujudan yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil
dan media komunikasi.
d. Emphaty empati yaitu syarat untuk peduli, memberikan perhatian pribadi
terhadap konsumen. e.
Responsiveness ketanggapan yaitu kemampuan untuk membantu konsumen dan memberikan jasa yang cepat.
2.
Model kualitas pelayanan
Parasuraman, et al 1985 membuat visualisasi tentang Konsep Model Kualitas Jasa Connceptual Model of Service Quality
– The Gap Analysis Model. Model Service Quality tersebut dikenal dengan istilah Gap Analysis Model.
Analisis gap dilakukan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi antara pelayanan yang diharapkan konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh
konsumen dari pelayanan yang telah diberikan oleh karyawan di suatu perusahaan. Nilai gap negatif menunjukkan kualitas pelayanan suatu kriteria
kurang baik, sehingga perlu ditingkatkan. Bila nilai gap positif, maka hal itu menunjukkan bahwa kenyataan konsumen terhadap kenyataan suatu kriteria
pelayanan melebihi harapannya terhadap kriteria yang sama Tjiptono dan Gregorius, 2005.
Perbedaan cara penyampaian dari apa yang dipersepsikan konsumen itu, menurut Parasuraman, et al 1985, mencangkup lima gap, yaitu :
a. Gap ke-1
Gap ini muncul sebagai akibat dari ketidaktahuan manajemen tentang
kualitas jasa yang sebenarnya diharapkan konsumen. Akibatnya, desain dan standar jasa yang disampaikan menjadi tidak layak, sehingga perusahaan tidak
dapat memperlihatkan kinerja seperti apa yang diinginkan konsumen. Jadi, gap
harapan konsumen dengan persepsi manajemen merupakan sumber munculnya gap-gap
lainnya. b.
Gap ke-2 Manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan
konsumen, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja yang jelas. Hal ini bisa disebabkan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen
terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau adanya kelebihan permintaan.
c. Gap ke-3
Beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih, beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kinerja.
Selain itu, karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadang saling bertentangan satu sama lain.
d. Gap ke-4
Harapan konsumen sering kali dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Dimana risiko yang dihadapi perusahaan
adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi. e.
Gap ke-5 Gap
ke-5 yaitu Gap antara harapan konsumen dengan layanan yang diterima atau dirasakan. Gap ini dapat menimbulkan sejumlah konsekuensi
negatif, seperti kualitas yang buruk dan masalah kualitas, komunikasi dari mulut ke mulut yang negatif, dampak negatif terhadap citra perusahaan, dan kehilangan
konsumen Tjiptono dan Gregorius, 2005.
E. Diagram Kartesius