1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga perbankan merupakan salah satu instrumen penting dalam meningkatkan perekonomian nasional karena lembaga perbankan mempunyai
fungsi sebagai lembaga intermediasi antara pemilik dana dengan pengguna dana. Dengan lahirnya UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah maka
menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat indonesia yaitu sistem perbankan syariah ini tidak menerapkan sistem bunga
sehingga dapat membantu masyarakat yang kekurangan modal dalam melakukan usaha bisnisnya dengan menggunakan sistem bagi hasil atau keuntungan.
Seperti yang diungkapkan Peter Drucker yang dikutip oleh Ulum bahwa aset yang paling berharga bagi perusahaan di abad ke-20 adalah peralatan produksinya.
Sedangkan aset yang paling berharga institusi di abad ke-21 adalah pekerja berpengetahuan knowledge workers dan produktifitasnya
1
. Pertumbuhan ekonomi di era globalisasi saat ini melahirkan kebutuhan SDM
yang berkualitas yang mendesak untuk dipenuhi. Termasuk juga dalam kehidupan bisnis islami seperti perbankan syariah yang masih kekurangan akan sumber daya
manusia yang memiliki kompetensi dalam bidang ekonomi islam atau perbankan syariah secara khusus. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya karyawan bank
syariah yang tidak memiliki latar belakang pendidikan berbasis ekonomi syariah dan hal ini dapat menghambat pertumbuhan perbankan syariah yang kalah saing
1
Ihyaul Ulum, Intellectual capital Konsep dan Kajian Empiris, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, h.86
2
dengan perbankan konvensional karna pengetahuan karyawan akan ekonomi syariah masih sedikit.
Di Indonesia, fenomena Intellectual capital IC mulai berkembang terutama setelah munculnya PSAK No. 19 revisi no.9 tentang Aset Tidak Berwujud.
Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai Intellectual capital IC, namun lebih kurang Intellectual capital telah mendapat perhatian. Aset tidak
berwujud adalah aset non-moneter yang dapat diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif, seperti yang dikemukakan dalam PSAK No.19
2
. Penilaian terhadap intellectual capital yang merupakan penggerak nilai perusahaan dan keunggulan
kompetitif semakin meningkat, hal tersebut dapat kita lihat dari semakin banyaknya peneliti yang melakukan penelitian terhadap hal tersebut.
Laporan keuangan merupakan media informasi yang mencerminkan kondisi dan kinerja dari suatu perusahaan. Laporan keuangan menjadi bahan informasi
bagi para investor, manajemen dan para penggunanya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan tentang perusahaan yang dilaporkan
tersebut. Laporan keuangan juga menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya yang merangkum semua aktivitas
perusahaan. Pengguna laporan keuangan menilai apa yang telah dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen agar mereka dapat membuat strategi atau
keputusan ekonomi. Keputusan ini misalnya mencakup keputusan untuk menahan
2
Novia Wijaya, “ Pengaruh Intellectual capital terhadap Kinerja Keuangan dan Nilai Pasar perusahaan perbankan dengan metode value add intellectual capital coefficient
”, Jurnal bisnis dan Akuntansi, vol 14 no. 3, Desember,2003, h. 157-180
3
atau menjual investasi mereka atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
Pada perusahaan yang sudah menerapkan manajemen berdasarkan pengetahuan, modal seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan, dan aktiva
fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berdasarkan pengetahuan dan inovasi teknologi. Ini disebabkan dengan
menggunakan ilmu dan teknologi kita dapat menggunakan modal lainnya secara efisien dan ekonomis yang pada nantinya akan meningkatkan kinerja perusahaan.
3
Kinerja yang baik menunjukkan perusahaan tersebut dapat memaksimalkan kesejahteraan pemegang sahamnya.
Melalui penerapan knowledge based business, maka penciptaan nilai perusahaan akan berubah. Berkembangnya perusahaan dapat dilihat dari
kemampuan manajemen untuk mengelola sumber daya perusahaan dalam menciptakan nilai perusahaan.
4
Manajemen perusahaan tercermin dari para karyawan yang tidak lain adalah sumber energi dan inspirasi yang tak habis bagi
perusahaan dalam melaksanakan dan menciptakan strategi perusahaan. Dengan kekayaan intelektual yang dimiliki karyawan maka perbankan syariah dapat
telah bersaing dan membuat strategi baru untuk mengembangkan usaha. Sebagaimana intellectual capital yaitu pengetahuan yang ditransformasikan
menjadi sesuatu yang bernilai atau value creation dari aset berwujud dan tidak
3
Rulfah M. Daud dan Abrar Amri, “Pengaruh Intellectual capital dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Telaah Riset Akuntansi, Vol.1 No. 2 Juli 2008: h. 214.
4
Isma Dewi Br Panjaitan dan Isfenti Sadalia, “Pengaruh Intellectual capital Terhadap Kinerja Keuangan pada Bank Pembangunan Daerah
“, Jurnal Media Informasi Manajemen USU Vol.1 No.4 2013: h. 2.
4
berwujud yang dimiliki perusahaan yang berguna untuk pemilik perusahaan, karyawan, manajemen, investor, pemegang saham dan mitra bisnis. Maka dari
itu pengukuran intellectual capital yang tepat atas modal intelektual masih terus dicari dan dikembangkan.
Dari sisi akuntansi, sejumlah penelitian telah dilakukan di berbagai negara untuk mengkaji bagaimana metode untuk mengidentifikasi, mengukur,
melaporkan, dan menyajikannya dalam laporan perusahaan. Berbagai metode juga telah ditawarkan, salah satunya adalah VAIC value added intellectual
coefficient. VAIC dikonstruksikan oleh Pulic 2000 untuk menilai kinerja IC pada perusahaan. Model penilaian kinerja IC yang dikonstruksikan oleh Pulic
menyatakan bahwa Intellectual capital terdiri dari human capital dan structural capital. Lalu pada akhir tahun 2014 Ihyaul Ulum, Imam Ghozali dan Agus
Purwanto menawarkan komponen tambahan dalam menghitung VAIC, yaitu RCE Relational Capital yang dinamakan M-VAIC Modified VAIC.
Menurut Brinker 1998, Stewart 1997, dan Draper 1998, IC terdiri dari tiga komponen, yaitu human capital, structural capital, customer relational
capital. Di sisi lain, Sveiby 1998 menggunakan istilah struktur eksternal, struktur internal, dan kompetensi individu untuk ketiga komponen IC. Dengan
demikian, perumusan VAIC ditambahkan ke dalam empat dimensi, HCE, SCE, RCE, dan CEE kemudian disebut sebagai model M-VAIC
5
. Sehingga dalam penghitungan IC pun mempunyai formula yang berbeda dari rumus yang telah ada
5
Ihyaul Ulum, Imam Ghozali, dan Agus Purwanto, “Intellectual capital Performance of Indonesian Banking Sector: A Modified VAIC M-VAIC Perspective
”, Asian Journal of Finance Accounting, Vol. 6 No. 2 December 2014 h. 104
5
sebelumnya yaitu VAIC. Maka menghitung intellectual capital pada perusahaan menjadi sangat penting karna intellectual capital juga dapat digunakan untuk
memprediksi kinerja perusahaan di masa yang akan datang. Intellectual capital merupakan intangibel assets aset tidak berwujud, sesuatu yang tidak mudah
diukur, karena itulah kemudian muncul konsep Modified Value Added Intellectual Coefficient M-VAIC untuk mengukur dan melaporkan IC dengan mengacu pada
informasi keuangan perusahaan. Dalam hal ini, sektor perbankan dipilih karena; 1 bisnis sektor
perbankan adalah “intellectually” intensif atau industri yang paling intensif dalam pengelolaan capital
6
, 2 secara intelektual karyawan di sektor perbankan lebih homogen dibanding dengan sektor ekonomi lainnya. 3 hasil penelitian di
berbagai negara temasuk Indonesia, menunjukan IC memiliki peran dalam menggerakkan nilai perusahaan
firm’s value. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai bank, dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset
7
. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ROA digunakan sebagai ukuran kinerja
perbankan. Bank harus memiliki modal yang cukup jika menginginkan laba yang
maksimal dan tidak boleh kekurangan modal dalam kegiatan operasionalnya karena dikhawatirkan akan menghambat kinerja bank itu sendiri. Permodalan
dalam perbankan dapat diukur dengan rasio Capital Adequacy Ratio CAR.
6
Damar Asih Dwi Rachmawati, “Pengaruh Intellectual capital Terhadap Return On Asset ROA Perbankan”, Jurnal Nomina, Vol. 1 No. 1 2012: h. 36
7
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009,h. 118
6
Capital Adequacy Ratio CAR dijadikan alat ukur permodalan karena rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan
8
. Semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit atau aktiva produktif yang
berisiko. Seperti yang diteliti oleh Bambang Sudiyatno 2010 CAR menunjukkan pengaruh positif terhadap profitabilitas bank, sedangkan penelitian Muh Sabir M
menunjukkan tidak adanya pengaruh rasio ini terhadap profitabilitas bank 2012
.
Penelitian tersebut menunjukkan adanya hasil yang tidak konsisten sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan.
Rasio penilaian kualitas aset digunakan untuk mengetahui kualitas aktiva produktif. Penilaian tersebut dilakukan untuk melihat apakah aktiva produktif
digunakan untuk menghasilkan laba secara maksimal
9
. Non Performing Financing NPF dijadikan alat ukur rasio kualitas aset karena Semakin tinggi rasio ini maka
akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah pembiayaan bermasalah semakin besar dan menyebabkan kerugian, sebaliknya jika semakin
rendah NPF maka laba atau profitabilitas bank ROA tersebut akan semakin meningkat. Seperti yang diteliti oleh Dhian Dayinta Pratiwi 2012 dan Dhika
Rahma Dewi 2010 menunjukkan pengaruh negatif terhadap profitabilitas bank. Tetapi penelitian Aulia Fuad Rahman 2012 dan Dita Wulan Sari 2013
menunjukkan NPF berpengaruh positif terhadap profitabilitas bank. Sedangkan
8
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, h.121
9
Dwi Nuraini Ihsan, Manajemen Treasury Bank Syariah, Jakarta: UIN PRESS, 2015, h. 367.
7
penelitian Erika Amelia 2015 dan Ahmad Syaugi 2012 menunjukkan tidak adanya pengaruh rasio ini terhadap profitabilitas bank. Berdasarkan hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan adanya hasil yang tidak konsisten sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan.
Rasio CAR sangat penting karena permodalan bank merupakan sumber penting untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank sehingga kinerja
dan profitabilitas bank akan tetap terjaga. Rasio NPF juga harus diperhatikan karena dari tahun ke tahun semakin meningkat sehingga dikhawatirkan akan
menurunkan pendapatan dan profitabilitas bank. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai pengaruh Intellectual Capital, NPF dan CAR terhadap Profitabilitas Bank Syariah dengan menuangkannya dalam penelitian
dengan judul “PENGARUH INTELLECTUAL CAPITAL, NPF DAN CAR TERHADAP PROFITABILITAS BANK SYARIAH MANDIRI PERIODE 2008
– 2015”.
B. Pembatasan Masalah