Derajat kohesivitas masyarakat ini juga dipengaruhi oleh keseragaman homogenitas anggota kelompok tersebut seperti kesamaan tindakan dan
homogenitas perilaku Mardikanto, 1993 dalam Redono, 2006. Keseragaman yang dimaksud adalah keseragaman pada ciri-ciri sosial masyarakat tersebut.
Masyarakat dengan ciri-ciri sosial yang lebih mirip satu sama lainnya akan memiliki kohesivitas yang cenderung lebih tinggi. Hal ini terjadi pada RT 3 RW
IX. Masyarakatnya cenderung lebih kohesif karena adanya keseragaman pada tingkat ekonomi, hubungan darah dan mereka merupakan penduduk asli
Katulampa yang memiliki kesamaan budaya dan adat. Berbeda dengan RT 5 RW I, masyarakatnya kebanyakan merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari
berbagai daerah seperti Jawa dan tidak menetap lama di daerah tersebut. Perbedaan adat dan budaya antara pendatang dan penduduk asli mengakibatkan
kurangnya keseragaman, sehingga kohesivitasnya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan RT 3 RW IX.
5.3 Stratifikasi Sosial
Kelurahan Katulampa berada tidak jauh dari pusat Kota Bogor. Hal ini mengakibatkan Kelurahan Katulampa menjadi salah satu daerah yang dijadikan
sebagai alternatif untuk berdomisili atau bertempat tinggal agar akses terhadap sumber-sumber ekonomi dan teknologi lebih mudah untuk dijangkau.
Masyarakatnya datang dari berbagai tingkatan ekonomi, maupun dari berbagai etnis. Kehidupan masyarakat yang memiliki status sosial yang berbeda-beda ini
juga mempengaruhi pelapisan di dalam masyarakat. Pelapisan sosial ini juga terlihat di daerah penelitian, yaitu RT 5 RW I dan RT 3 RW IX.
Pelapisan atau stratifikasi sosial terjadi akibat adanya perbedaan- perbedaan di dalam masyarakat secara bertingkat. Individu yang memiliki status
sosial tertentu akan masuk ke dalam lapisan-lapisan tertentu yang terdapat di lingkungannya, baik lingkungan tempat tinggal maupun di lingkungan
pekerjaannya. Menurut Soekanto 2003, ukuran yang biasa digunakan untuk menggolongkan masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah ukuran kekayaan,
ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan dan ukuran ilmu pengetahuan. Responden yang diambil di daerah penelitian merupakan responden yang
pernah mengalami banjir dan berada di sepanjang aliran Ciliwung. Sungai ini telah lama menjadi pusat kehidupan bagi masyarakat yang berada di sekitarnya
sehingga banyak masyarakat yang memilih tinggal di dekat sungai agar dapat mengakses sumberdaya alam lebih mudah, seperti air. Banyaknya jumlah
pendatang, terutama di daerah RT 5 RW I telah memberikan dampak terhadap lapisan sosial yang ada di dalam masyarakat. Stratifikasi sosial masyarakat di
dapatkan melalui kuesioner yang diserahkan kepada responden untuk dijawab. Pertanyaannya adalah mengenai karakteristik individu responden tersebut untuk
mengukur stratifikasi berdasarkan ukuran kekayaan dan pendidikan. Sedangkan untuk ukuran berdasarkan kekuasaan dan kehormatan dilakukan melalui
wawancara mendalam kepada informan. Pertanyaan yang diajukan untuk mendapatkan ukuran kekayaan adalah
melalui aset rumah tangga atau pribadi, yaitu pendapatan, kepemilikan rumah, tanah, barang berharga dan teknologi. Sedangkan untuk mendapatkan ukuran
pendidikan, pertanyaan yang diajukan adalah mengenai pendidikan yang telah ditempuh oleh responden. Setelah dilakukan analisis data, didapatkan pendapatan
rata-rata masyarakat adalah sebesar Rp. 998.333,00 dengan pendapatan tertinggi sebesar Rp. 3.000.000,00 dan terendah sebesar Rp, 300.000,00. Berdasarkan data
yang dihimpun, responden diklasifikasikan menjadi tiga yaitu responden dengan pendapatan rendah, rata-rata dan tinggi sehingga didapatkan bahwa sebanyak 73,3
persen responden memiliki pendapatan yang rendah dengan kisaran pendapatan antara Rp. 300.000,00
– Rp. 1.200.000,00. Sedangkan 23,3 persen responden memiliki pendapatan rata-rata yang berkisar antara Rp. 1.200.000,00
– Rp. 2.100.000,00. Sisanya sebesar 3,33 persen adalah responden dengan pendapatan
tinggi yang pendapatannya berkisar antara Rp. 2.100.000,00 – Rp. 3.000.000,00.
Gambar 3. Sebaran Responden Berdasarkan Pendapatan, Katulampa Tahun 2010 Data di atas menunjukkan bahwa rata-rata responden berasal dari kalangan
ekonomi menengah kebawah yaitu sebanyak 22 orang responden memiliki pendapatan dibawah Rp. 1.200.000,00. Banyaknya jumlah responden yang berada
pada golongan ekonomi ini diakibatkan oleh pekerjaan yang dilakukan oleh responden rata-rata pada sektor iinformal seperti wiraswasta dan buruh yang tidak
memberikan penghasilan yang cukup besar. Responden yang bekerja dalam
1 7
22 Tinggi
Menengah Rendah
bidang wiraswasta yaitu sebesar 36,67 persen, buruh sebesar 26,67 persen, ibu rumah tangga dan pegawai swasta masing-masing sebesar 16,67 persen dan 10
persen serta diikuti oleh pegawai negeri, bertani dan pengangguran yang masing- masingnya sebesar 3,33 persen.
Gambar 4. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan, Katulampa Tahun 2010
Data pada Gambar 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki usaha sendiri atau berwiraswasta dan buruh. Hal ini berhubungan
dengan tingkat pendapatan responden yang tergolong ke dalam angka di bawah rata-rata atau tergolong berekonomi menengah ke bawah. Kegiatan wiraswasta
yang dilakukan oleh responden rata-rata adalah berjualan atau pedagang kaki lima dan warung.
Berdasarkan data pendapatan, aset kepemilikan rumah tangga berupa rumah, tanah, tabungan, dan benda berharga didapatkan jenjang ukuran kekayaan
yang dimiliki oleh responden. Sebanyak 96,67 persen responden memiliki rumah yang luasnya dibawah 200 m
2
, dan sisanya adalah kepemilikan rumah seluas 1500 m
2
. Rata-rata luas rumah responden adalah seluas 122 m
2
. Responden yang
1 1
3
11 8
5 0 1 0
Bertani Pegawai Negeri
Pegawai Swasta Wiraswasta
Buruh Ibu Rumah Tangga
Pelajar Menganggur
Pensiun
memiliki jenjang ukuran kekayaan yang rendah adalah sebanyak 30 persen, sedang atau menengah sebanyak 56,67persen dan tinggi sebanyak 13,3 persen.
Gambar 5. Stratifikasi Responden Berdasarkan Kekayaan, Katulampa Tahun 2010 Data responden berdasarkan tingkat kekayaan ini diukur berdasarkan
kepemilikan rumah tangga, tidak hanya pendapatan tapi juga barang-barang berharga dan bernilai tinggi. Pendapatan tidak dapat menggambarkan aset atau
kekayaan individu dan rumah tangga dengan baik, karena kepemilikan terhadap benda berharga juga merupakan salah satu bentuk kepemilikan materi yang
tersimpan. Kepemilikan yang diukur, selain pendapatan adalah tabungan, kepemilikan barang-barang elektronik seperti televisi, radio, kulkas, komputer dan
lainnya. Selain itu kepemilikan kendaraan juga menjadi salah satu ukuran dalam mengukur kekayaan. Kepemilikan terhadap hewan ternak juga dimasukkan ke
dalam indikator pengukuran kekayaan. Hasil pengolahan data yang menentukan stratifikasi merupakan kombinasi dari kepemilikan individu atau pun rumah
tangga.
4 17
9 Tinggi
Menengah Rendah
Seperti dalam menentukan ukuran kekayaan, ukuran pendidikan ditentukan melaui pendidikan formal yang telah ditempuh oleh responden.
Walaupun pendidikan formal tidak selalu dapat menjadi ukuran pengetahuan responden. Pertanyaan yang diajukan adalah menganai pendidikan terakhir yang
responden tempuh dalam jalur formal. Didapatkan bahwa 36,67 persen responden menempuh pendidikan hanya sampai pada pendidikan dasar yaitu sekolah dasar.
Responden yang menempuh pendidikan sampai pada jenjang sekolah menengah, baik sekolah menengah pertama maupun sekolah menengah atas adalah sebanyak
60 persen dan sisanya sebanyak 3,33 persen responden menempuh pendidikan tinggi.
Gambar 6. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan, Katulampa Tahun 2010 Stratifikasi masyarakat ditentukan dengan berbagai ukuran, sebagaimana
yang telah disebutkan diatas yaitu ukuran kekayaan, pendidikan, kekuasaan dan kehormatan. Ukuran kekuasaan dilihat dengan menggali informasi kepada
beberapa informan mengenai siapa yang berkuasa di daerah tersebut. Kekuasaan
11 18
1 2
4 6
8 10
12 14
16 18
20
Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah
Pendidikan Tinggi
Ju m
lah R
e sp
o n
d e
n
Kategori Pendidikan
yang dimaksud oleh anggota masyarakat itu adalah kekuasaan formal yaitu ketua RT dan ketua RW di daerah setempat. Informan yang diwawancarai adalah ketua
RT di RT 5 RW I yaitu Bapak E dan ketua RW IX yaitu Bapak S. Stratifikasi di dalam masyarakat terlihat dengan jelas apabila dilihat dari ukuran kekuasaan.
Masyarakat menjadi lebih patuh terhadap orang-orang yang memiliki kekuasaan baik formal maupun informal.
Sama halnya dengan ukuran kekuasaan, ukuran kehormatan juga didapatkan melalui wawancara dengan beberapa orang informan mengenai orang
yang mendapatkan kehormatan lebih dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Informan yang diwawancarai adalah Ibu Z. Ibu Z sangat dihormati oleh
masyarakat setempat karena suaminya dipercayai sebagai penolak banjir atau orang yang dipercaya dapat mengontrol saat datangnya banjir agar dampak banjir
tidak menjadi lebih merugikan. Ibu Z mendapatkan kehormatan yang lebih dibandingkan dengan masyarakat lainnya juga sebagai orang yang lebih dituakan
di daerah tersebut karena beliau adalah penduduk asli daerah tersebut dan telah lama tinggal di daerah tersebut.
5.4 Kearifan Lokal