Kesesuaian Dosis Antibiotika Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

38 Ceftazidime dan cefotaxime juga termasuk golongan cephalosporin generasi ketiga, sama seperti ceftriaxone. Cefotaxime memiliki sifat anti- laktamase kuat dan khasiat anti-Pseudomonas sedang, digunakan terutama pada infeksi oleh kuman gram negatif. Ceftazidime memiliki aktivitas yang lebih kuat dan lebih luas lagi terhadap kuman gram negatif, meliputi Pseudomonas dan Bacteroides. Cephalosporin generasi ketiga ini kurang toksis bagi ginjal, tidak seperti generasi pertamanya Tjay, 2007.

4.5 Kesesuaian Dosis Antibiotika Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

Hasil distribusi kesesuaian dosis antibiotika pada pasien gagal ginjal kronik dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Distribusi Kesesuaian Dosis Antibiotika Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2014 Kesesuaian Dosis Antibiotika Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Frekuensi jumlah antibiotika Persentase Sesuai 120 93 Tidak Sesuai 9 7 Total 129 100 Pada penelitian ini didapatkan hasil persentase kesesuaian dosis penggunaan antibiotika yaitu bahwa dari 129 antibiotika yang digunakan pada pasien gangguan ginjal kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari – Juni 2014, diperoleh 120 jumlah antibiotika 93 yang penggunaannya telah sesuai dengan standar rekomendasi pengobatan pada pasien gagal ginjal kronik di rumah sakit tersebut, dan terdapat 9 jumlah antibiotika 7 yang penggunaannya tidak sesuai dengan standar yang direkomendasikan. Menurut Troutman 2002, dosis lazim Meropenem adalah 500 mg – 1 gram setiap 8 – 12 jam. Penggunaannya pada pasien dengan LFG 26 – 50 mlmenit dosisnya tetap setiap Universitas Sumatera Utara 39 12 jam, pada pasien dengan LFG 11 – 25 mlmenit memperoleh penyesuaian dosis sebesar 50 dari dosis lazim setiap 12 jam, dan pada pasien dengan LFG 10 mlmenit sebesar 50 dari dosis lazim setiap 24 jam. Pada Cefotaxime, dosis lazimnya adalah 1 – 2 gram setiap 8 – 12 jam, penggunaannya pada pasien dengan LFG 10 – 50 mlmenit dosisnya tetap, tetapi pada pasien dengan LFG 10 mlmenit interval waktunya menjadi 24 jam sekali dengan dosis yang sama. Ceftazidime, dosis lazimnya adalah 500 mg – 2 gram setiap 8 – 12 jam, penggunaannya pada pasien dengan LFG 30 – 50 mlmenit memperoleh penyesuaian dosis sebesar 50 dari dosis lazim setiap 12 – 24 jam, pada pasien dengan LFG 15 – 29 mlmenit dosisnya menjadi 1 gram setiap 24 jam, dan untuk pasien dengan LFG 15 mlmenit dosisnya menjadi 500 mg setiap 24 – 48 jam. Khusus untuk Ceftriaxone yang memiliki dosis lazim 1 – 2 gram sehari tidak memerlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada Ciprofloxacin, dosis lazimnya 200 – 400 mg setiap 12 jam, penggunaannya pada pasien dengan LFG 30 – 50 mlmenit dosisnya tetap, pada pasien dengan LFG 5 – 29 mlmenit dosisnya tetap namun setiap 18 – 24 jam. Metronidazole, dosis lazimnya 500 mg setiap 6 – 8 jam dan tidak mengalami perubahan dosis pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tiga pasien yang mendapat terapi meropenem dengan dosis 500 mg 12 jam, 1 gram 8 jam dan 1 gram 12 jam yang memiliki LFG 10 mlmenit, seharusnya dengan LFG 10 mlmenit dosis meropenem yang dianjurkan adalah 50 dari dosis lazim setiap 24 jam. Kemudian terdapat lima pasien yang mendapat terapi ciprofloxacin 400 mg 12 jam, 400 mg 12 jam, 200 mg 12 jam, dan 200 mg 12 jam dengan LFG 30 Universitas Sumatera Utara 40 mlmenit, seharusnya sesuai dengan ketentuan bahwa pasien dengan LFG 5 – 29 mlmenit dosisnya 200 – 400 mg setiap 18 – 24 jam. Terdapat satu pasien yang mendapat terapi cefotaxime 2 gram 8 jam dengan LFG 10 mlmenit, seharusnya dengan LFG 10 mlmenit dosis cefotaxime yang dianjurkan adalah 1 – 2 gram setiap 24 jam. Hasil distribusi kesesuaian dosis penggunaan antibiotika pada pasien gangguan ginjal kronik berdasarkan karakteristik usia, jenis kelamin, dan stadium gangguan ginjal kroniknya dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Distribusi Kesesuaian Dosis Antibiotika Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari – Juni 2014 Berdasarkan Karakteristik Usia, Jenis Kelamin, Dan Stadium Gangguan Ginjal Kronik. Karakteristik Pasien Keterangan Kesesuaian Dosis P value Sesuai jumlah pasien Tidak Sesuai jumlah pasien Usia Kelompok Usia Tahun 19 – 28 3 0,806 29 – 38 11 1 39 – 48 24 1 49 – 58 19 3 59 – 68 11 2 69 – 79 6 1 Jenis Kelamin Perempuan 36 6 0,157 Laki-laki 38 2 Stadium Gagal Ginjal Kronik II 1 0,327 III 7 IV 15 V 51 8 Berdasarkan hasil penelitian yang telah ditulis dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada karakteristik usia, hampir pada setiap kelompok usia terdapat pemberian dosis antibiotika yang tidak sesuai, dimana jumlah terbanyak berada pada kelompok usia 49 – 58 tahun 3 orang, kemudian pada kelompok usia 59 – Universitas Sumatera Utara 41 68 tahun 2 orang, sedangkan pada kelompok usia lainnya hanya terdapat 1 orang, dan hanya pada kelompok usia 19 – 28 tahun yang tidak mengalami pemberian dosis antibiotika yang tidak sesuai. Pada karakteristik jenis kelamin, menunjukkan bahwa pada jenis kelamin perempuan yang memiliki jumlah terbanyak yang mengalami ketidaksesuaian dosis penggunaan antibiotika yaitu sebanyak 6 orang. Kemudian pada karakteristik stadium gagal ginjal kronik yang diderita pasien, dapat dilihat bahwa hanya pada stadium 5 yang mengalami ketidaksesuaian dosis penggunaan antibiotika yaitu sebanyak 8 orang. Stadium 5 merupakan stadium dengan keadaan fungsi ginjal yang sudah semakin memburuk dan penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah karena ginjal sudah tidak sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh, maka dari itu diharapkan untuk lebih memperhatikan pemberian dosis antibiotika dan juga obat- obatan lainnya yang akan diberikan supaya tidak memperparah keadaan pasien. Pada Tabel 4.6 tersebut menunjukkan bahwa terdapat 8 orang jumlah pasien gagal ginjal kronik yang mengalami ketidaksesuaian dosis, sedangkan dalam Tabel 4.5 terdapat 9 jumlah antibiotika yang penggunaannya tidak sesuai dengan dosis yang direkomendasikan. Perbedaan angka ini dikarenakan pada seorang pasien mengalami ketidaksesuaian dosis untuk 2 jumlah antibiotika, sedangkan pada ketujuh pasien lainnya, masing-masing pasien hanya 1 jumlah antibiotika yang penggunaannya tidak sesuai, sehingga apabila dijumlahkan akan tetap terdapat 9 jumlah antibiotika yang penggunaannya tidak sesuai dengan dosis yang direkomendasikan. Universitas Sumatera Utara 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN