Pola Pembinaan Anak Jalanan

49 maksimal, bagaimana mengajar, harapan, reaksi guru terhadap siswa, dan management Rosyada, 2004: 113-114. Dari hasil wawancara penulis di lapangan terlihat, bahwa kesediaan mereka sebagai pendampingguru di lembaga itu berdasarkan atas kemauannya sendiri. Artinya, tidak ada proses pengangkatan secara khusus yang dilakukan oleh lembaga tersebut. Selain itu, mereka mau menjadi pendampingguru karena merasa telah dibesarkan oleh lembaga. Mereka pada umumnya juga merupakan mantan anak jalanan yang diasuh, dan disekolahkan oleh lembaga. Dari situ mereka merasa terpanggil untuk membantu lembaga tersebut dalam mendampingi anak jalanan. Sebagai pendampingguru mereka memiliki tugas yang berbeda- beda. Sebagimana yang diungkapkan oleh Ari M Rifki, salah satu pendampingguru di bawah ini : Saya sebagai pendamping ya tugasnya mungkin sebagai guru, mendidik anak-anak dengan mengajarkan sopan santun, mungkin ya moralnya di sini, etikanya, terus menangani proses hukum, mendampingi, memberikan pelatihan keterampilan, ngajak jalan- jalan ke luar mungkin atau rekreasi anak-anak. Ya kita sebagai pendamping harus ikut berperan aktif lah mendampingi anak-anak Wawancara dengan Ari M Rifki, pada tanggal 16 April 2013. Hal senada juga diungkapkan oleh Ali Santoso, pendampingguru yang lain, sebagai berikut : Kalo kita di sini tugasnya masing-masing, kalo saya mendampingi anak-anak yang di dilapanagan yang kadang-kadang punya masalah dengan hukum, bermasalah dengan preman-preman, mungkin juga yang mempunyai perselisihan antar anak-anak di luar Wawancara dengan Ali Santoso, pada tanggal 17 April 2013. 50 Sebagai pendampingguru tugasnya adalah mendidik dan membimbing para anak jalanan. Pendidikan yang mereka berikan, seperti mengajarkan sopan santun, moral, etika, dan keterampilan. Selain itu, tugas sebagai pendampingguru juga untuk menangani permasalahan hukum yang terjadi pada mereka. Karena tidak sedikit dari mereka yang sering berhubungan dengan proses hukum. Tetapi dari para pendamping tersebut, sudah memiliki tugas masing-masing dalam menganani hal itu. Adapun, pola pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Yayasan Bina Anak Pertiwi terhadap anak jalanan yaitu: pertama, melalui pendekatan kekeluargaan. Artinya seorang penguruspendamping harus bersikap bahwa anak- anak ini tidak ada bedanya dengan anak-anak sendiri, tidak bedanya dengan adik- adik sendiri, dan tidak bedanya dengan saudara sendiri. Pembina, pengurus, serta guru yang ada di lembaga bersifat multifungsi. Artinya, pembina harus bisa menjadi orang tua, menjadi kakak, menjadi teman dekat yang bisa anak-anak itu secara terbuka untuk curhat, mengadu, berkeluh kesah, atau bahkan bermanja- manja. Karena pengurus itu sendiri merupakan bagian terdekat atau keluarga baru anak-anak jalanan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Abadus Saleh, sebagai Pimpinan Yayasan Bina Anak Pertiwi : Kita selalu melalui pendekatan. Pendekatannya adalah pendekatan kekeluargaan, bagaimana kita bersikap bahwa anak-anak ini tidak bidanya dengan anak-anak kita bahwa anak-anak ini tidak bidanya dengan adik-adik kita, bahwa anak-anak ini tidak bedanya dengan saudara kita, jadi yang kita laksanakan adalah bimbingan dengan cara kekeluargaan otomatis Pembina, pengurus, guru yang ada di lembaga harus berperan fungsi, artinya harus multifungsi perannya dalam membina anak-anak misalnya kita sebagai Pembina harus bisa menjadi orang tua, kita sebagai Pembina harus bisa menjadi kakak, 51 kita sebagai Pembina harus bisa menjadi teman dekat yang bisa anak-anak ini secara terbuka untuk curhat, mengadu, berkeluh kesah atau bahkan bermanja-manja terhadap kita karena kita bagian terdekat atau keluarga mereka. Dari situlah proses pembinaan keagamaan bisa dicapai dengan baik Wawancara dengan bapak Abdus Saleh, pada tanggal 28 April 2013. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis selama di Yayasan Bina Anak Pertiwi, memang terlihat bahwa hubungan diantara mereka sudah seperti keluarga sendiri. Seperti ketika mereka masak bersama, makan barsama, tidur bersama, ngobrol bareng, dan bercanda tawa. Dari sini terlihat bahwa lembaga ini telah menjadi keluarga baru bagi anak jalanan. Sehingga anak-anak merasa bahwa lembaga adalah rumah sendiri, dan tinggal bersama saudara sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat ST. Vembriarto, bahwa selain fungsi biologik, keluarga juga memiliki fungsi lain. Pertama, fungsi afeksi, terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan, cinta kasih, yang pada akhirnya menumbuhkan hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan tentang nilai-nilai. Kedua, fungsi sosialisasi, yang merujuk pada peran pembentukan kepribadian anak. Di sinilah, anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai- nilai dalam masyarakat Yusuf, 2008: 45-46. Kedua, melalui pembinaan individu. Pembinaan perindividu dilakukan atau dilaksanakan di jalanan. Tujuannya untuk mengenal, mendampingi dan menjalin komunikasi dengan anak jalanan, dengan kegiatan, antara lain: konseling, diskusi dan sharing pengalaman. Kegiatan ini berorientasi pada usaha 52 menangkal pengaruh-pengaruh negatif dan membekali anak jalanan dengan nilai- nilai atau wawasan positif. Ketiga, melalui pembinaan kelompok. Pembinaan kelompok dilaksanakan dengan cara mengumpulkan anak jalanan serta pendampingan pekerja sosial untuk mengkaji permasalahan yang sama. Pembinaan dilaksanakan dalam bentuk permainan yang di dalamnya terdapat konsep pengubahan sikap dan perilaku anak. Adapun proses pembinaan dilakukan secara formal dan non-formal. Secara formal dilakukan dengan program pendidikan kejar paket. Seperti, dengan memberikan mereka pendidikan paket A, B, dan C. Sedangkan yang non-formal dilakukan di sela-sela waktu pembelajaran, dengan memberikan mereka pengetahuan tentang moral. Misalnya, pada waktu-waktu tertentu dengan cara berkumpul bersama dan sharing tentang permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi. Dalam proses pengajaran di lembaga itu tidak dilakukan setiap hari karena melihat juga aktifitas yang dilakukan anak jalanan masih banyak yang ngamen, ngernet angkot, nyetir metro mini, dan lain-lain. Biasanya pembelajaran itu dilakukan disela-sela waktu mereka kosong atau ketika mereka lagi berada di Yayasan. Dan dalam seminggu kegiatan belajar anak jalanan ini biasanya hanya berlangsung 2 sampai 3 kali. Hal ini seperti yang disampaikan Ari M Rifki sebagai pendampingguru di sana : Seminggu mungkin 3 kali, 3 kali itu dari jam 8.00 sampe jam 11.00 siang. Di sela-sala itu kita memberikan ilmu-ilmu pendidikan, ya 53 salah satunya tentang pendidikan moral lah. Tapi itu sifatnya gak formal ya. Karena mereka belajarnya di sini di yayasan Wawancara dengan Ari M Rifki, pada tanggal16 April 2013. Hal senada juga disampaikan oleh Ali Santoso yang juga sebagai pemdampingguru di sana : Klo seminggu tergantung, kadang saya mengajar dua atau tiga hari, disini kan tidak hanya ada satu atau dua pelajaran, juga timnya tidak hanya dua atau tiga orang, disini mungkin ada enam orang. Ya saya hanya mengajar dua atau tiga hari saja Wawancara dengan Ali Santoso, pada tanggal 17 April 2013. Secara umum, dalam kegiatan pembelajaran di sekolah biasanya menggunakan panduan khusus sebagai acuan dalam memberikan materi pelajaran. Akan tetapi, di Yayasan Bina Anak Pertiwi ini tidak ada panduan khusus yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Hanya saja para pendampingguru memberikan pembinaan cukup dengan pengalaman yang didapat dari luar. Jadi, kalau secara khusus mereka tidak menggunakan panduan dalam memberikan pembinaan terhadap anak jalanan. Dalam konsep mengajar dan belajar yang ideal harus diimbangi pula dengan perubahan worldview guru yang sesuai dengan kecenderungan perubahan- perubahan tersebut, kerena implementasi konsep mengajar untuk mengubah perilaku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik, dari tidak mengerti menjadi mengerti, memberi ruang pada guru untuk dominan, memaksa, dan tidak memberi dorongan tapi malah cemoohan, sebagai implementasi teori reward and punishment. Kebijakan pola pengajaran seperti ini yang bisa menimbulkan sikap tidak peduli pada siswa Rosyada, 2004: 112. 54 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ari M Rifki, bisa disimpulkan bahwa metode-metode yang dipakai dalam membina anak jalanan adalah sebagai berikut : 1. Metode pendekatan-pendekatan. Metode pendekatan di sini dilakukan dengan cara sharing atau musyawarah dengan mengikuti semua kemauan anak dulu. Seperti yang awalnya mereka seorang pecandu, maka akan dijauhkan dengan dikasih rokok sebagai penggantinya. Proses seperti itu sangat membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan mereka menjadi orang yang normal atau seperti orang yang semestinya. 2. Metode memecahkan masalah Problem solving method yaitu supaya mereka bisa memahami persoalan-persoalan di luar. Melalui metode ini mereka dilatih untuk menyadari bahwa ada persoalan, lalu mengidentifikasi dan memahami persoalan tersebut, menganalisanya dengan tujuan untuk menggali akar penyebabnya, membuat hipotesis atau jalan keluar yang ditawarkan dan mengujinya ketingkat praksis, apakah jalan keluar yang diantisipasinya sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan yang dihadapi atau tidak. Melalui metode pemecahan masalah, mereka dipicu kreasi dan imajenasinya untuk menemukan jalan keluar dari persoalan yang dihadapinya. 3. Metode belajar untuk menyelidiki dan menilai Learning by exploring and appreciating. Metode ini dilakukan dengan menonton film bareng supaya mereka dapat memahami nilai-nilai yang dapat dipelajari dan reaksi apa yang muncul pada saat mereka melihat situasi yang ditanyangkan di dalam 55 film tersebut. Pada saat melihat adegan kekerasan terhadap orang tidak bersalah misalnya, apakah diri mereka muncul kemarahan moral atau bersikap indefferent. Rasa kemanusiaan dapat diasah melalui analisis film atau karya seni lainnya. Secara teoritis metode di sini, menunjukkan bahwa peserta didik dituntut untuk kritis dalam melihat permasalahan di lingkungan sekitar. Hal ini sejalan dengan pendapat Paulo Freire dan Mangunwijaya dalam teori pendidikan hadap masalah, yaitu pendidikan yang memberikan kebebasan penuh kepada masyarakat atau siswa untuk merefleksikan masalah, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau melakukan emansipasi memalui metode pendidikan. Pendidikan hadap masalah merupakan pendidikan kritis diaologis yang menempatkan manusia sebagai subjek bagi dirinya sendiri Freire Mangunwijaya, 2004: 117. Selanjutnya, Jonh Dewey juga menekankan bahwa siswa-siswi harus dilatih untuk berfikir rekleftif, yakni mencoba melatih mereka untuk mengaplikasikan teori pada kasus dan situasi yang baru Rosyada, 2004, 42.

B. Bentuk-Bentuk Pembinaan Anak Jalanan

Kegiatan pembinaan anak jalanan di sebuah lembaga sosial biasanya tergabung dalam layanan resosialisasi dan pendidikan, diantaranya; 1 kegiatan keagamaan yang antara lain peringatan hari besar agama; 2 pengajaran dan diskusi tentang norma sosial; 3 bimbingan sosial kasus, baik yang terjadi di keluarga, sekolah, maupun lokasi tempat kerja anak jalanan, dan; 4 kunjungan 56 ke rumah orang tua anak jalanan dalam rangka penyatuan kembali dengan keluarganya Alimuddin, 2007: 76. Setelah dilakukan wawancara lebih dalam tentang bentuk-bentuk pembinaan anak jalanan di Yayasan Bina Anak Peritiwi ini, didapatkan beberapa bentuk pembinaan-pembinaan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Abdus Saleh sebagai Pimpinan Yayasan Bina Anak Pertiwi : Klo di Yayasan Bina Anak Pertiwi ini pembinaan yang dilakukan klo yang secara umum ya seperti ada yang sifatnya Pembinaan keterampilan, di sini sebagai upaya untuk memberikan anak jalanan keahlian atau skill supaya nantinya mereka bisa menjadi anak yang mandiri. Seperti pelatihan bikin sandal dan pelatihan otomutifbengkel. Terus juga pembinaan yang melibatkan sejumlah tokoh masyarakat supaya mereka juga terlibat dalam pendampingan anak jalanan gitu, juga kita ada pembinaan yang melibatkan pihak kepolisian dengan menjelaskan peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan dilarang, program pendidikan seperti kejar paket bagi anak jalanan yang masih ingin sekolah, ada juga ya pembinaan keagamaan dengan mengajarkan mereka sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan melalui pendidikan aqidah, ibadah dan akhlaq, pembinaan kesehatan dengan melibatkan dinas kesehatan dengan mengenalkan tentang bahaya seks dan penyakit-penyakit akibat dari pergaulan bebas, ya itu aja pembinaan yang dilakukan kami disini Wawancara dengan Abdus Saleh, pada tanggal 28 April 2013. Di sini, dapat dijelaskan bahwa bentuk-bentuk pembinaan yang selama ini diterapkan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi, antara lain : 1. Pembinaan Keterampilan dan Skill Pembinaan keterampilan di sini sebagai upaya untuk memberikan anak jalanan keahlian atau skill supaya nantinya mereka bisa menjadi anak yang mandiri. Pembinaan keterampilan yang dilakukan seperti pelatihan membuat 57 sandal dan pelatihan otomotifbengkel. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Dewi Apriani, seorang anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi : Paling pendidikan doang kayak program paket di sini, ya kayak pelatihan juga, dulu ada tu pelatihan bikin sandal, ya itu ja Wawancara dengan Dewi Apriani, pada tanggal 20 April 2013 Senada juga diungkapkan oleh Faisal Saputra, seorang anak jalanan lainya, sebagai berikut : Ya kadang-kadang futsal, terus apa namanya itu ? pelatihan bikin sandal Wawancara dengan Faisal Saputra, pada tanggal 8 April 2013 Diperkuat juga oleh Dede Saputra : Wah banyak, pengalamannya juga banyak. Seperti kegiatan montir motor, pendidikan paket B dan belajar mengajar, ekarang karena kak Wahdah jarang ke sini ya belajarnya sudah jarang. Klo dulu sangat sering sekali bang, dan juga di sini banyak temannya, bisa ngumpul- ngumpul klo di rumah bete Wawancara dengan Dede Saputra, pada tanggal 6 April 2013 Dari hasil wawancara dengan pimpinan Yayasan bapak Abdus Shaleh mengatakan, bahwa dari hasil pelatihan yang diberikan oleh lembaga sejauh ini belum ada dari anak jalanan yang memanfaatkannya untuk membuka usaha sendiri. Namun, ada sebagian dari mereka hanya memanfaatkan keahliannya untuk bekerja di salah satu perusahaan. Seperti pada pabrik-pabrik atau tempat- tempat otomutif bengkel. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Dede Saputra, seorang anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi : Klo untuk buka usaha sendiri belum pernah kak. Ya paling hanya pernah bekerja di bengkel punya saudara. Karena klo untuk buka usaha sendiri masih belum punya modal kak Wawancara dengan Dede Saputra, pada tanggal 5 April 2014. 58 Senada juga diungkapkan oleh Faisal Saputra, seorang anak jalanan lainnya, sebagai berikut : Saya dulu pernah bekerja di pabrik sandal di daerah Jaktim bang, tapi gak lama sih skr udah berhenti. Ya klo pengennya sih mau usaha sendiri klo ada modal. Pengennya ada modal dari lembaga, tapi sejauh ini masih belum bang Wawancara dengan Faisal Saputra, pada tanggal 5 April 2014. 2. Pembinaan Yang Melibatkan Sejumlah Tokoh Masyarakat Dalam pengertian ini, mengajak segenap masyarakat untuk peduli terhadap anak jalanan, diantaranya melalui tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh seperti RT, RW, Kelurahan atau orang-orang yang bisa mempengaruhi anak ke arah yang lebih baik. Bisa jadi pelibatan tokoh masyarakat dalam bimbingan anak jalanan adalah sebagai langkah bagaimana masyarakat peduli terhadap anak jalanan. Selain itu, tokoh masyarakat digunakan sebagai pengenalan terhadap anak jalanan tentang norma-norma yang kurang dihiraukan. 3. Pembinaan Yang Melibatkan Pihak Kepolisian Pembinaan ini lebih ditekankan pada bagaimana sebenarnya peraturan- peraturan yang harus dipatuhi dan dilarang kemudian dijelaskan. Selain itu, pelibatan Dinas Kepolisian juga bertujuan agar anak jalanan lebih paham dan mengerti tentang tata tertib di jalanan. Pembinaan dari Dinas Kepolisian tidak hanya memberikan pengenalan tentang peraturan-peraturan jalanan, tetapi juga lebih banyak mengajak anak jalanan untuk tidak terlibat kriminalitas dan belanja untuk obat-obatan terlarang Narkoba dan lain-lain.