38 Hasugian 2003 menjelaskan bahwa sistem temu kembali informasi pada
dasarnya adalah suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian memanggil retrieval suatu dokumen dari suatu simpanan file, sebagai jawaban atas
permintaan informasi. Sedangkan Salton yang dikutip oleh Janusaptari 2006, 2 menyatakan
bahwa temu kembali informasi merupakan: Suatu sistem yang menyimpan informasi dan menemukan kembali
informasi tersebut. Secara konsep bahwa ada beberapa dokumen atau kumpulan record yang berisi informasi yang diorganisasikan ke dalam
sebuah media penyimpanan untuk tujuan mempermudah ditemukan kembali. Dokumen yang tersimpan tersebut dapat berupa kumpulan
record informasi bibliografi maupun data lainnya. Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa temu kembali
informasi adalah proses pencarian dokumen dengan mengguanakan istilah query yang berhubungan agar dokumen yang muncul sesuai dengan subjek yang
dibutuhkan pengguna.
2.2.4 Pengolahan Dokumen Elektronik
Banyak teknik dalam mengolah dokumen elektronik. Pengolahan dokumen elektronik memerlukan teknik khusus yang memiliki perbedaan dengan
pengelolaan dokumen tercetak. Pengolahan dokumen elektronik yang baik dan terstruktur adalah bekal penting dalam pembangunan sistem perpustakaan digital
digital library. Salah satu proses pengolahan dokumen elektronik adalah proses digitalisasi dokumen. Proses digitalisasi adalah proses pengalihan dokumen
tercetak menjadi dokumen elektronik. Proses digitalisasi dapat dilakukan terhadap berbagai macam bahan pustaka termasuk grey literature.
39 Menurut Pendit 2007, 244 Proses digitalisasi tersebut meliputi 3
kegiatan utama yaitu: 1.
Scanning, yaitu proses memindai men-scan dokumen dalam bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital.
Berkas yang dihasilkan dalam contoh ini adalah berkas PDF. Dalam bagan tersebut tampak bahwa alat yang digunakan untuk
memindai dokumen adalah Canon IR2200. Mesin lain yang kapasitasnya lebih kecil dapat digunakan sesuai dengan
kemampuan perpustakaan.
2. Editing, adalah proses mengolah berkas PDF di dalam komputer
dengan cara memberikan password, watermark, catatan kaki, daftar isi, hyperlink, dan sebagainya. Kebijakan mengenai hal-hal
apa saja yang perlu diedit dan dilindungi di dalam berkas tersebut disesuaikan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perpustakaan.
Proses OCR Optical Character Recognition dikategorikan pula ke dalam proses editing. OCR adalah sebuah proses yang
mengubah gambar menjadi teks. Sebagai contoh, jika kita memindai sebuah halaman abstrak tesis, maka akan dihasilkan
sebuah berkas PDF dalam bentuk gambar. Artinya, berkas tersebut tidak dapat diolah dengan program pengolah kata. Untuk
mengubahnya menjadi teks, dibutuhkan proses OCR. Proses OCR hanya dilakukan untuk halaman abstrak saja karena 2 dua alasan:
Pertama, halaman abstrak perlu dikonversi menjadi teks, karena setiap kata di dalam abstrak akan diindeks menjadi kata kunci oleh
software temu-kembali. Proses pengindeksan tersebut hanya dapat dilakukan terhadap dokumen dalam bentuk teks. Alasan kedua,
proses OCR tidak dilakukan terhadap seluruh halaman karya akhir karena proses ini memakan waktu dan tenaga yang cukup banyak,
sehingga proses digitalisasi ini tidak efisien. Memang benar bahwa ukuran berkas yang dihasilkan dari proses OCR ini akan lebih kecil
dari ukuran berkas dalam bentuk gambar, namun, dengan teknologi hardisk yang semakin maju – ukuran hardisk saat ini semakin
besar dan harganya semakin murah – maka alasan melakukan proses OCR untuk memperkecil ukuran berkas menjadi tidak
relevan lagi disini.
3. Uploading, adalah proses pengisian input metadata dan meng-
upload berkas dokumen tersebut ke digital library. Berkas yang di- upload adalah berkas PDF yang berisi fulltext karya akhir dari
mulai halaman judul hingga lampiran, yang telah melalui proses editing. Dengan demikian file tersebut telah dilengkapi dengan
password, daftar isi, watermark, hyperlink, catatan kaki, dan lain- lain. Sedangkan metadata yang diisi meliputi nama pengarang,
judul, abstrak, subjek, tahun terbit, dan lain-lain.
40 Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa proses digitalisasi
terdiri atas 3 tahap yaitu scanning , editing dan uploading. Proses ini dilakukan dalam digitalisasi koleksi Grey literature tercetak menjadi koleksi elektronik.
Koleksi yang akan di digitalisasi diubah dari bentuk tercetak ke bentuk eletronik kemudian diedit dan diolah menjadi berkas digital didalam komputer dengan cara
memberikan watermark, footer, hyperlink sesuai dengan standar perpustakaan tersebut dan kemudian di upload dan mengisi metadata dokumen tersebut.
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manajemen pengetahuan pada awalnya diterapkan dalam dunia bisnis yang dapat membantu komunikasi dari top manajemen hingga ke bagian
operasional untuk memperbaiki proses kerja. Seiring dengan kecepatan perolehan informasi, manajemen pengetahuan diterapkan pada bidang pendidikan dalam
cakupan perpustakaan sebagai media penyebaran informasi yang tidak terbatas. Oleh sebab itu pemenuhan kebutuhan informasi melalui lembaga perpustakaan
harus mampu menyesuaikan dengan perkembangan pola kehidupan masyarakat, kebutuhan, pengetahuan, dan teknologi informasi.
Teknologi informasi berperan penting dalam manajemen pengetahuan yang bertujuan untuk menciptakan, menyimpan, memelihara dan menyebarkan
pengetahuan. Perkembangan teknologi informasi saat ini telah mengakibatkan perubahan paradigma perpustakaan dari manajemen informasi ke manajemen
pengetahuan. Perubahan paradigma tersebut tidak hanya merubah kebiasaan umum organisasi tetapi juga telah menghasilkan kebijakan, pelatihan, keamanan,
hak cipta dan lain-lain. Berbagai definisi manajemen pengetahuan juga telah dikemukakan oleh
sejumlah ahli sesuai dengan lingkungan kerja, institusi dan kebutuhannya masing- masing. Gartner Group yang dikutip oleh Srikantaiah berpendapat bahwa
manajemen pengetahuan merupakan fungsi perpustakaan yang meliputi mengumpulkan, mengolah dan menemukembalikan informasi. Informasi yang