60
dengan Cidokom yaitu 0.01. Nilai EFL juga mencerminkan bahwa penerapan LEIA di Cidokom lebih baik dari Pasir Honje. Namun, niai EFF dan EFL di kedua
lokasi memberikan nilai yang lebih kecil dari luas lahan yang tersedia. Sehingga, penerapan LEIA di lokasi ini dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan
dengan tidak menyebabkan ecological deficit sehingga lingkungan tetap lestari.
6.3. Estimasi Manfaat Ekonomi dari Penerapan Low External Input
Agriculture
Penerapan LEIA dinilai dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan dan ekonomi. Manfaat LEIA terhadap ekonomi dapat diketahui melalui estimasi
manfaat ekonomi dengan melihat pendapatan petani LEIA, melakukan analisis usahatani dengan analisis RC ratio dan produktivitas tenaga kerja, serta
mengestimasi tingkat kesejahteraan petani LEIA.
6.3.1. Pendapatan Rata-Rata Petani Low External Input Agriculture
Pendapatan merupakan faktor yang penting dalam pemenuhan kebutuhan hidup seseorang termasuk petani. Seseorang akan melakukan kegiatan untuk dapat
menghasilkan keuntungan atau pendapatan yang maksimal. Petani menerapkan sistem ini karena mengikuti saran yang diberikan dari pihak-pihak pemerhati
pertanian dengan tujuan memaksimumkan keuntungan. Penelitian ini mengestimasi pendapatan petani yang menerapkan sistem LEIA. Estimasi
pendapatan petani ini dilakukan sebagai salah satu proksi untuk menilai tingkat kesejahteraan petani LEIA di lokasi penelitian.
Estimasi pendapatan dilakukan dengan mengukur selisih antara nilai penerimaan petani dan seluruh biaya yang dikeluarkan petani Soekartawi dan
Brian, 1986. Penerimaan petani LEIA merupakan nilai dari penjualan komoditas yang dihasilkan. Komoditas utama yang dihasilkan adalah padi. Satu musim
61
usahatani padi dapat dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan sampai empat bulan, sehingga dalam satu tahun, panen padi dapat dilaksanakan dua kali. Selain
itu, untuk meningkatkan penerimaan, petani juga menanam tanaman yang dapat ditanam di sekitar sawah seperti singkong dan pisang. Petani juga melakukan
tanaman selingan seperti kacang-kacangan dan jagung. Tanaman selingan ini dilakukan untuk menambah penerimaan petani dan
juga dapat menjaga kesuburan tanah. Selain itu, tujuan petani melakukan penanaman tanaman ini untuk menunggu waktu musim tanam berikutnya dan
menunggu benih siap tanam. Tanaman yang ditanam setelah panen padi ini jagung dan kacang-kacangan memiliki umur panen tiga bulan sehingga waktu
panen sesuai dengan waktu musim tanaman padi berikutnya dan benih siap tanam. Tanaman selingan ini biasanya ditanam sekali dalam satu tahun. Selain
tanaman selingan, petani juga menanam singkong yang dapat dipanen sekali dalam satu tahun, cabe yang merupakan tanaman yang mempunyai umur enam
bulan dan bisa dipanen 12 kali dalam satu musim tanam. Penerimaan petani juga diperoleh dari penanaman tanaman tahunan seperti soviet dan sengon yang dapat
dipanen selama lima tahun. Hasil dari usahatani yang dilakukan petani hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sumber: Hasil Survey Tahun 2010 Gambar 5. Komoditas Tanaman di Lahan Sawah Petani
62
Pengeluaran merupakan semua komponen biaya yang dikeluarkan petani dalam proses produksi. Komponen biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri dari
biaya tetap fixed cost ialah biaya atau pengeluaran usahatani yang tidak tergantung pada besarnya produksi dan biaya variabel variabel cost yang
didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk tanaman tertentu yang akan berubah dengan berubahnya produksi tanaman tersebut. Adapun biaya tetap
yang digunakan dalam proses produksi adalah biaya investasi pembelian alat-alat pertanian seperti cangkul, sabit, parang, dan garpu. Mengingat penggunaan yang
sering sehingga menyebabkan alat-alat rusak dan perlu untuk diperbaharui sehingga petani perlu membeli peralatan setelah penggunaan dua tahun atau tiga
tahun reinvestasi. Biaya variabel yang digunakan terdiri dari biaya sarana produksi benih, pupuk, dan pestisida, tenaga kerja awal tanam, tanam, dan
pemanenan, biaya sewa kerbau untuk pembajakan tanah dan biaya transportasi. Mayoritas petani menyatakan bahwa dengan menerapkan sistem LEIA
dapat mengurangi biaya yang dikeluarkan sebelumnya. Hal ini dikarenakan mereka mengganti penggunaan pupuk kimia dengan penggunaan pupuk kandang
dan pupuk organik. Pengurangan penggunaan pupuk kimia ini lebih banyak dilakukan oleh petani di Cidokom dibandingkan dengan petani di Pasir Honje.
Tabel 13. Penggunaan Pupuk oleh Petani LEIA per Tahun di Pasir Honje dan Cidokom Tahun 2010
No Komponen Pasir
Honje Cidokom
1
Pupuk TSP kg 94
29
2
Urea Kg 98
34
3 Pestisida botol
5 4
4 Kandang kg
358 2,741
5
Organik Kg -
476
Sumber: Data Primer diolah Tahun 2010
63
Tabel 13 menunjukan bahwa petani di Cidokom lebih banyak menggunakan pupuk kandang dan pupuk organik dibandingkan dengan Pasir
Honje yang masih tergantung pada pupuk kimia. Pupuk kandang yang digunakan petani di Cidokom berasal dari hewan ternak kambing karena sebagian besar
petani Cidokom memiliki hewan ternak. Sehingga, pupuk kandang tersedia setiap saat. Terlihat juga bahwa petani Cidokom menggunakan pupuk organik
sedangkan petani di Pasir Honje tidak menggunakan pupuk organik. Pupuk organik yang digunakan petani Cidokom sebagian adalah bantuan dari pemerintah
yang diserahkan kepada Gapoktan desa Cidokom. Adanya perbedaan jumlah penggunaan pupuk kimia dan bantuan pupuk organik dari pemerintah kepada
petani Cidokom menyebabkan rendahnya biaya yang harus dikeluarkan petani Cidokom dibandingkan dengan petani Pasir Honje.
Selain pengurangan penggunaan pupuk, petani juga tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk melakukan proses produksi dalam hal penggunaan energi
bahan bakar. Sebagai contoh pengurangan bahan bakar yang dilakukan petani yaitu penggunaan tenaga kerbau untuk membajak sawah dan tidak menggunakan
traktor seperti yang dilakukan petani konvensional. Pengurangan pengeluaran lainnya seperti pengeluaran biaya tenaga kerja keluarga, biaya pengolahan tanah,
penanaman, dan pemanenan. Penerimaan dan pengeluaran sangat menentukan pendapatan petani.
Sebagian besar petani di Pasir Honje memiliki pendapatan lebih besar Rp 5,000,000tahun sampai Rp 10,0000,000tahun yaitu 33 dan berada pada
rentang pendapatan lebih besar dari Rp 15,000,000 yaitu sebanyak 33. Sedangkan di Cidokom, mayoritas petani memiliki pendapatan lebih besar dari
64
Rp 5,000,000tahun sampai Rp 15,000,000tahun yaitu 80 dengan sebaran 40 petani memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 5,000,000 sampai Rp 10,000,000
dan 40 petani memiliki pendapatan lebih besar dari Rp 10,000,000 sampai Rp 15,000,000. Adapun perbandingan pendapatan Rptahun petani di Pasir
Honje dan Cidokom adalah sebagai berikut:
Pasir Honje Cidokom
Sumber: Data Primer diolah, Tahun 2010
Gambar 6. Perbandingan Pendapatan Petani LEIA di Pasir Honje dan
Cidokom Rptahun 6.3.2. Analisis Usahatani
Low External Input Agriculture
Kegiatan pertanian di Indonesia berpotensi memberikan manfaat yang besar bagi perekonomian domestik. Manfaat tersebut berupa pendapatan rumah
tangga dan kesempatan kerja bagi masyarakat. Demikian halnya dengan LEIA yang memberikan manfaat ekonomi yang begitu besar bagi petani. Manfaat
ekonomi yang diterima oleh petani berupa pendapatan yang lebih besar, karena penerapan pertanian LEIA berkonsep pada pengurangan penggunaan input
eksternal. Pengurangan penggunaan input eksternal ini secara langsung akan mempengaruhi pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani.
Pengurangan input eksternal yang telah dilakukan petani di lokasi penelitian adalah sekitar 170 kg pupuk kimiaha per tahun. Pengurangan
penggunaan input eksternal dapat mengurangi biaya yang seharusnya dikeluarkan
7 20
33 7
33 10
40 40
10 1
Juta 1
Juta I 5 Juta 5
Juta I 10 Juta 10
Juta I 15 Juta
65
oleh petani dan berimplikasi pada peningkatan pendapatan petani. Pendapatan petani merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk melihat keuntungan
ekonomi dari penerapan LEIA. Selain itu, dilakukan juga analisis kelayakan usahatani, diantaranya analisis RC ratio dan produktivitas tenaga kerja.
Tabel 14. Analisis Usahatani LEIA per Ha per tahun di Pasir Honje dan Cidokom Tahun 2010
No Uraian
Hasil
Pasir Honje Cidokom
1 Penerimaan Rp
16,144,706 17,568,953
2
Biaya Rp 2,568,855
3,356,715
3
Pendapatan Rp 13,575,851
14,212,238
4
RC ratio 6.28
5.23
5 Produktivitas Tenaga Kerja Rpjam
39,812 37,621
Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2010
Tabel 14 menunjukan analisis keuntungan penerapan LEIA di Kabupaten Bogor Pasir Honje dan Cidokom bahwa usahatani LEIA menguntungkan petani
baik di Pasir Honje maupun di Cidokom. Sehingga layak untuk diterapkan. Nilai total pendapatan yang diperoleh antara kedua lokasi berbeda. Total pendapatan di
Cidokom lebih tinggi dibandingkan di Pasir Honje yaitu sebesar Rp 14,212,238ha per tahun sedangkan di Pasir Honje adalah Rp 13,575,851ha per tahun. Hal ini
menunjukan bahwa penerapan LEIA di Cidokom telah lebih baik di bandingkan dengan Pasir Honje. Penerapan yang lebih baik di Cidokom dapat dilihat dari
penggunaan pupuk yang digunakan Tabel 13. Selanjutnya,
analisis RC ratio
menunjukan nilai yang lebih besar di Pasir Honje dibandingkan dengan Cidokom. Nilai RC ratio di Pasir Honje adalah 6.28
yang lebih besar dari 1, artinya petani di Pasir Honje akan mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 6.28,- dengan modal Rp 1,- sedangkan di Cidokom nilai
RC ratio adalah sebesar 5.23 artinya penerimaan yang diperoleh petani Cidokom
hanya sebesar Rp 5.23,- dengan modal Rp 1,-. Berbeda dengan keuntungan secara
66
ekonomi, bahwa petani Cidokom memiliki total pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan Pasir Honje hal ini terjadi karena total luas lahan yang
dimiliki petani Cidokom 13.75 ha lebih besar dibandingkan dengan Pasir Honje 12.75 ha. Namun, hasil analisis RC ratio kedua lokasi tersebut menunjukan
nilai lebih besar dari satu, sehingga penerapan LEIA layak untuk dilakukukan di lokasi ini karena mampu memberikan keuntungan.
Analisis yang dilakukan berikutnya adalah produktivitas tenaga kerja. Tabel 14 menunjukan bahwa produktivitas tenaga kerja petani di Pasir Honje
lebih besar dibandingkan dengan produktivitas petani di Cidokom, dengan nilai masing-masing yaitu sebesar 39,812 dan 37,621. Nilai tersebut masih lebih besar
dari rata-rata upah per hari yaitu Rp 15,000 untuk perempuan dan Rp 25,000 untuk lelaki. Hal ini menunjukan bahwa setiap hasil usaha yang diperoleh pada
setiap curahan kerja yang dilakukan lebih besar dari nilai upah yang peroleh per hari, sehingga dapat dikatakan bahwa penerapan LEIA di dua lokasi ini layak
untuk dilanjutkan karena memberikan manfaat ekonomi dan dapat dijadikan acuan untuk daerah lainnya agar menerapakan sistem LEIA.
6.3.3. Tingkat Kesejahteraan Petani