itu memiliki aktivitas dan efek yang seringkali berbeda satu sama lain, tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya. Hal ini dianggap kurang memuaskan dan sulit
menentukan dosis yang tepat. Melalui penelitian yang terus berkembang, ahli-ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam tanaman-
tanaman. Hasil percobaan mereka adalah zat kimia, yang terkenal diantaranya ialah efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris, atropine dari Atropa belladonna, morfin dari
candu Papaver somniferum dan digoksin dari Digitalis lanata. Tidak puas dengan mendapatkan obat dari ekstraksi tumbuhan atau hewan maka pada permulaan abad ke-
20, obat-obat kimia sintetik mulai dikenal seperti Salvarsan dan Aspirin.
Sejak tahun 1945 ilmu-ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat, dan ha ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-
obat baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 obat setiap tahunnya, yang mengakibatkan perkembangan revolsioner di bidang farmako-terapi.
Kebanyakan obat kuno ditinggalkan diganti dengan obat-obat modern Yahya et al, 1992.
2.1.2. Klasifikasi Obat
Berdasarkan fungsinya dalam pengobatan, obat dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Obat yang bekerja pada system saluran cerna 2.
Obat yang bekerja untuk penyakit sistem kardiovaskuler jantung 3.
Obat yang bekerja pada saluran pernapasan 4.
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat otak 5.
Obat bius 6.
Obat anti nyeri
Universitas Sumatera Utara
7. Obat untuk mengobati infeksi
8. Obat-obat hormonal
9. Obat-obat kandungan, saluran kemih, kelamin
10. Obat kanker
11. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah
12. Obat-obat untuk penyakit otot dan sendi
13. Obat-obat luar
14. Obat kekebalan tubuh dan vaksin
Menurut bentuknya, ada empat macam bentuk obat : 1.
Bentuk padat : Serbuk, tablet, kapsul, pil, suppositoria, ovula dan basila. 2.
Bentuk semia padat : Salep, pasta, krim, gel dan lotion. 3.
Bentuk cairan : Sirup, Injeksi, infus dan obat tetes. 4.
Bentuk gas : dengan cara disemprotkan dengan suatu alat aerosol Widodo,2004
2.1.3. Obat Adrenergik
Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkankannya mirip perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek neurotransmitor epinefrin yang
disebut adrenalin dari susunan sistem saraf sistematis. Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis ;
1. Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa dan
terhadap kelenjar liur dan keringat 2.
Penghambat perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka
Universitas Sumatera Utara
3. Perangsang jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi 4.
Perangsang Sistem saluran pernapasan 5.
Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenilisis dihati dan otot dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin dan hormon
hipofisis 7.
Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan neurotransmitor Setiawati, 1995.
Obat adrenergik dapat digolongkan menjadi dua yaitu berdasarkan mekanisme kerja dan efek farmakologinya. Menurut mekanisme kerja dapat dibagi menjadi :
1. Adenergik yang berefek langsung
Golongan ini bekerja secara langsung, membentuk kompleks dengan reseptor khas. Contohnya epinefrin.
2. Adrenergik yang berefek tidak langsung
Adrenergik ini bekerja dengan melepaskan katekolamin, terutama norepenefrin, dari granul-granul penyimpanan diujung saraf simpatetik atau
menghambat pemasukan norepinefrin pada membran saraf. Contoh : amfetamin, etilamfetamin.
3. Adrenergik yang berefek campuran
Adrenergik ini dapat menimbulkan efek melalui pengaktifan adrenoreseptor dan melepaskan katekolamin dari tempat penyimpanan atau menghambat
pemasukan katekolamin. Contoh : efedrin, fenilpropanolamin.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan efek farmakologis atau penggunaan terapi, obat adrenergik dibagi menjadi lima golongan :
1. Vasopresor, digunakan untuk pengobatan syok, dengan cara mengembangkan
jaringan perfusi. Contoh : dobutamin HCl, dopamine HCl, isoproterenol HCl, fenilefrin HCl.
2. Bronkodilator, menyebabkan relaksasi otot polos bronkiola, dan digunakan
sebagai penunjang pada pengobatan asma, bronchitis, emfisema dan gangguan pada paru-paru. Contoh : salbutamol sulfat, terbutalin sulfat, klenbuterol,
metaproterenol sulfat, fenoterol HBr, prokaterol HCl, efedrin HCl, epinefrin. 3.
Dekongestan hidung, digunakan untuk mengurangi aliran darah pada daerah yang bengkak karena menyebabkan vasokonstriksi arteriola pada mukosa
hidung. Contoh : efedrin HCl, epinefrin, nafazolin HCl. 4.
Midriatik, menyebabkan midriasis dengan cara menimbulkan kontraksi otot pelebaran iris mata.
5. Dekongestan mata, menimbulkan efek vasokonstriksi, midriasis dan
menurunkan tekanan dalam mata. Digunakan untuk mengontrol pendarahan selama operasi mata, pengobatan glaucoma tiper tertentu, pengobatan beberapa
penyakit mata dan untuk penjernih mata. Contoh : divefrin HCl, efedrin sulfat, epinefrin HCl, fenilefrin HCl, nafazolin HCl Siswandono et al, 1995.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Epinefrin 2.2.1. Defenisi Epinefrin