32
4.4.1. Mengkaji Penerapan Sistem Agroekologi
Perkembangan agroekologi di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor dapat diketahui dengan
melakukan wawancara kepada responden. Pertanyaan yang diberikan kepada responden mengenai pengetahuan responden tentang sejarah agroekologi atau
cerita lokal tentang agroekologi, sistem penerapan agroekologi yang meliputi: cara petani melakukan perawatan tanah cara mencangkul dan pemupukkan,
penangkaran benih yang dilakukan, cara pengendalian hama, serta sistem pengaturan air. Selanjutnya, diestimasi manfaat yang dirasakan petani setelah
menerapkan agroekologi.
4.4.2. Estimasi Manfaat Lingkungan dari Penerapan Agroekologi.
Estimasi manfaat agroekologi terhadap lingkungan dilakukan secara kuantitatif. Kuantifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini melalui pendekatan
Ecological Footprint EF pada sistem agroekologi.
Ecological Footprint EF
Ecological Footprint EF merupakan salah satu indikator untuk melihat
dampak lingkungan akibat dari aktivitas manusia. EF tidak dapat di kalkulasi secara moneter, tetapi dapat dilakukan penghitungan dengan melihat area yang
dibutuhkan sumberdaya dalam menghasilkan output. EF ini akan digunakan dalam sistem agroekologi, yang merupakan sistem pertanian yang memperhatikan
siklus ekosistem dan berdasar pada tradisi zaman dahalu yang memberikan manfaat terhadap lingkungan. Perhitungan EF sebagian besar menggunakan
pendekatan konsumsi energi dalam sistem pertanian yang dikonversi dengan
33
faktor konversi. Adapun faktor konversi energi yang digunakan dalam ecological footprint
seperti pada Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5. Faktor Konversi Energi 1 l bahan bakar
35 Mega Joule MJ 1 Giga Joule EF
0.01 ha 1 hari kerja
6.5 Mega Joule MJ
Sumber: Lustigova dan Kuskova 2006
Energi yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah energi bahan bakar dan energi tenaga kerja. Energi bahan bakar yang diperhitungkan adalah
merupakan input dalam proses produksi yaitu, bahan bakar yang dibutuhkan untuk pengangkutan benih, pembajakan, pemanenan, dan lain-lain. Secara
matematis total energi tenaga kerja dapat dituliskan sebagai berikut: Energy of Fuel
E
f
= BT + BP + BC + BH………………………..………….4.1 Dimana: BT : Bahan bakar pengangkutan benih literha
BP : Bahan bakar pembajakan literha BC : Bahan bakar penanaman literha
BH : Bahan bakar pemanenan literha
Nilai EF bahan bakar diperoleh dengan mengalikan nilai energi bahan bakar
dengan faktor konversi bahan bakar, maka: EF
f
= nilai energi bahan bakar x faktor konversi bahan bakar……………… 4.2 Energi tenaga kerja yang diperhitungkan adalah jam kerja yang dibutuhkan
oleh petani untuk melakukan pengangkutan benih, pembajakan, penanaman, dan pemanenan. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
Energy of Labour E
L
= Th + Ph + Ch + Hh………..………………………...4.3 Dimana:
Th : Jam kerja pengangkutan benih jamha Ph : Jam kerja pembajakan jamha
Ch : Jam kerja Penanaman jamha Hh : Jam kerja pemanenan jamha
34
Nilai EF tenaga kerja diperoleh dengan mengalikan nilai energi tenaga kerja dengan faktor konversi tenaga kerja.
Sehingga: EF
L
= nilai energi tenaga kerja x faktor konversi tenaga kerja………………4.4
Nilai EF
f
dan EF
L
kemudian dikonversi dalam satuan hektar ha untuk menggambarkan luas lahan yang diperlukan untuk menyerap CO
2
yang dihasilkan dari penggunaan energi pada lahan tersebut. Apabila luas lahan yang diperlukan
untuk menyerap CO
2
lebih besar dari luas lahan yang ada maka akan terjadi ecological deficit
yang menunjukkan bahwa terjadinya penggunaan sumberdaya yang berlebihan. Sehingga, akan menyebabkan degradasi lingkungan. Sebaliknya,
jika luas lahan yang diperlukan untuk penyerapan CO
2
lebih kecil dari luas lahan yang ada, maka ecological deficit tidak terjadi artinya kondisi lingkungan tetap
lestari dan terjaga dari kerusakan Lustigova and Kuskova, 2006.
4.4.3. Estimasi Manfaat Ekonomi dari Penerapan Agroekologi dan Kesejahteraan Petani