Pada suburbanisasi tahap kedua, luasan lahan sawah semakin menurun, seiring dengan pesatnya pertambahan jumlah penduduk dan meluasnya lahan
urban khususnya perumahan real-estate dan industri. Pola migrasi di Jakarta berubah. Jumlah migrasi di Jakarta menurun. Hal ini terutama diakibatkan oleh
pesatnya proses subrubanisasi, akibat migrasi penduduk yang mencari perumahan di wilayah suburban. Achmad, 2003.
2.4.1. Deurbanisasi
Terdapat empat tahapan dalam proses urbanisasi, yaitu : 1.
Urbanisasi Tingginya perpindahan penduduk dari wilayah pedesaan menuju wilayah perkotaan
2. Suburbanisasi Adanya ekspansi masyarakat kota terhadap wilayah
satelit, atau wilayah sekeliling pusat kota 3.
Deurbanisasi Menurunya jumlah populasi di wilayah pusat kota 4.
Re-urbanisasi Kembalinya karakter perkotaan di wilayah perkotaan
Pengertian deurbanisasi dalam penelitian ini adalah menurunnya jumlah populasi di wilayah pusat kota dan meningkatnya jumlah populasi di wilayah
satelit. Seperti mobilasasi penduduk pada umumnya, deurbanisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Ketika ketimpangan
antara kota dan desa semakin tajam, maka daya tarik kota akan semakin kuat. Hal ini akan berpengaruh besar pada tingginya tingkat urbanisasi menuju kota
tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk di kota tentunya berdampak pada meningkatnya kebutuhan hidup. Kemudian, kebutuhan yang meningkat diiringi
dengan meningkatnya harga lahan di pusat kota. Dinamika ini menimbulkan dua gejala baru, yaitu tumbuhnya daerah-daerah kumuh di pusat kota dan semakin
berkembangnya daerah pinggiran kota Susanto dan Nugroho, 1997. Terdapat empat hal yang melatarbelakangi terjadinya deurbanisasi, yaitu :
1. Pergeseran sektor industri, dimana perusahaan lebih memilih
wilayah yang memiliki biaya lebih murah 2.
Adanya pembangunan transportasi serta meningkatnya kepemilikan kendaraan, yang menyebabkan mudahnya masyarakat
untuk melakukan mobilisasi 3.
Semakin majunya teknologi seperti internet dan alat komunikasi lainnya, sehingga masyarakat dapat bekerja di rumah
4. Adanya pendapat bahwa kehidupan di wilayah pinggiran kota lebih
aman daripada di pusat kota. Jumlah kriminalitas yang lebih tinggi berada pada pusat kota
5. Kualitas hidup yang lebih baik terdapat pada wilayah di luar pusat
kota.
2.4.2. Megapolitan
Megapolitan adalah sebuah wilayah kota besar beserta kota sekunder disekitarnya yang secara spasial, fungsi ekonomis, dan gaya hidup masyarakat
semakin terintegrasi melampaui batas-batas administratif wilayahnya. Daerah megapolitan merupakan jaringan yang terintegrasi dari daerah metropolitan dan
mikropolitan. Sebuah wilayah dapat diklasifikasikan kedalam megapolitan apabila memenuhi syarat :
1. Wilayah tersebut menggabungkan dua atau lebih daerah metropolitan atau
mikropolitan dengan total penduduk melebihi 8-10 juta jiwa. 2.
Wilayah yang digabungkan dalam metroploitan dan mikropolitan bersebelahan satu dengan yang lain.
3. Memiliki kesatuan budaya
4. Wilayah tersebut berada di lingkungan alam dan fisik yang kurang lebih sama
5. Wilayah tersebut memiliki infrastruktur transportasi yang menghubungkan
daerah-daerah tersebut, ditandai dengan lalu lintas barang-barang ekonomi dan jasa.
Tingginya pembangunan di pusat kota menyebabkan terjadinya proses restrukturisasi internal, baik secara sosial ekonomi maupun fisik. Salah satu hal
yang paling terlihat dalam proses ini adalah terjadinya pergeseran fungsi kota inti dari pusat manufaktur menjadi pusat kegiatan jasa dan keuangan. Sementara
manufaktur bergeser ke arah pinggiran kota. Secara fisik, proses ini ditandai dengan terjadinya alih fungsi lahan antara pusat kota dan pinggiran kota. Kawasan
pusat kota mengalami pergeseran lahan dari kawasan pemukiman menjadi kawasan bisnis, perkantoran, perhotelan, dan sebagainya. Sementara, kawasan
pinggiran kota terjadi pergeeran fungsi lahan dari pertanian menjadi kawasan pemukiman dan kawasan industri.
Meningkatnya pembangunan di kawasan pusat dan pinggiran kota menyebabkan mengaburnya batasan administratif antara wilayah pusat kota dan
pinggiran kota. Hal ini dikarenakan tingginya pembangunan ekonomi yang diikuti dengan pembangunan infrastruktur serta transportasi yang semakin meningkat.
Akibatnya, waktu tempuh antarlokasi semakin pendek dan kegiatan perkotaan dapat dengan mudah masuk ke wilayah pedesaan dengan intensitas hubungan
serta pergerakan penduduk yang semakin tinggi. Faktor-faktor pendorong terjadinya megapolitan adalah perkembangan
investasi di bidang manufaktur yang berorientasi ekspor. Kebijakan untuk menarik investasi asing yang berupa deregulasi di bidang investasi, keuangan dan
perdagangan internasional, serta debirokatisasi adalah proses yang mempercepat terjadinya mega-urban.
Sementara itu, perkembangan kawasan pinggiran kota umumnya tumbuh akibat pembangunan pemukiman yang tinggi. Area ini merupakan area alternatif
untuk beraktivitas dan bermukim bagi warga kota yang jenuh akibat kehidupan di pusat kota yang terlalu padat atau kurangnya kemampuan untuk membeli lahan di
pusat kota akibat harga lahan yang terlalu tinggi.
2.5. Kerangka Pemikiran