71
I
struktural ini bersifat lebih efektif, tidak hanya menunggu pada datangnya kasus tetapi juga memberikan penyuluhan-penyuluhan dan penerangan dalam rangka
penyadaran hukum kepada masyarakat, oleh karena itu bantuan hukum ini tidak hanya diberikan secara individual, lebih dari itu memberikan bantuan hukum
kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. Dengan demikian pada akhirnya bantuan hukum struktural ini akan
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang mampu merubah struktur yang tidak adil menjadi ke
arah struktur yang lebih adil, tempat peraturan hukum dan pelaksanaannya menjamin persamaan kedudukan baik di lapangan politik maupun di lapangan
ekonomi. Ini berarti bahwa gerakan bantuan hukum struktural dilaksanakan dalam konteks turut membangun masyarakat yang adil dan makmur
65
b. Penerima Bantuan Hukum
.
Bantuan hukum bukanlah suatu bentuk belas kasihan yang diberi oleh negara, melainkan perwujudan dari hak asasi manusia setiap individu serta
lerupakan tanggung jawab negara dalam melindungi fakir miskin. Masyarakat harus diyakinkan bahwa bantuan hukum adalah pemenuhan hak asasi manusia,
bukan sebagai wujud belas kasihan. Karena hak asasi manusia itu melekat di setiap diri manusia, maka pemberian bantuan hukum pun harus diterima dan
diperoleh oleh semua lapisan masyarakat. Oleh karena akses keadilan itu harus dapat dicapai oleh semua lapisan masyarakat, maka disini terjadi kekhususan,
65
Adi Mansar dan Ikhwaluddin Simatupang, Hukum Acara Pidana Indonesia dalam Perspektif Advokat dan Bantuan Hukum, CV. Jabal Rahmat, Medan, 2007, hlm. 33.
72
I
yaitu mengatur bagaimana keadilan itu dapat diakses oleh masyarakat yang tidak mampu sekalipun.
Undang-Undang Bantuan Hukum juga memberikan definisi penerima bantuan hukum. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang ini menyatakan bahwa
penerima bantuan hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Sehingga bantuan hukum yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut dikhususkan bagi
orang atau kelompok orang miskin yang dianggap tidak mampu menangani dan menyelesaikan masalah hukumnya sendiri. Setiap orang atau kelompok orang
miskin, yang selanjutnya disebut sebagai penerima bantuan hukum menurut Undang-Undang ini, tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya secara layak dan
mandiri. Dalam pasal 5 disebutkan, hak dasar itu meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan, layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha,
danatau perumahan. Sebagaimana definisi bantuan hukum yang dijelaskan dalam Undang-
Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh advokat secara Cuma-Cuma kepada klien yang tidak
mampu, maka advokat sebagai penyedia jasa hukum, sesuai pasal 22 Undang- Undang Advokat, wajib memberikan bantuan hukum secara Cuma-Cuma
terhadap para pencari keadilan yang tidak mampu. Pasal di atas bukanlah sekadar pasal pelengkap. Melainkan, juga mengandung makna bahwa seorang advokat
bertanggungjawab untuk ikut mendorong hak atas keadilan bagi masyarakat. Khususnya masyarakat miskintidak mampu dan buta hukum. Namun begitu,
73
I
bukan bermaksud menempatkan fungsi bantuan hukum sebagai sebuah sikap belas kasihan dari seorang advokat
66
a. Mendapatkan bantuan hukum hingga masalah hukumnya selesai
danatau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama penerima bantuan hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat
kuasa; .
Sebagaimana pemberi bantuan hukum, Undang-Undang Bantuan Hukum juga mencantumkan hak dan kewajiban dari penerima bantuan hukum.
Pasal 12 menyatakan bahwa penerima bantuan hukum berhak :
b. Mendapatkan bantuan hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum
danatau Kode Etik Advokat; dan c.
Mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian bantuan hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Adapun kewajibannya, sebagaimana diatur dalam pasal 13, yaitu :
a. Menyampaikan bukti, informasi, danatau keterangan perkara secara
benar kepada pemberi bantuan hukum; b.
Membantu kelancaran pemberian bantuan hukum. Hak dan kewajiban ini penting untuk diketahui dan dilaksanakan agar si
pemberi bantuan hukum dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sehingga tidak terjadi diskriminasi
66
Sartono dan Bhekti Suryani, Op. Cit, hlm. 27.
74
I
terhadap masyarakat yang memerlukan bantuan hukum dan asas-asas penyelenggaraan bantuan hukum itu dapat terlaksana dengan baik.
2. Prosedur Pemberian Bantuan Hukum