dipergunakan untuk obat pemicu kerja jantung dan sudah sesuaikah dengan kadar yang diperbolehkan dan tertera dalam USP 32 Volume 2.
1.2. Permasalahan
Permasalahanya adalah apakah kadar epinefrin dalam sediaan injeksi telah memenuhi syarat sesuai dengan USP 32 Volume 2 yaitu tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih
dari 115,0 .
1.3. Tujuan
− Untuk mengetahui kadar epinefrin dalam sediaan injeksi obat pemacu kerja jantung.
− Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penetapan kadar epinefrin dalam sediaan injeksi obat pemacu kerja jantung secara laboratorium.
1.4. Manfaat
− Memberikan informasi tentang kadar epinefrin dalam sediaan injeksi obat pemacu kerja jantung dan mengetahui apakah telah memenuhi syarat sesuai
dengan USP 32 Volume 2 yaitu tidak kurang dari 90,0 dan tidak lebih dari 115,0
− Memberikan informasi tentang metode yang digunakan pada penetapan kadar epinefrin dalam sediaan injeksi obat pemacu kerja jantung
− Memberikan informasi mengenai prinsip dan cara kerja alat KCKT
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat 2.1.1. Sejarah Perkembangan Obat
Masyarakat sering menamakan obat untuk segala sesuatu yang dapat menyembuhkan. Tidak selalu berupa materi tetapi juga hal- hal yang non materi, seperti tenaga dalam,
mantra, doa, dan lain sebagainya. Saat ini upaya pengobatan telah berkembang amat luas, pengobatan pengobatan tradisional pun mulai banyak dikembangkan sehinggga
muncullah istilah-istilah pengobatan alternatif seperti pengobatan herbal, aromaterapi, terapi air, terapi urin, dan lain sebagainya. Pada awalnya orang-orang terdahulu
menemukan obat dengan jalan mencoba-coba. Melalui serangkaian pengalaman yang turun-temurun, mereka mempercayai bahwa akar-akaran atau dedaunan tertentu dapat
digunakan untuk mengobati penyakit. Setelah ilmu pengetahuan berkembang, mulailah dilakukan penelitian-penelitian ilmiah. Banyak di antara penelitian tersebut
pada awalnya mengacu pada obat tradisional yang ada, dan memang pada kenyataanya banyak juga yang benar-benar mengandung senyawa obat yang
diinginkan Widodo, 2004.
Namun tidak semua obat memulai riwayatnya sebagai obat anti-penyakit. Contohnya strychnine dan kurare pada awalnya digunakan sebagai racun panah
pribumi Arfika dan Amerika Selatan. Obat-obat yang semula diperoleh secara ilmiah
Universitas Sumatera Utara
itu memiliki aktivitas dan efek yang seringkali berbeda satu sama lain, tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya. Hal ini dianggap kurang memuaskan dan sulit
menentukan dosis yang tepat. Melalui penelitian yang terus berkembang, ahli-ahli kimia mulai mencoba mengisolasi zat-zat aktif yang terkandung dalam tanaman-
tanaman. Hasil percobaan mereka adalah zat kimia, yang terkenal diantaranya ialah efedrin dari tanaman Ephedra vulgaris, atropine dari Atropa belladonna, morfin dari
candu Papaver somniferum dan digoksin dari Digitalis lanata. Tidak puas dengan mendapatkan obat dari ekstraksi tumbuhan atau hewan maka pada permulaan abad ke-
20, obat-obat kimia sintetik mulai dikenal seperti Salvarsan dan Aspirin.
Sejak tahun 1945 ilmu-ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat, dan ha ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematis dari obat-
obat baru. Beribu-ribu zat sintetik telah ditemukan, rata-rata 500 obat setiap tahunnya, yang mengakibatkan perkembangan revolsioner di bidang farmako-terapi.
Kebanyakan obat kuno ditinggalkan diganti dengan obat-obat modern Yahya et al, 1992.
2.1.2. Klasifikasi Obat
Berdasarkan fungsinya dalam pengobatan, obat dikelompokkan sebagai berikut : 1.
Obat yang bekerja pada system saluran cerna 2.
Obat yang bekerja untuk penyakit sistem kardiovaskuler jantung 3.
Obat yang bekerja pada saluran pernapasan 4.
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat otak 5.
Obat bius 6.
Obat anti nyeri
Universitas Sumatera Utara
7. Obat untuk mengobati infeksi
8. Obat-obat hormonal
9. Obat-obat kandungan, saluran kemih, kelamin
10. Obat kanker
11. Obat yang mempengaruhi gizi dan darah
12. Obat-obat untuk penyakit otot dan sendi
13. Obat-obat luar
14. Obat kekebalan tubuh dan vaksin
Menurut bentuknya, ada empat macam bentuk obat : 1.
Bentuk padat : Serbuk, tablet, kapsul, pil, suppositoria, ovula dan basila. 2.
Bentuk semia padat : Salep, pasta, krim, gel dan lotion. 3.
Bentuk cairan : Sirup, Injeksi, infus dan obat tetes. 4.
Bentuk gas : dengan cara disemprotkan dengan suatu alat aerosol Widodo,2004
2.1.3. Obat Adrenergik
Obat golongan ini disebut obat adrenergik karena efek yang ditimbulkankannya mirip perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek neurotransmitor epinefrin yang
disebut adrenalin dari susunan sistem saraf sistematis. Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis ;
1. Perangsang perifer terhadap otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa dan
terhadap kelenjar liur dan keringat 2.
Penghambat perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah otot rangka
Universitas Sumatera Utara
3. Perangsang jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi 4.
Perangsang Sistem saluran pernapasan 5.
Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenilisis dihati dan otot dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, rennin dan hormon
hipofisis 7.
Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan neurotransmitor Setiawati, 1995.
Obat adrenergik dapat digolongkan menjadi dua yaitu berdasarkan mekanisme kerja dan efek farmakologinya. Menurut mekanisme kerja dapat dibagi menjadi :
1. Adenergik yang berefek langsung
Golongan ini bekerja secara langsung, membentuk kompleks dengan reseptor khas. Contohnya epinefrin.
2. Adrenergik yang berefek tidak langsung
Adrenergik ini bekerja dengan melepaskan katekolamin, terutama norepenefrin, dari granul-granul penyimpanan diujung saraf simpatetik atau
menghambat pemasukan norepinefrin pada membran saraf. Contoh : amfetamin, etilamfetamin.
3. Adrenergik yang berefek campuran
Adrenergik ini dapat menimbulkan efek melalui pengaktifan adrenoreseptor dan melepaskan katekolamin dari tempat penyimpanan atau menghambat
pemasukan katekolamin. Contoh : efedrin, fenilpropanolamin.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan efek farmakologis atau penggunaan terapi, obat adrenergik dibagi menjadi lima golongan :
1. Vasopresor, digunakan untuk pengobatan syok, dengan cara mengembangkan
jaringan perfusi. Contoh : dobutamin HCl, dopamine HCl, isoproterenol HCl, fenilefrin HCl.
2. Bronkodilator, menyebabkan relaksasi otot polos bronkiola, dan digunakan
sebagai penunjang pada pengobatan asma, bronchitis, emfisema dan gangguan pada paru-paru. Contoh : salbutamol sulfat, terbutalin sulfat, klenbuterol,
metaproterenol sulfat, fenoterol HBr, prokaterol HCl, efedrin HCl, epinefrin. 3.
Dekongestan hidung, digunakan untuk mengurangi aliran darah pada daerah yang bengkak karena menyebabkan vasokonstriksi arteriola pada mukosa
hidung. Contoh : efedrin HCl, epinefrin, nafazolin HCl. 4.
Midriatik, menyebabkan midriasis dengan cara menimbulkan kontraksi otot pelebaran iris mata.
5. Dekongestan mata, menimbulkan efek vasokonstriksi, midriasis dan
menurunkan tekanan dalam mata. Digunakan untuk mengontrol pendarahan selama operasi mata, pengobatan glaucoma tiper tertentu, pengobatan beberapa
penyakit mata dan untuk penjernih mata. Contoh : divefrin HCl, efedrin sulfat, epinefrin HCl, fenilefrin HCl, nafazolin HCl Siswandono et al, 1995.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Epinefrin 2.2.1. Defenisi Epinefrin
Epinefrin atau adrenalin bahasa Inggris: adrenaline, epinephrine adalah sebuah hormon yang memicu reaksi terhadap tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Tidak
hanya gerak, hormon ini pun memicu reaksi terhadap efek lingkungan seperti suara derau tinggi atau cahaya yang terang. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi
detak jantung
meningkat, keringat
dingin dan
keterkejutan http:id.wikipedia.orgwikiAdrenalin.
Gambar 2.1 Struktur Epinefrin Adrenalin
Epinefrin mengandung tidak kurang dari 98,5 dan tidak lebih dari 101,0 C
9
H
13
NO
3
, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki Berat molekul 183,21. Sifat-sifat dari epinefrin adalah sukar larut dalam air, tidak larut dalam etanol
95 dan dalam eter, mudah larut dalam larutan ammonia dan dalam alkali karbonat. Tidak stabil dalam alkali atau netral, berubah menjadi merah jika terkena udara
Farmakope Indonesia, 1979.
2.2.2. Proses Sintesis Epinefrin
Epinefrin disintesis dari norepinefrin dalam sebuah jalur sintesis yang terbagi atas keseluruhan katekolamin, termasuk L-dopa, dopamin, norepinefrin, and epinefrin
Ganong, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Epinefrin atau adrenalin disintesis dengan cara berikut: di dalam hati, asam amino tirosin akan dibentuk dari fenilalanin. Senyawa ini akan diambil dari darah
masuk kedalam aksoplasma disini dengan bantuan tirosinhidroksilase akan dihidroksilasi pada cincin aromatisnya menjadi dihidroksifenilalanin Dopa dan
akhirnya senyawa ini oleh dopa-dekarboksilase didekarboksilasi menjadi dopamine. Dengan cara transport aktif, dopamine kemudian akan dibawa ke organel sel yang
khusus granula cadangan, vesikel dan di sini dengan bantuan dopamin- β-
hidroksilase akan dihidroksilasi pada rantai sampingnya menjadi noradrenalin norepinefrin. Sedangkan pengubahan selanjutnya menjadi adrenalin, hanya dapat
terjadi didalam otak dan tidak mungkin terjadi pada ujung saraf simpatis, karena enzim N-metiltransfarase yang mengubah noradrenalin menjadi adrenalin tidak ada.
Sebaliknya dalam sel kromafin medulla adrenal, tempat N-metiltransfarase ada, maka dari noradrenalin dengan metilasi pada N akan terbentuk adrenalin Mutschler, 1991.
2.2.3. Farmakodinamik Epinefrin 1. kardiovaskular
Kerja utama epinefrin adalah pada sistem kardiovaskular. Senyawa ini memperkuat daya kontraksi otot jantung miokard inotropik positif : kerja β
1
dan mempercepat kontraksi miokard kronotropik positif : kerja β
1
. Oleh karena itu, curah jantung meningkat pula. Akibat dari efek ini maka kebutuhan oksigen otot jantung jadi
meningkat juga. Epinefrin mengkonstriksi arteriol di kulit, membrane mukosa, dan visera efek α dan mendilatasi pembuluh darah ke hati dan otot rangka efek β
2
. Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu, efek kumulatif epinefrin adalah
peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit penurunan tekanan diastolik Mycek et al, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Pada jantung, adrenalin atau epinefrin bekerja meningkatkan kekuatan kontraksi dan frekuensi jantung. Curah jantung akan naik. Selama tekanan darah rata-
rata harga rata-rata antara tekanan sistol dan tekanan diastol tidak naik, tidak terjadi pengaturan lawan reflektrolik dari parasimpatis. Pada penggunaan adrenalin, harus
pula dipertimbangkan bahwa senyawa ini akan meninggikan pemakaian oksigen dan oleh karena itu walau terjadi dilatasi arteria koronaria, dapat timvbul serangan angina
pektoris Mutschler, 1991.
2. Respirasi
Epinefrin menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos bronkus kerja β
2
. Pada kasus syok anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan nyawa Mycek et al, 2001.
2.2.4. Farmakokinetik Epinefrin
Epinefrin mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat, obat ini diberikan secara intravena. Untuk memperoleh awitan yang sangat cepat dapat pula
diberikan secara subkutan, pipa endotrakeal, inhalasi, atau topikal pada mata. Pemberian peroral tidak efektif, karena epinefrin dapat dirusak oleh enzim dalam usus
Mycek et al, 2001
2.2.5. Pathoendokrinologi Epinefrin
Berbagai gejala negatif pada aktivitas atau metabolisme organ tubuh karena pengaruh epinefrin bisa disebabkan karena 2 kemungkinan : sekresi yang berlebihan atau
sebaliknya kekurangan sekresi. Masalah tersebut di antaranya :
Universitas Sumatera Utara
a. Palpitasi
Merupakan gejala abnormal pada kesadaran detak jantung, bisa terlalu lambat, terlalu cepat, tidak beraturan, atau berada dalam frekuensi normal. Gejala ini disebabkan
akibat sekresi epinefrin yang berlebihan. Tapi bisa juga karena konsumsi alkohol, kafein, kokain, amfetamin, atau obat-obatan yang lain, penyakit seperti
hipertiroidisme, atau efek panik.
b. Tachychardia
Perningkatan kecepatan aktivitas jantung. Kelainan endokrin seperti feokromositoma dapat menyebabkan pelepasan epinefrin dan tachychardia bebas dari sistem syaraf.
c. Arrhythmia
Keadaan abnormal pada aktivitas elektrik jantung. Jantung bisa berdetak lebih cepat atau sebaliknya malah lebih lambat. Sama seperti palpitasi, kelainan ini dipicu oleh
sekresi epinefrin yang berlebihan.
d. Sakit kepala
Kondisi sakit pada kepala, pada bagian leher ke atas. Umumnya disebabkan oleh ketegangan, migrain, ketegangan mata, dehidrasi, gula darah rendah dan sinusitis.
Beberapa sakit kepala juga karena kondisi ancaman hidup seperti meningitis, ensephalatis, aneuisme cerebral, tekanan darah sangat tinggi, dan tumor otak.
e. Tremor