13
sosialisasi, fungsi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui interaksi sosial didalam keluarga itu, anak mempelajari pola-pola
tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai dalam masyarakat Yusuf, 2008: 45-46.
c. Tradisi
Tradisi sering digunakan untuk menjelaskan keberadaan pekerja anak atau munculnya anak di jalanan. Anak-anak dari keluarga miskin, umumnya tidak
memiliki alternatif lain dalam hal pekerjaan. Sehingga sudah menjadi semacam aksioma kultural bagi banyak kalangan, terutama di negara berkembang.
3. Kehidupan Anak Jalanan
Pada umumnya, anak jalanan merupakan bagian dari kehidupan di perkotaan. Di antara mereka, ada yang bekerja dan ada yang tidak bekerja.
Mereka cenderung melaksanakan aktivitasnya di luar rumah, seperti di jalan raya, pasar, mall, tempat rekreasi, pelabuhan, terminal, dan tempat pembuangan sampah
akhir. Sebagian besar dari mereka melakukan aktivitas tersebut untuk mendapatkan uang.
Anak jalanan selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja. Akibat kelelahan, mereka sulit belajar dan akhirnya putus sekolah. Mereka yang putus
sekolah, kehilangan hak belajarnya dan pada giliranya kehilangan kesempatan pekerjaan yang layak. Anak jalanan yang tidur di tempat umum, sering mengalami
pelecehan seksual. Mereka berpeluang melakukan tindakan negatif, seperti mencopet, berjudi, mabuk, merokok, atau bergaul dengan pelacur. Anak jalanan
14
yang mengontrak kamar dengan sesama anak jalanan, biasanya merasa lebih bebas untuk melakukan apa saja dan cuek kepada tetangga. Makin lama anak
berada di jalanan dan menginternalisasi nilai-nilai jalanan, akan mempunyai anggapan bahwa siapa yang kuat dialah yang menang. Sehingga, mereka yang
tidak berkelompok, lebih sering mendapatkan penganiayaan. Dan yang berkelompok cenderung akan diperbudak oleh yang kuat Suyanto, 2010: 176.
Terdapat berbagai macam-macam bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh anak jalanan. Data dari Dinas Sosial Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun
2011-2012, menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dapat digolongkan sebagai berikut :
Tabel 1. Golongan Pekerjaan Anak Jalanan Menurut
Dinas Sosial Kota Administrasi Jakarta Selatan Tahun 2011-2012
Bulan Pengamen
Asongan Pengelap Mobil
Pengemis
Januari 33
8 -
19 Februari
21 1
- 15
Maret 19
8 10
- April
11 -
- 25
Mei 1
5 -
24 Juni
4 1
- 24
Juli 2
4 8
51 Agustus
1 1
- 76
September 2
- -
15
15
Oktober 4
1 -
13 November
- -
- -
Desember -
- -
-
Jumlah 98
29 18
267
Sumber : Data dari Dinas Sosial Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2011-2012
Dari data di atas, dapat kita lihat bahwa anak jalanan yang bekerja sebagai pengemis merupakan yang tertinggi. Disusul oleh pengamen, asongan, dan
pengelap mobil. Data ini juga menunjukkan bahwa keberadaan anak jalanan, khususnya di Jakarta Selatan masih sangat tinggi.
Pada dasarnya mereka bekerja seperti itu tidak lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kebutuhan yang harus mereka penuhi Suradi,
2011: 319-320, yaitu : a.
Pemenuhan Kebutuhan Dasar. Anak Jalanan tidak mampu memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan
tempat tinggal yang layak dan manusiawi. Pada umumnya, makanan mereka tergolong kurang sehat karena hanya dua kali sehari dengan menu nasi, sayur atau
lauk, serta jarang ada makanan tambahan. Di antara mereka ada yang makan dari sisa-sisa makanan yang dibuang di tempat sampah, seperti sayuran, buah-buahan,
nasi, dan sebagainya. b.
Kondisi sosial, mental, dan spiritual. Anak Jalanan hidup di dalam komunitasnya sendiri. Mereka tinggal di
wilayah yang kurang menyatu dengan wilayah lain. Jadi, wilayah tinggal mereka
16
relatif tertutup dari komunitas luar. Di dalam komunitas itu, anak jalanan bersosialisasi dan mengembangkan pola relasi sosial berdasarkan nilai dan norma
sosial yang berlaku dalam komunitas mereka. Sebagian anak jalanan yang perempuan sudah menyalahgunakan Napza
atau ngelem, berpotensi menjadi wanita tuna susila, dan bahkan ditemukan kasus sudah menjadi penjaja seks. Hal ini menggambarkan, betapa rapuhnya mental
spiritual anak jalanan, baik karena tekanan ekonomi maupun hubungan sosial yang buruk di lingkungan keluarga maupun di dalam komunitas mereka Suradi,
2011: 321.
B. Pendidikan
1. Definisi Pendidikan
Dalam definisi umum, pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar,
dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan
tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan hakikat dan ciri kemanusiaannya Munawwaroh Tanenji, 2003: 5.
Menurut Ketetapan MPR RI No. IVMPR1973, pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup Sabri, 2005: 7. Sedangkan menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pada
Bab 1, Pasal 1, Ayat 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan