Farmakokinetik Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

11 Sumber: International committee for nomenclature nosology of renal disease 1975 dalam Sukandar, 2006.

2.2 Farmakokinetik Pada Pasien Gangguan Ginjal Kronik

Farmakokinetika dapat dijelaskan sebagai suatu ilmu mengenai waktu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat serta hubungannya dengan respon farmakologis. Ekskresi adalah yang terutama dipengaruhi oleh gangguan ginjal, tetapi absorpsi, distribusi termasuk ikatan protein, metabolisme maupun farmakodinamika dapat berubah. Peningkatan kadar urea darah pada penderita gagal ginjal dapat meningkatkan kadar urea dalam air liur saliva yang biasanya menyebabkan peningkatan pH asam lambung. Hal ini mengakibatkan penurunan absorpsi beberapa obat misalnya obat-obat yang mengandung zat besi, digoksin, dan dekstropropoksifen Aslam, dkk., 2003. Pada gangguan ginjal, distribusi obat dapat berubah oleh fluktuasi dalam tingkat hidrasi atau oleh perubahan ikatan protein. Pada obat yang terdistribusi secara luas ke jaringan tubuh, maka peningkatan yang besar pada jumlah obat dalam bentuk tak terikat tidaklah penting. Oleh karena peningkatan obat tak terikat tersebut, yang jumlahnya kecil bila dibandingkan dengan kadar total dalam tubuh, akan segera terdistribusi kembali ke jaringan sehingga peningkatan kadar obat dalam bentuk tak terikat menjadi tidak berarti. Jadi, hanya obat yang mempunyai volume distribusi Vd yang rendah dimana sebagian besar obat berada dalam plasma dibandingkan pada jaringan yang akan terpengaruh. Contoh obatnya meliputi sulfonilurea seperti tolbutamid 96 dalam bentuk terikat, Vd 10 liter, antikoagulan oral seperti warfarin 99 dalam bentuk terikat, Vd 9 liter Universitas Sumatera Utara 12 dan fenitoin 90 dalam bentuk terikat, Vd 35 liter. Obat lain yang mempunyai ikatan protein tinggi antara lain diazoksida, metotreksat, asam nalidiksat, fenilbutazon, dan sulfonamida Aslam, dkk., 2003. Ginjal juga merupakan tempat untuk metabolisme dalam tubuh, tetapi efek gangguan ginjal hanya bermakna secara klinis pada dua kasus saja. Ginjal bertanggung jawab terhadap tahap akhir aktivasi vitamin D melalui hidroksilasi 25-hidroksikolekalsiferol menjadi bentuk yang lebih aktif, yaitu 1,25- dihidroksikolekalsiferol. Proses ini terganggu pada pasien gagal ginjal sehingga penderita membutuhkan terapi pengganti vitamin D. Ginjal merupakan rute eliminasi utama untuk berbagai obat dan metabolitnya baik aktif, tidak aktif, maupun toksik. Ekskresinya dapat melalui filtrasi glomeruler, sekresi tubulus atau reabsorpsi. Ekskresi merupakan parameter farmakokinetika yang paling terpengaruh oleh gangguan ginjal. Obat yang dikeluarkan terutama melalui ekskresi ginjal dipercaya dapat menyebabkan toksisitas pada penderita gagal ginjal. Jika obat terutama dimetabolisme menjadi senyawa dalam bentuk tidak aktif, maka fungsi ginjal tidak akan terlalu mempengaruhi eliminasi senyawa aktif tersebut. Namun, apabila obat atau metabolit aktifnya diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui ginjal, maka perubahan pada fungsi ginjal akan mempengaruhi eliminasinya Aslam, dkk., 2003.

2.3 Pemeriksaan Darah dan Faal Ginjal