commit to user
121 dengan X – M yaitu keseimbangan antara tabungan dan investasi negara
tersebut. Apabila nilai rupiah melemah REER yang terdepresiasi maka di satu sisi akan meningkatkan ekspor yang kemungkinan dapat meningkatkan
tabungan negara, namun pada kenyataannya pada saat krisis, walaupun harga barang ekspor Indonesia menjadi lebih kompetitif tetapi tidak diikuti
dengan kualitas barang dan suplai barang yang bagus, sehingga menjadi tidak efektif, bahkan tabungan negara pun tergerus karena terjadi rush di
sector perbankan. Paska krisis 1997, rupiah memang menemukan nilai keseimbangannya
yang baru, dapat dilihat melalui grafik 4.1 dari tahun 1998 di sekitar 50 kemudian meningkat menjadi didalam kisaran 80 antara tahun 2002
sampai 2008.
2. Variabel Ekspor
Grafik 4.2. Data pergerakan Ekspor 1998:1 s.d 2008:12 – dalam juta US Dollar
Ekspor
0.00 20,000.00
40,000.00 60,000.00
80,000.00 100,000.00
120,000.00 140,000.00
160,000.00 180,000.00
1 9
9 8
2 2
2 2
4 2
6 2
8
commit to user
122
Sumber: data diolah
Kinerja ekspor Indonesia berdasarkan ilustrasi dari grafik 4.2 pada saat krisis 97-98 memang lebih baik daripada kinerja impornya. Tren ekspor
yang menunjukkan peningkatan secara kontinu, membuktikan bahwa pemerintah serius dalam merekonstruksi ulang sektor riil yaitu melakukan
pembenahan perangkat hukum, infrastruktur dan juga insentif-insentif, sehingga kualitas dari produk sebanding dengan harga yang semakin
kompetitif. Memang terdapat pelemahan ekspor yang cukup dalam yaitu diantara tahun 2001 dan 2002, hal ini dikarenakan kondisi perekonomian
global yang terkena dampak kolapsnya perusahan dot com dan juga serangan teroris di amerika maupun di Indonesia. Berselang satu tahun,
mulai dari 2003 kinerja ekspor membaik dan terus menanjak signifikan, bahkan tetap menanjak walaupun melalui masa krisis global 2008, analisis
terhadap hal ini adalah karena Indonesia telah mampu melakukan diferensiasi produk dan tempat tujuan ekspor yang lebih variatif, bahwa
krisis global memang menghantam Amerika dan sebagian eropa, analisis lainnya adalah karena meningkatnya harga komoditas terutama kelapa
sawitCPO, Dari segi nilai ekspor memang besar namun nilai tambahnya terhadap industri masih kurang.
3. Variabel Impor
commit to user
123 Melihat kinerja impor yang di ilustrasikan didalam grafik 4.3,
memiliki tren yang sama dengan ekspor, yaitu meningkat, walaupun Indonesia tetap masih surplus neraca perdagangan. Analisis terhadap hal ini
adalah, pemerintah belum mampu melakukan alih industri dibidang subtitusi impor, masyarakat masih tergantung sekali dengan barang-impor, terlebih
lagi dengan kenyataan bahwa peningkatan ekspor bulanlah karena peningkatan jenis industri namun karena naiknya harga komoditas, hal ini
sangat tidak aman bagi Indonesia. Permasalahan ketergantungan impor bahan pangan juga menjadi fenomena yang menyakitkan, Indonesia yang
melimpah sumber daya alamnya, ternyata memiliki ketergantungan terhadap bahan pangan impor. Bahan pangan seperti gula, buah-buahan, ikan, garam
dan jagung, yang secara logika dapat diproduksi secara melimpah didalam negeri ternyata masih juga harus impor, tentunya dengan dana yang sangat
besar. Berdasarkan grafik 4.3 selama waktu kurang dari 2 tahun, yaitu antara 2006 dan 2008, nilai impor menanjak dengan drastis, hal ini
mengindikasikan bahwa kesejahteraan masyarakat yang membaik cenderung mendorong tingkat konsumsi, apabila produksi dalam negeri
tidak dapat memenuhi permintaan yang besar, maka impor menjadi pilihan yang senantiasa dipilih.
Grafik 4.3. Data pergerakan Impor 1998:1 s.d 2008:12 – dalam juta US Dollar
Impor
0. 20000.