63
I
BAB III ANALISIS YURIDIS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011
TENTANG BANTUAN HUKUM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM
PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA
A. Bantuan Hukum Menurut Undang-Undang Bantuan Hukum
1. Pemberi dan Penerima Bantuan Hukum
a. Pemberi Bantuan Hukum
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Bantuan Hukum memberikan definisi Pemberi Bantuan Hukum. Pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan
hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Bantuan Hukum. Pelaksanaan bantuan hukum
hanya dapat dilakukan oleh pemberi bantuan hukum yang telah memenuhi syarat sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Bantuan Hukum. Adapun syarat-
syarat tersebut tercantum dalam pasal 8 ayat 2, antara lain : a.
Berbadan hukum; b.
Terakreditasi berdasarkan Undang-Undang terkait; c.
Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap; d.
Memiliki pengurus; dan e.
Memiliki program bantuan hukum.
64
I
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pemberian bantuan hukum harus dapat dijangkau oleh semua pihak, tidak tertutup kemungkinan bagi rakyat
miskin dan buta hukum. Artinya bahwa keadilan itu harus diperoleh secara merata, dapat mencakup semua pihak. Sehingga diharapkan dengan berdiri dan
bertambah banyaknya lembaga bantuan hukum di Indonesia dapat menunjang tegaknya hukum dan keadilan yang dicita-citakan semua pihak. Namun pada
kenyataannya hingga saat ini, berdirinya lembaga-lembaga bantuan hukum serta badan-badan bantuan hukum yang bernaung di bawah fakultas hukum berbagai
perguruan tinggi, arus perkembangannya masih di sekitar kota-kota besar di ibukota provinsi pada umumnya. Sedangkan di daerah-daerah terpencil yang
mayoritas penduduknya adalah rakyat miskin dan buta hukum, masih sulit bahkan belum terjangkau oleh lembaga-lembaga tersebut.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP sendiri pun bahkan tidak ada mengatur lebih lanjut tentang bantuan hukum. Yang dijelaskan
hanya pengertian penasihat hukum sebagaimana pasal 1 butir 13 menyatakan : “Penasihat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh
atau berdasar undang-undang untuk memberi bantuan hukum”. Jadi pemberi bantuan hukum yang dinyatakan oleh KUHAP disebut sebagai penasihat hukum.
Dan pemberian bantuan hukum itu sendiri meliputi pemberian bantuan hukum secara profesional dan formal, dalam bentuk pemberian jasa bantuan hukum bagi
setiap orang yang terlibat dalam kasus tindak pidana, baik secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak mampu dan miskin, maupun bantuan hukum bagi mereka yang
mampu oleh para advokat dengan jalan menerima imbalan jasa.
65
I
Disinggung mengenai advokat, sebagian besar masyarakat Indonesia mungkin lebih mengetahui bahwa pemberi bantuan hukum adalah seorang
advokat. Penasihat hukum yang dimaksud dalam KUHAP pun identik dengan seorang advokat. Hal ini karena mayoritas masyarakat yang berhadapan dengan
hukum berurusan dengan advokat sebagai penasihat hukum dan pendampingnya selama proses pemeriksaan. Bahkan apa yang mereka lihat dari media pun
seorang advokat lebih eksis daripada penyedia jasa bantuan hukum yang lain. Advokat dianggap sebagai pembela hak-hak mereka yang berurusan dengan
hukum. Namun istilah pembela itu sering disalahtafsirkan, seakan-akan berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa bebas atau lepas dari pemidanaan
walaupun ia jelas bersalah melakukan yang didakwakan itu. Padahal fungsi pembela atau penasihat hukum itu ialah membantu hakim dalam usaha
menemukan kebenaran materiil, walaupun bertolak dari sudut pandangan subjektif, yaitu berpihak pada kepentingan tersangka atau terdakwa
59
Seorang penasihat hukum diberi keleluasaan untuk berhubungan dengan tersangka atau terdakwa. Dalam membantu penyelesaian perkara,
penasihat hukum harus menjunjung tinggi hukum dan keadilan, tidak boleh mengganggu proses penyelesaian perkara. Bahkan mereka juga harus menjaga
kerahasiaan kliennya. Walaupun terdapat keleluasaan dalam berhubungan dengan tersangka atau terdakwa, tetap saja ia tidak boleh menyalahgunakan haknya itu.
Sehingga bagi seorang advokat, contohnya, mereka harus tetap terikat oleh kode .
59
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta, 2010,hlm. 90.
66
I
etik sebagaimana dicantumkan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Di dalam profesi advokat, terdapat perbedaan substansi antara bisnis jasa hukum profesional disebut juga bantuan hukum dengan murni bisnis jasa
komersial disebut juga jasa hukum. Keduanya menjadi bagian tak terpisahkan dari tugas profesi advokat sebagai salah satu elemen penegak hukum. Jasa hukum
merupakan sebuah pelayanan hukum yang bertujuan memperoleh imbalan jasa berupa honorarium. Artinya bahwa jasa hukum yang diberikan oleh advokat itu
mendapatkan timbal balik berupa imbalan dari apa yang dilakukannya. Sedangkan bantuan hukum adalah sebuah pelayanan hukum yang bersifat cuma-cuma, artinya
bantuan hukum yang diberikan oleh advokat itu tanpa mengharapkan adanya imbalan. Bila ditanya mana yang lebih mulia, tak ada yag lebih mulia antara jasa
hukum maupun bantuan hukum. Keduanya adalah setara, karena masing-masing termasuk dalam kewajiban bagi orang yang berprofesi menjadi advokat
60
Kemudian pemahaman tentang pemberi bantuan hukum pun berkembang sejak diundangkannya Undang-Undang Bantuan Hukum, yang
menyatakan bahwa pemberi bantuan hukum adalah lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan. Jadi menurut Undang-Undang ini, posisi advokat
. Tidak ada perintah untuk menuntut imbalan dalam pemberian bantuan hukum bagi
mereka yang tidak mampu.
60
Sartono dan Bhekti Suryani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Advokat, Dunia Cerdas, Jakarta, 2013, hlm. 26.
67
I
menjadi bagian dari pemberi bantuan hukum yang dalam hal ini bernaung dalam wadah Lembaga Bantuan Hukum atau Organisasi Kemasyarakatan
61
Lembaga Bantuan Hukum ini terdiri dari dua kelompok .
Pada umumnya Lembaga Bantuan Hukum ini berperan untuk membantu orang-orang yang tidak mampu bea perkara atau bea untuk membela
dirinya dalam pidana. Lembaga Bantuan Hukum biasanya berperan sebagai Legal Aids atau dengan ongkos murah. Sebab Lembaga Bantuan Hukum didirikan
bukan untuk nirlaba melainkan memberikan kemudahan akses pada masyarakat untuk memperoleh layanan konsultasi dan bantuan hukum secara murah, demi
tegaknya keadilan.
62
1. LBH swasta.
:
Inilah yang telah muncul dan berkembang belakangan ini. Anggotanya pada umumnya terdiri dari kelompok yang bergerak dalam profesi
hukum sebagai pengacara. Konsep dan programnya jauh lebih luas dari sekadar memberi bantuan hukum secara formal di depan sidang
pengadilan terhadap rakyat kecil yang miskin dan buta hukum. Konsep dan programnya dapat dikatakan meliputi dan ditujukan :
- Menitikberatkan bantuan dan nasihat hukum terhadap lapisan
masyarakat kecil yang tidak berpunya,
61
http:m.kompasiana.compostread4836922mengurai-uu-bantuan-hukum-3.html ,
diakses pada tanggal 23 Maret 2015, pkl. 00.40 WIB.
62
M. Yahya Harahap,Op. Cit, hlm. 350-351.
68
I
- Memberi nasihat hukum di luar pengadilan terhadap buruh, tani,
nelayan, dan pegawai negeri yang merasa haknya diperkosa, -
Mendampingi atau memberi bantuan hukum secara langsung di sidang pengadilan baik yang meliputi perkara perdata dan pidana,
- Bantuan dan nasihat hukum yang mereka berikan dilakukan dengan
cuma-cuma. 2.
LBH yang bernaung pada perguruan tinggi. LBH yang bernaung pada perguruan tinggi inipun hampir sama konsep
dan programnya dengan LBH swasta. Tetapi menurut pengamatan, pada umumnya LBH yang bernaung pada perguruan tinggi, kurang
populer. Sebab pada kenyataannya yang tampil ke depan memberi bantuan hukum terdiri daripada mereka yang masih berstatus
mahasiswa, sehingga menimbulkan anggapan kurang mampu melaksanakan bantuan hukum.
Pemberi bantuan hukum yang melaksanakan bantuan hukum harus memenuhi syarat sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang Bantuan Hukum.
Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Bantuan Hukum menentukan syarat yang dimaksud meliputi :
a. Berbadan hukum;
b. Terakreditasi berdasarkan Undang-Undang Bantuan Hukum;
c. Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap;
d. Memiliki pengurus;
69
I
e. Memiliki program bantuan hukum.
Undang-Undang Bantuan Hukum ini pun mengatur mengenai hak dan kewajiban pemberi bantuan hukum. Pasal 9 menentukan bahwa pemberi bantuan
hukum berhak : a.
Melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum
63
b. Melakukan pelayanan bantuan hukum;
;
c. Menyelenggarakan penyuluhan hukum, konsultasi hukum, dan program
kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum
64
d. Menerima anggaran dari negara untuk melaksanakan bantuan hukum
berdasarkan Undang-Undang ini; ;
e. Mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang
menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. Mendapatkan informasi dan data lain dari pemerintah ataupun instansi
lain, untuk kepentingan pembelaan perkara; dan g.
Mendapatkan jaminan perlindungan hukum, keamanan, dan keselamatan selama menjalankan pemberian bantuan hukum.
Kemudian lebih lanjut pasal 10 memberi ketentuan tentang kewajiban dari pemberi bantuan hukum, yaitu :
63
Lihat penjelasan pasal 9 huruf a UU No. 16 Tahun 2011. “Yang dimaksud dengan “mahasiswa fakultas hukum” termasuk juga mahasiswa dari fakultas syariah, perguruan tinggi
militer, dan perguruan tinggi kepolisian”.
64
Lihat penjelasan pasal 9 huruf c UU No. 16 Tahun 2011. “Yang dimaksud dengan “program kegiatan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan bantuan hukum” adalah program :
investigasi kasus, pendokumentasian hukum, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, dan pemberdayaan masyarakat”.
70
I
a. Melaporkan kepada Menteri tentang program bantuan hukum;
b. Melaporkan setiap penggunaan anggaran negara yang digunakan untuk
pemberian bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang ini; c.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bantuan hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a; d.
Menjaga kerahasiaan data, informasi, danatau keterangan yang diperoleh dari penerima bantuan hukum berkaitan dengan perkara yang
sedang ditangani, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang; dan e.
Memberikan bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum berdasarkan syarat dan tata cara yang ditentukan dalam Undang-
Undang ini sampai perkaranya selesai, kecuali ada alasan yang sah secara hukum.
Undang-Undang Bantuan Hukum ini juga memberikan jaminan bagi pemberi bantuan hukum untuk bebas dari segala kemungkinan tuntutan yang
diajukan kepadanya, sebagaimana pasal 11 yang menyatakan bahwa pemberi bantuan hukum tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam
memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan iktikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan sesuai Standar
Bantuan Hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan danatau Kode Etik Advokat.
Lembaga Bantuan Hukum mencoba mengangkat suatu konsep bantuan hukum yang kita kenal dengan sebutan bantuan hukum struktural. Bantuan hukum
71
I
struktural ini bersifat lebih efektif, tidak hanya menunggu pada datangnya kasus tetapi juga memberikan penyuluhan-penyuluhan dan penerangan dalam rangka
penyadaran hukum kepada masyarakat, oleh karena itu bantuan hukum ini tidak hanya diberikan secara individual, lebih dari itu memberikan bantuan hukum
kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. Dengan demikian pada akhirnya bantuan hukum struktural ini akan
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang mampu merubah struktur yang tidak adil menjadi ke
arah struktur yang lebih adil, tempat peraturan hukum dan pelaksanaannya menjamin persamaan kedudukan baik di lapangan politik maupun di lapangan
ekonomi. Ini berarti bahwa gerakan bantuan hukum struktural dilaksanakan dalam konteks turut membangun masyarakat yang adil dan makmur
65
b. Penerima Bantuan Hukum