Derajat Kohesi Sosial KARAKTERISTIK SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT

anggota TAGANA. Mereka berperan dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi bencana bersama dengan pemerintah dan menjadi jembatan antara pemerintah dengan masyarakat bersama ketua RT dan ketua RW apabila terjadi banjir seperti yang diungkapkan oleh Bapak K 38 Tahun sebagai anggota TAGANA, “... waktu air di Bendungan Katulampa naik, Bapak An yang ngejaga bendungan bakal ngasih kabar ke orang kelurahan. Dari kelurahan disampein ke Ketua RW, trus diterusin ke Ketua RT, baru disebar ke masyarakat untuk bersiap-siap. Kelurahan sama TAGANA juga bersiaga untuk kemungkinan terjadinya banjir...” TAGANA bersama RT dan RW dilihat sebagai suatu kelembagaan yang memiliki fungsi sebagai pengendali sosial, dimana mereka secara bersama-sama mengendalikan masyarakat untuk dapat melakukan kegiatan kesiapsiagaan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya banjir apabila debit air Sungai Ciliwung mulai meningkat.

5.2 Derajat Kohesi Sosial

Masyarakat di dalam suatu daerah memiliki derajat ikatan antar individu yang disebut dengan derajat kohesi sosial. Masyarakat dianggap sebagai suatu kelompok besar yang anggotanya adalah individu-individu yang tergabung di dalam masyarakat tersebut. Derajat kohesivitas dapat dilihat melalui interaksi pada anggota masyarakat yang melakukan kerjasama Cartwright dan Zander, 1968. Derajat kohesi sosial di daerah penelitian khususnya RT 5 RW I dan RT 3 RW IX memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut adalah derajat ikatan masyarakatnya. Pada RT 5 RW I, masyarakatnya cenderung untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain, sedikit yang menetap di daerah tersebut. Mobilitas penduduk yang lumayan tinggi ini diakibatkan oleh banyaknya jumlah rumah yang dikontrakkan di daerah tersebut. Lebih dari 15 kepala keluarga dari 40 kepala keluarga yang merasakan banjir telah pindah rumah atau meninggalkan daerah tersebut. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Collin dan Raven 1964 dalam Arishanti 2005 mengenai faktor yang mendorong terjadinya kohesi kelompok, yaitu keadaan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Oleh karena itu di RT 5 RW I tingkat kohesi sosialnya tergolong rendah karena tidak ada keadaan yang mendorong anggota masyarakat untuk tetap tinggal, bahkan mereka meninggalkan tempat tersebut karena takut terjadi banjir kembali. Arus mobilitas penduduk yang cukup tinggi ini mengakibatkan tingginya pertukaran anggota masyarakat. Harga sewa rumah yang lumayan murah yaitu sekitar Rp. 100.000,00 – Rp. 150.000,00 per bulan mengakibatkan banyaknya jumlah pendatang di daerah ini. Untuk mendapatkan derajat keeratan yang tinggi, masyarakat harus mampu untuk menyesuaikan diri terlebih dahulu dengan masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan sosial selain pengajian jarang dilakukan di kedua tempat penelitian, misalnya gotong royong. Berbeda dengan RT 5 RW I, masyarakat RT 3 RW IX tidak memiliki tingkat mobilisasi yang tinggi karena di daerah tersebut kebanyakan masyarakatnya memiliki hubungan darah dan masih terikat dengan daerah tersebut. Daerah tersebut tidak termasuk daerah yang banyak pendatang. Rata-rata masyarakatnya adalah masyarakat lokal yang memang sudah lama berdomisili di daerah tersebut. Hubungan kekeluargaan lebih erat dan sering melakukan kegiatan sosial bersama. Sehingga derajat kohesivitas masyarakatnya lebih tinggi dibandingkan dengan RT 5 RW I. Derajat kohesivitas masyarakat ini juga dipengaruhi oleh keseragaman homogenitas anggota kelompok tersebut seperti kesamaan tindakan dan homogenitas perilaku Mardikanto, 1993 dalam Redono, 2006. Keseragaman yang dimaksud adalah keseragaman pada ciri-ciri sosial masyarakat tersebut. Masyarakat dengan ciri-ciri sosial yang lebih mirip satu sama lainnya akan memiliki kohesivitas yang cenderung lebih tinggi. Hal ini terjadi pada RT 3 RW IX. Masyarakatnya cenderung lebih kohesif karena adanya keseragaman pada tingkat ekonomi, hubungan darah dan mereka merupakan penduduk asli Katulampa yang memiliki kesamaan budaya dan adat. Berbeda dengan RT 5 RW I, masyarakatnya kebanyakan merupakan masyarakat pendatang yang berasal dari berbagai daerah seperti Jawa dan tidak menetap lama di daerah tersebut. Perbedaan adat dan budaya antara pendatang dan penduduk asli mengakibatkan kurangnya keseragaman, sehingga kohesivitasnya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan RT 3 RW IX.

5.3 Stratifikasi Sosial

Dokumen yang terkait

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

0 2 16

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN NUSUKAN KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Nusukan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

1 2 17

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN JOYOSURAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Joyosuran Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta.

1 1 17

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR KELURAHAN SUMBER KECAMATAN BANJARSARI KOTA Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

1 3 16

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR KELURAHAN SUMBER KECAMATAN BANJARSARI KOTA Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

0 1 9

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT RAWAN BENCANA BANJIR DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Masyarakat Rawan Bencana Banjir Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

1 6 16

PENDAHULUAN Kesiapsiagaan Masyarakat Rawan Bencana Banjir Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

0 7 7

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT RAWAN BENCANA BANJIR DI KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Kesiapsiagaan Masyarakat Rawan Bencana Banjir Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.

0 2 12

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN SEMANGGI KECAMATAN Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana banjir di kelurahan semanggi kecamatan pasar kliwon kota surakarta.

0 1 11

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI BENCANA BANJIR DI KELURAHAN GANDEKAN Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Di Kelurahan Gandekan Kecamatan Jebres Kota Surakarta.

0 1 13