melanda daerah tersebut. Hal ini juga dilakukan pada saat banjir yang terjadi Februari 2010 lalu.
Selain kepercayaan mengenai banjir, masyarakat juga memiliki kepercayaan mengenai lingkungannya, yaitu pohon-pohon yang berada disekitar
mereka. Masyarakat yang menganggap bahwa pohon-pohon yang berada di sekitar mereka memiliki penunggu berupa arwah atau roh adalah sebanyak 40
persen. Masyarakat yang menganggap pohon-pohon tersebut memiliki penunggu menyatakan bahwa mereka tidak akan menebang pohon tersebut. Kepercayaan-
kepercayaan inilah yang membuat lingkungan mereka menjadi lebih lestari karena adanya rasa takut untuk melakukan penebangan pohon secara sembarangan. Oleh
karena itu jumlah pohon tidak berkurang, sehingga air yang dapat diserap lebih banyak.
5.5 Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat Kelurahan Katulampa memiliki pengetahuan mengenai lingkungan yang mempengaruhi gaya hidup mereka. Pengetahuan ini bisa disebut
sebagai pengetahuan masyarakat mengenai lingkungan. Selain itu masyarakat juga memiliki pengetahuan mengenai banjir. Selain pengetahuan, masyarakat juga
memiliki sikap tersendiri terhadap lingkungan sekitarnya, baik yang melestarikan maupun yang tidak melestarikan.
Pengetahuan yang dimiliki oleh responden mengenai lingkungan, dalam hal ini khususnya banjir dapat dilihat dari beberapa pertanyaan yang diajukan
kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan pengetahuan responden mengenai bencana banjir, yaitu pengetahuan mengenai
rawan bencana, penyebab banjir, akibat banjir, cara mengurangi resiko banjir dan
pihak-pihak yang ikut serta dalam penanggulangan banjir. Dalam pertanyaan- pertanyaan ini responden dituntut untuk menggali pengetahuannya mengenai
lingkungan yang mengakibatkan terjadinya bencana, yaitu banjir. Pengetahuan responden menganai rawan bencana dijabarkan dalam Tabel
5 berikut. Responden yang memilih jawa ban “rawan bencana merupakan keadaan
dimana suatu daerah rentan untuk mengalami bencana dan orang-orang yang berada di daerah tersebut tidak mampu untuk mengatasinya” adalah sebanyak
63,33 persen. Sebanyak 26,67 persen responden menjawab “rawan bencana
mer upakan keadaan dimana suatu daerah rentan untuk mengalami bencana”.
Sedangkan responden yang menjawab “rawan bencana merupakan keadaan dimana suatu daerah tidak dapat mengalami bencana” adalah sebanyak 6,67
persen dan sisanya 3,33 persen responden tidak menjawab pertanyaan tersebut. Tabel 4. Pengetahuan Mengenai Rawan Bencana oleh Responden Korban Banjir,
Katulampa Tahun 2010
Pengertian Rawan Bencana Jumlah
Keadaan dimana suatu daerah tidak dapat mengalami bencana
2 6,67
Keadaan dimana suatu daerah rentan untuk mengalami bencana
8 26,67
Keadaan dimana suatu daerah rentan untuk mengalami bencana dan orang-orang yang berada di daerah tersebut
tidak mampu untuk mengatasinya 19
63,33 Tidak Menjawab
1 3,33
Jumlah 30
100
Lebih dari 60 persen responden mengetahui bahwa daerah rawan bencana tidak hanya daerah yang rentan mengalami bencana akan tetapi juga orang-orang
yang berada di daerah tersebut tidak mampu untuk mengatasinya atau orang-orang yang berada di daerah tersebut kurang siap untuk menghadapi bencana.
Sedangkan yang menjawab daerah rawan bencana hanya diakibatkan oleh daerah yang rentan untuk mengalami bencana menempati urutan kedua. Responden yang
menjawab tersebut hanya melihat dari sisi alamnya, tidak memandang kesiapan dari diri mereka sendiri untuk mengatasi bencana.
Jawaban responden bahwa rawan bencana merupakan keadaan dimana suatu daerah tidak dapat mengalami bencana menempati posisi terakhir.
Berdasarkan jawaban responden tersebut dapat dilihat bahwa responden tidak terlalu memahami mengenai daerah rawan bencana. Daerah rawan bencana bisa
ada dimana saja sehingga mampu tidak mampu daerah tersebut tetap dianggap sebagai daerah yang rawan bencana. Responden yang tidak menjawab pertanyaan
tidak dapat digali pengetahuannya karena tidak menjawab pertanyaan belum tentu tidak mengetahui jawaban.
Setelah responden digali pengetahuannya mengenai daerah rawan bencana, pengetahuan responden juga digali mengenai penyebab terjadinya banjir. Dari
pertanyaan tersebut dipaparkan lima jawaban dimana responden diperbolehkan untuk memilih lebih dari satu jawaban.
Tabel 5. Pengetahuan Responden Mengenai Penyebab Banjir, Katulampa Tahun 2010 N=30
Penyebab Banjir Jumlah
Banjir dapat diakibatkan oleh hujan lebat yang airnya sudah melebihi daya tampung sungai.
28 93,33
Banjir dapat diakibatkan oleh kurangnya daerah resapan air sungai yaitu dengan bertambahnya bangunan di pinggiran
sungai. 18
60,00
Banjir dapat diakibatkan oleh kurangnya penyerap air seperti pohon-pohon.
19 63,33
Banjir dapat diakibatkan oleh terjadinya penumpukan sampah di aliran sungai.
14 46,67
Banjir dapat diakibatkan oleh tersumbatnya saluran air selokan oleh sampah padat.
12 40,00
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa sebanyak 93,33 persen responden memilih hujan lebat sebagai penyebab utama terjadinya banjir. Hilangnya pohon-
pohon sebagai penyerap air menjadi penyebab kedua setelah hujan lebat. Jumlah responden yang memilih hilangnya pohon-pohon adalah sebanyak 63,33 persen.
Tidak berbeda jauh, sebanyak 60 persen responden juga memilih bertambahnya jumlah bangunan di pinggir sungai yang mengurangi daerah resapan air.
Sedangkan sampah yang menumpuk di aliran sungai dan sampah padat di saluran air tidak banyak dipilih oleh responden. Hanya 46,67 persen dan 40 persen
responden yang memilih sampah sebagai salah satu penyebab terjadinya banjir. Pengetahuan responden mengenai penyebab terjadinya banjir didapatkan
berdasarkan pengalaman yang dilihat selama ini. Kebanyakan responden melihat bahwa banjir selama ini datang diakibatkan oleh adanya hujan lebat atau hujan
besar di daerah hulu dan terbawa hingga ke daerah tengah dan hilir. Responden kurang melihat penyebab tidak langsung terjadinya banjir, yaitu berkurangnya
pohon-pohon sebagai penyerap air, berkurangnya daerah resapan air, serta sampah yang menumpuk di aliran sungai. Seorang responden yang bernama Ibu A 46
tahun menyatakan, “... sampah mah ga ngaruh sama banjir, soalnya sampah yang dibuang
palingan dikit, satu kantong plastik aja. Itu kan ngga menghambat aliran sungai...
” Responden lebih memandang banjir diakibatkan oleh alam dan sedikit
campur tangan dari manusia. Padahal banjir tidak hanya diakibatkan oleh alam, akan tetapi juga tindakan manusia yang merusak alam tanpa memperhatikan
kelestariannya sehingga alam menjadi tidak seimbang dan berdampak pada bencana-bencana yang terjadi akhir-akhir ini.
Pengetahuan responden mengenai banjir tidak hanya sebatas penyebabnya, akan tetapi juga akibat dari banjir. Pertanyaan yang diajukan kepada responden
untuk menggali pengetahuan responden mengenai akibat banjir adalah “banjir dapat mengakibatkan” dan responden diberikan alternatif jawaban yang
diperbolehkan untuk memilih lebih dari satu jawaban. Tabel 6. Pengetahuan Responden Mengenai Akibat Banjir, Katulampa Tahun
2010 N=30
Akibat Banjir Jumlah
Banjir dapat mengakibatkan tergenangnya daerah yang berada di sekitar sungai.
20 66,67
Banjir dapat menghanyutkan berbagai barang dan harta. 23
76,67 Banjir dapat merusak berbagai sarana seperti jembatan,
tanggul, bendungan, jalan dan rumah. 20
66,67 Banjir dapat mengakibatkan terganggunya layanan umum
seperti air dan listrik. 13
43,33 Banjir dapat mengakibatkan tergenangnya lahan pertanian,
perikanan dan peternakan 14
46,67
Responden lebih banyak memilih akibat dari banjir adalah hanyutnya berbagai barang dan harta, yaitu sebanyak 76,67 persen. Menurut responden
banjir juga mengakibatkan tergenangnya daerah yang berada di sekitar sungai dan rusaknya sarana seperti jembatan, tanggul, bendungan, jalan dan rumah, yang
masing-masingnya 66,67 persen dari jumlah responden yang memilih jawaban ini. Selain itu menurut 46,67 persen responden banjir juga mengakibatkan
tergenangnya lahan pertanian dan terakhir banjir dapat mengakibatkan terganggunya layanan umum seperti air dan listrik sebanyak 43,33 persen.
Hanyutnya berbagai barang dan harta sebagai akibat dari banjir lebih banyak dipilih oleh responden karena pengalaman responden pada saat banjir
yang terjadi bulan Februari tahun 2010 lalu. Kerugian yang dialami oleh reponden rata-rata adalah hanyut dan rusaknya barang-barang berharga seperti barang-
barang elektronik dan peralatan rumah tangga. Rusaknya rumah juga menjadi kerugian yang seluruh responden alami pada saat banjir terjadi. Kebanyakan
responden tidak bekerja dalam bidang pertanian, perikanan maupun peternakan sehingga responden tidak banyak yang memilih rusaknya lahan pertanian,
perikanan dan peternakan sebagai akibat dari terjadinya banjir. Sedangkan rusaknya layanan umum seperti air dan listrik tidak terlalu dirasakan pada saat itu.
Menurut salah seorang informan yaitu Bapak E 59 tahun layanan listrik dan air tidak terputus sesuai dengan pernyataannya,
“waktu banjir kemaren listriknya ga mati, yang ada malah listriknya kita yang matiin. Takutnya ada konslet, tapi pas airnya udah surut listriknya dinyalain
lagi”. Selanjutnya masyarakat diminta untuk menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan resiko banjir. Sama halnya dengan pertanyaan sebelumnya, responden diperbolehkan untuk menjawab pertanyaan lebih dari satu jawaban.
Berikut persentase responden yang menjawab pada setiap pilihan jawaban. Tabel 7. Pengetahuan Responden Mengenai Cara Mengurangi Resiko Banjir,
Katulampa Tahun 2010 N=30
Cara Mengurangi Resiko Banjir Jumlah
Mendirikan bangunan dengan jarak lebih dari 50 meter dari sungai.
14 46,67
Mendirikan jalan dengan jarak lebih dari 50 meter dari sungai.
7 23,33
Menanam pohon di sekitar sungai. 15
50,00 Membuang sampah pada tempatnya.
22 73,33
Membersihkan saluran air drainase secara rutin. 15
50,00
Berdasarkan data yang dihimpun, pengetahuan responden mengenai cara untuk mengurangi resiko banjir yang paling banyak dipilih adalah dengan
membuang sampah pada tempatnya dimana 73,33 persen responden memilih
jawaban ini. Selain itu, responden juga memilih cara untuk mengurangi resiko banjir dengan cara menanami pohon di sekitar sungai dan membersihkan saluran
air drainase secara rutin, yang dipilih masing-masingnya oleh 50 persen reponden. Sebanyak 46,67 persen reponden memilih dengan cara mendirikan
bangunan dengan jarak lebih dari 50 meter dapat menurangi resiko banjir dan sebanyak 23,33 persen responden memilih dengan mendirikan jalan dengan jarak
lebih dari 50 meter dari sungai. Data pengetahuan responden mengenai cara mengurangi resiko banjir
melalui membuang sampah pada tempatnya seperti yang dijelaskan pada Tabel 7 tidak sesuai dengan pengetahuan responden mengenai penyebab banjir yang
dijelaskan pada Tabel 5 mengenai penumpukan sampah di aliran sungai. Hal ini disebabkan oleh pertanyaan ini diberikan hanya untuk menggali pengetahuan
responden mengenai penyebab dan pengurangan resiko banjir. Responden juga sudah sering terdedah dengan kata-
kata “buanglah sampah pada tempatnya”. Hal ini juga dibuktikan dengan tindakan mereka saat membuang sampah. Berdasarkan
data yang dihimpun, responden yang membuang sampah ke sungai sebanyak 63,33 persen, membuang sampah di tempat pembuangan sampah 20 persen dan
16,67 persen sisanya membuang sampah di lapangan atau kebun kosong. Terlihat bahwa antara pengetahuan, sikap dan tindakan responden tidak berjalan beriringan
atau sejajar. Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Tempat Pembuangan Sampah Rumah
Tangga, Katulampa Tahun 2010
Tempat pembuangan sampah rumah tangga Jumlah
Tempat pembuangan sampah 6
20,00 Lapangan atau kebun kosong
5 16,67
Sungai 19
63,33
Sikap responden ini tidak sesuai dengan pengetahuan mereka mengenai akibat dari membuang sampah di aliran sungai atau membuang sampah
sembarangan. Responden hanya memiliki pengetahuan namun tidak mampu atau tidak melakukan sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Hal ini
diakibatkan oleh tidak adanya inisiatif pemerintah ataupun masyarakat untuk menggunakan jasa pembuangan sampah atau membangun tempat pembuangan
sampah. Terakhir, pengetahuan responden mengenai bencana dan lingkungan
diukur melalui pertanyaan mengenai partisipasi pihak-pihak yang seharusnya terlibat dalam penanggulangan banjir. Pengetahuan responden yang digali adalah
pendapat responden mengenai siapa saja yang seharusnya ikut berperan serta dalam penanggulangan banjir.
Tabel 9. Pengetahuan Responden Mengenai Partisipasi dalam Penanggulangan Banjir, Katulampa Tahun 2010 N=30
Aktor dalam Penanggulangan Bencana Jumlah
Pemerintah 21
70,00 Masyarakat
28 93,33
Lembaga Swadaya Masyarakat 12
40,00
Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa yang memiliki peran paling besar dalam penanggulangan banjir adalah masyarakat. Masyarakat
dianggap yang memiliki peran lebih besar karena masyarakat yang merasakan banjir tersebut, sedangkan pemerintah maupun LSM Lembaga Swadaya
Masyarakat perannya hanya sebatas memberikan bantuan saja. Terlihat berdasarkan data yang dihimpun, hanya 70 persen dari responden yang
menganggap pemerintah juga memiliki peran dalam penanggulangan bencana sedangkan LSM memiliki posisi terakhir setelah pemerintah, yaitu hanya 40
persen responden yang memilih LSM menjadi salah satu pihak yang berperan serta dalam penanggulangan banjir.
Hal tersebut
diakibatkan oleh
pengalaman responden
dalam penanggulangan banjir yang terjadi pada Februari 2010 lalu. Pada saat terjadinya
banjir, responden dan masyarakat lainnya berusaha untuk melakukan tanggap darurat bersama-sama dan dibantu oleh masyarakat lain yang tidak mengalami
banjir. Masyarakat mengevakuasi diri mereka sendiri ke daerah yang lebih tinggi dan tidak tergenang oleh air pada saat banjir. Walaupun banjir tersebut terjadi
hanya dalam waktu kurang lebih 1 jam, masyarakat tetap merasakan kepanikan karena banjir yang datang adalah banjir bandang tanpa peringatan.
Pemerintah pada saat itu hanya memberikan bantuan berupa uang dan makanan, namun tidak menyediakan alat-alat untuk membersihkan daerah yang
telah digenangi air. Begitu pula dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, mereka tidak memberikan bantuan terhadap korban banjir tersebut. Pada saat itu,
masyarakat juga mendapatkan bantuan dari Rumah Sakit PMI berupa obat-obatan. Selain pengetahuan, sikap responden mengenai lingkungan juga dapat
digolongkan kedalam kearifan lokal, kearifan tersebut tidak hanya pengetahuan tapi juga sikap dan tindakan. Sikap responden diukur melalui sikapnya terhadap
alam dan kelestariannya. Responden diberikan pernyataan-pernyataan yang dapat diukur melalui tingkatan persetujuan responden terhadap pernyataan tersebut.
Responden diminta untuk memberikan respon melalui pilihan persetujuan tersebut. Pernyataan dan jawaban yang diberikan responden dapat dilihat pada
Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Alam, Katulampa Tahun 2010
Pernyataan Sangat
Tidak Setuju
Tidak Setuju
Kurang Setuju
Setuju Sangat
Setuju
Jika tanaman pohon tidak memberikan
manfaat kepada saya, maka saya
boleh memperlakukannya sesuka hati saya.
26,67 56,67
3,33 13,33
Jika saya membutuhkan lahan
untuk membuat
rumah bertani, saya akan menebang pohon untuk
membuka lahan
tanpa memperhatikan
kelestariannya. 40,00
43,33 10,00
6,67
Kehidupan saya
bergantung pada keadaan alam mis: cuaca
16,67 43,33
23,33 13,33
3,33 Selama saya masih bisa
mengambil manfaat dari alam
saya akan
menggunakan sesuka hati saya
26,67 43,33
20,00 10,00
Tabel 10 menunjukkan sikap responden terhadap alam sekitarnya, sikap responden dalam hal kelestarian alamnya. Dari data diatas, dapat dianalisis bahwa
masyarakat memiliki sikap yang cukup baik terhadap alam. Pada pernyataan yang meminta masyarakat untuk menyikapi alam yang tidak memberikan manfaat,
83,33 persen responden menyatakan ketidaksetujuannya untuk memanfaatkan alam dengan sesuka hati, baik sangat tidak setuju maupun tidak setuju saja. Begitu
pula dengan pernyataan yang mengaitkan antara kebutuhan pokok, yaitu rumah dengan kelestarian alam. Responden memilih tidak setuju dan sangat tidak setuju
untuk pernyataan ini, yaitu sebanyak 83,33 persen. Sedangkan keinginan
responden untuk memanfaatkan alam sebanyak-banyaknya selama masih bisa dimanfaatkan juga sangat kurang, yang terlihat melalui ketidaksetujuan responden
sebanyak 70 persen untuk tidak memanfaatkan alam sesuka hati. Sebagian besar responden, sekitar 60 persen responden merasa
kehidupannya tidak bergantung pada keadaan alam, seperti cuaca. Responden lebih banyak bekerja pada bidang wiraswasta dan buruh, sehingga cuaca tidak
terlalu menjadi halangan untuk melakukan kegiatan karena rata-rata setiap harinya Bogor diguyur hujan pada saat sore hari. Aktivitas yang dilakukan menjadi tidak
terlalu terganggu karena jam kerja sudah berakhir.
BAB VI KESIAPSIAGAAN DAN MITIGASI BENCANA