II - 23 perbatasan kota sebelah timur. Sedangkan drainase kota
dibangun untuk mengalirkan air permukaan baik berupa genangan akibat air hujan maupun air buangan dari
rumah tangga.
Beberapa lokasi
di wilayah
Kota Surakarta
merupakan pertemuan anak sungai dengan sungai Bengawan Solo yang letaknya relatif lebih rendah sehingga
secara periodik mengalami banjir akibat limpahan air dari sungai Bengawan Solo dengan ketinggian genangan antara
0,2
– 1,3 m Wilayah Kelurahan Jagalan, Pucangsawit, Sewu, Gandekan, Semanggi dan Sangkrah.
Pada bagian wilayah kota yang lain seperti Kelurahan Sumber dan Kadipiro berpotensi terjadinya
genangan air dengan ketinggian 0,2 – 1 m, akibat tidak
tertampungnya air permukaan pada saluran yang ada terutama pada saat curah hujan tinggi di dalam kota.
Selain itu beberapa genangan air banyak terjadi di bagian wilayah kota lainnya terutama karena: 1 adanya
bangunan liar yang didirikan di atas badan saluran dan di atas tanah negara yang merupakan daerah hijau kota atau
daerah resapan air, 2 tumbuhnya daerah pemukiman baru yang tidak didukung dengan pola penanganan
drainase yang baik, 3 perkerasan di hampir seluruh wilayah kota dengan bangunan dan jalan, tanpa
menyisakan lahan yang cukup untuk peresapan air permukaan, 4 kecenderungan sikap destruktif dan
kemerosotan disiplin masyarakat yang mengakibatkan kerusakan dan terganggunya aliran air.
3. Sarana dan Prasarana Perumahan dan Pemukiman
Pertumbuhan penduduk di Kota Surakarta relatif lebih pesat
dibandingkan dengan
daerah kabupaten
di sekitarnya. Daya tarik kota yang semakin kuat mendorong
meningkatnya arus urbanisasi dari daerah sekitar dengan berbagai kepentingan sosial ekonomi. Peningkatan jumlah
penduduk baik asli maupun pendatang membutuhkan sarana prasarana perumahan dan pemukiman dan sarana
prasarana kota lainnya yang semakin meningkat.
Kebutuhan rumah
akibat peningkatan
jumlah penduduk di satu sisi dan kemampuan penyediaan
perumahan oleh pemerintah pemerintah daerah maupun swasta di sisi lain belum seimbang. Pada sisi kebutuhan
perumahan ada tuntutan penyediaan perumahan yang layak huni dan murah, sementara pihak pengembang
II - 24 masih
sangat rentan
terhadap perkembangan
perekonomian yang terjadi. Kota Surakarta dengan luas yang terbatas memiliki
daya dukung ruang perkembangan kota yang terbatas pula. Sehingga
keterbatasan itu
menimbulkan dampak
timbulnya kantong-kantong kawasan dan lingkungan kumuh sick districts and neighborhoods, yang berpotensi
menimbulkan permasalahan sosial ekonomi masyarakat.
Proses perkumuhan yang terjadi di Kota Surakarta seringkali berlatar belakang masalah ekonomi dan
berkembang di pusat-pusat kegiatan perekonomian. Kekumuhan pada kawasan dengan tingkat aktivitas
perekonomian tinggi dimulai dari tuntutan kebutuhan lahan hunian yang mendesak terutama bagi pelaku
aktivitas perekonomian dimaksud.
Kawasan kumuh biasanya berada pada jalur Daerah Aliran Sungai DAS atau bantaran sungai, tanah kosong
areal milik PT. Kereta Api dan tanah negara atau Pemerintah Kota yang tidak terawat. Identifikasi yang
pernah dilakukan oleh Pemerintah Kota, kawasan kumuh dibedakan menjadi: 1 Kawasan kategori A yaitu
pemukiman kumuh di lokasi strategis yang memiliki potensi komersial, 2 Kawasan kategori B yaitu
pemukiman kumuh di lokasi kurang strategis untuk kepentingan komersial namun cocok untuk kepentingan
umum, 3 Kawasan kategori C yaitu pemukiman kumuh di lokasi yang tidak strategis dan dalam rencana kota
memang diperuntukkan bagi perumahan, 4 Kawasan kategori D yaitu pemukiman kumuh di lokasi sekitar pasar
dan kawasan perdagangan yang sudah sangat padat dan untuk hunian sementara.
Pemukiman kota
yang nyaman
membutuhkan dukungan
fasilitas air
bersih dan
penanganan persampahan yang terpadu. Penanganan kebersihan dan
persampahan di Kota Surakarta selama ini dilakukan dengan kerjasama antara Pemerintah Kota dengan
masyarakat. Penanganan persampahan di jalan-jalan utama dan fasilitas umum seperti pasar, terminal dan lain
sebagainya ditangani secara koordinatif antara Pemerintah, masyarakat dan dunia usaha pengguna fasilitas umum
tersebut.
Penyediaan air bersih di Kota Surakarta ditangani oleh Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Kota Surakarta.
Pada tahun 2000, kelompok pelanggan toko dan industri meningkat
sebesar 27,12
, pelanggan
instansi
II - 25 pemerintah meningkat sebesar 27,88 dan untuk
kebutuhan sosial juga meningkat sebesar 2,91 . Sementara itu pelanggan rumah tangga dan untuk sarana
umum masing-masing menurun dengan angka 1,09 dan 0,98 .
PDAM Kota Surakarta pada tahun 1996 melayani pelanggan sebanyak 35.201 pelanggan dan pada tahun
2004 mampu melayani pelanggan sejumlah 52.205 pelanggan atau setiap tahun mengalami peningkatan
sebesar 4,48 . Kelompok pelanggan rumah tangga mendominasi
keseluruhan pelanggan
PDAM yaitu
mencapai 85,23 pada tahun 1996 dan 86,55 pada tahun 2004. Jumlah pelanggan rumah tangga mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 4,65 per tahun.
Jumlah pelanggan kelompok toko, industri dan perusahaan pada tahun 1996 mencapai 4.172 unit atau
sekitar 11,85 dari keseluruhan pelanggan dan pada tahun 2004 proporsinya menurun menjadi 10,55 ,
meskipun laju pertumbuhan setiap tahunnya cukup tinggi yaitu sebesar 3,14 per tahun. Pelanggan kelompok
badan sosial proporsinya juga sedikit menurun yaitu dari 0,84 pada tahun 1996 menurun menjadi 0,62 pada
tahun 2004. Pelanggan kelompok sarana umum cenderung meningkat baik jumlah pelanggan maupun proporsinya.
Jumlah pelanggan kelompok sarana umum meningkat per tahun 5,90 per tahun, sedangkan proporsinya
meningkat dari 1,59 pada tahun 1996 menjadi sebesar 1,80 pada tahun 2004. Cakupan sanitasi air limbah
tahun 1999 pelanggan sejumlah 6.600 pelanggan pada tahun 2004 meningkat menjadi 52.205 pelanggan.
Selain dukungan air bersih, dukungan energi listrik untuk sarana pemukiman dan perumahan adalah penting.
Penyediaan sarana energi listrik ditangani oleh PT. Persero PLN APJ Surakarta. Pada tahun 2004 jumlah
pelanggan listrik mencapai 140.709 pelanggan sedangkan untuk pemakaiannya sebesar 522.721.554 Kwh.
2.1.5. Politik dan Tata Pemerintahan