Latar Belakang Dekonstruksi Wacana Elit Politik Kharismatik di Indonesia (Analisis Pembentukan Wacana oleh Jokowi pada Masa Kampanye Pemilihan Presiden 2014)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang ahli filsafat Yunani bernama Aristoteles 384-322 SM pernah mengatakan bahwa manusia itu adalah “zoon Politicon” atau mahluk yang selalu hidup bermasyarakat. Seseorang yang hidup menyendiri di luar masyarakat, tidak dapat disebut manusia lagi, kalau bukan hewan, ia adalah Dewa. 1 Henslin menguraikan bahwa masyarakat pada mulanya berukulan kecil dan tidak membutuhkan sistem politik yang besar. Masyarakat seperti ini beroperasi bagaikan suatu keluarga besar. Ketika surflus berkembang dan masyarakat menjadi lebih besar, berkembanglah kota diperkirakan sekitar 3500 tahun SM 2 dan kemudian berkembang menjadi negara kota polis seperti di zaman Yunani kuno kemudian berkembang lagi menjadi negara. Negara merupakan lanjutan dari keinginan manusia hendak bergaul antara seorang dengan orang lainnya dalam rangka menyempurnakan segala kebutuhan hidupnya. Semakin luas pergaulan manusia dan semakin banyak kebutuhannya, maka bertambah besar kebutuhannya kepada suatu organisasi negara yang akan melindungi dan memelihara keselamatan hidupnya. 3 Pertumbuhan negara tersebut hingga mencari bentuk yang sempurna. Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa 1 Samidjo, 2002. Ilmu Negara. Bandung: Armico. Hal.27 2 Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Kencana. Hal 102 3 Samidjo, op. cit. Universitas Sumatera Utara negara adalah suatu organisasi yang hidup yang harus mengalami segala peristiwa yang menjadi pengalamannya tiap-tiap benda yang hidup. 4 Di satu sisi, negara dapat dilihat sebagai organisasi melalui mana aparat kolektif mengejar tujuan tertentu dan secara efektif merealisasikannya dengan sedikit banyak menggunakan sumber negara yang tersedia dalam hubungannya dengan setting social kapasitas negara. Di sisi lain, negara dapat dilihat secara lebih makroskopis sebagai konfigurasi dari organisasi dan tindakan yang memengaruhi arti dan metode politik dari semua kelompok dan kelas dalam masyarakat 5 otonomi negara. Kemudian masyarakat yang sudah teratur itu meningkat lagi suatu tangga kesempurnaan, yaitu anggota-anggota masyarakat yang menundukkan dirinya bersama-sama dengan permufakatan terlebih dahulu atau tidak, kepada suatu pemerintahan yang kekuasaannya dipegang oleh seorang kepala negara yang mereka akui bersama-sama, dengan mempunyai pola batas-batas tertentu. 6 Kepala negara dalam hal ini merupakan pemerintah yang berperan dalam melakukan kegiatan-kegiatan politik dalam suatu negara. Pemerintah menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk mencapai tujuan masyarakat atau negara, memperkirakan arah perkembangan masyarakat masa mendatang dan mempersiapkan langkah-langkah kebijakan untuk menyongsong perkembangan masyarakat serta mengelola dan mengarahkan masyarakat kepada tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pemerintah merupakan aktor yang menjalankan 4 Ibid. Hal.28 5 Damsar. Op. cit. Hal 100 6 Samidjo. Op. cit. Hal.28 Universitas Sumatera Utara roda pemerintahan yakni menjalankan segala kegiatan yang berkaitan erat dengan tugas dan kewenangan negara. 7 Klasifikasi dari berbagai bentuk-bentuk pemerintahan telah menjadi salah satu prinsip yang paling mendasar yang terkait dengan masalah analisis politik dalam kehidupan politik umumnya dan dalam proses politik khususnya. Dalam proses politik tersebut, kiranya kita dapat menelusuri ke belakang terutama pada era abad 4 SM pada saat Aristoteles 384-223 SM yang pertama kali berusaha untuk menggambarkan regime politik yakni dengan menggunakan istilah demokrasi, oligarki dan tirani. Kemudian berlanjut pada abad 18-an, berkembang dan diklasifikasikannya regime politik tersebut ke dalam bentuk monarcy, atau republic atau sebagai otokrasi atau sebagai rezim konstitusional. Selanjutnya pada abad 29-an, menunjukkan perbedaan yang sangat tajam dibandingkan dengan era sebelumnya yakni pertentangan dan konflik di dalam bangunan peta politik internasional antara demokrasi, autoriterianisme dan totalitarisme. Dan dalam perkembangan yang lebih modern, adalah ketika jatuhnya rezim komunisme Uni Soviet US tahun 1989 serta kebangkitan negara-negara Asia Timur dalam bidang ekonomi dan politik kemudian disusul dengan kebangkitan politik negara- negara Islam. 8 Rezim dalam pengertian ilmiahnya sebagaimana yang dirumuskan oleh Krosner, rezim lebih dikaitkan dengan kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, norma- norma, aturan-aturan dan prosedur dalam pengambilan keputusan yang dianut 7 Anthonius P Sitepu, Teori-Teori Politik. Graha Ilmu, Yogyakarta, 2012, Hal. 148. 8 Ibid. Universitas Sumatera Utara oleh penguasa negara. Oleh karena itu, istilah rezim dalam konteks ini adalah sebagai bentuk sistem pemerintahan atau kekuasaan dalam pemerintahan, cenderung diartikan dengan individu atau kelompok individu yang berkuasa di dalam negara. 9 Individu ataupun kelompok individu yang berkuasa dalam suatu negara ini sering disebut elit politik. Elit politik ini merupakan orang-orang yang berhasil yang mampu menduduki jabatan-jabatan tinggi dan dalam lapisan masyarakat. Elit politik terdorong untuk memainkan peranan aktif dalam politik sebagaimana menurut para teoritisi politik karena ada dorongan kemanusiaan yang tidak terhindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan. Politik bagi mereka merupakan permainan kekuasaan dan karena para individu menerima keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penanaman nilai guna menemukan ekspresi bagi pencapaian kekuasaan tersebut. 10 Mengkaji elite politik, selalu menarik perhatian karena mengingat kajian yang demikian memiliki keterkaitan dengan konstruksi sosial dan pemahaman terhadap sistem politik siapa yang memerintah dan siapa yang seharusnya memerintah. Oleh karena itu pembicaraan tentang elite mengundang perhatian terhadap masalah-masalah penguasa negara yang dalam hal ini kepala negara maupun kepala pemerintahan. Mosca percaya dengan teori pergantian elite seperti halnya dengan Vilfredo pareto maka dengan demikian yang membedakan karakteristik elite 9 Budi Suryadi, Sosiologi Politik: Sejarah, Defenisi dan Perkembangan konsep, IRCiSoD, Yogyakarta, 2007, Hal. 83. 10 Anthonius P Sitepu, Op. cit. Hal 81-82 Universitas Sumatera Utara adalah kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol politik “sekali kelas yang memerintah tersebut kehilangan akan kecakapannya dan orang-orang diluar kelas tersebut menunjukkan kelas yang lebih baik maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh kelas penguasa yang baru. Gaetano mosca percaya bahwa pada sejenis hukum yang mengatakan bahwa dalam elite yang berkuasa, tidak lagi mampu memberikan layanan-layanan yang diperlukan oleh massa, atau layanan yang diberikannya dianggap tidak lagi memiliki nilai, atau muncul agama yang baru, atau terjadi perubahan-perubahan pada kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat maka perubahan-perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Gaetano Mosca tidak saja mengajukan alasan-alasan sosiologis. Ia menunjukkan kaitan perubahan di dalam lingkungan masyarakat dengan sifat-sifat individu. Rumusan kepentingan dan cita-cita baru yang menimbulkan persoalan- persoalan baru misalnya akan semakin mempercepat pergantian elite. 11 Oleh sebab itu, berbagai upaya dilakukan oleh elite yang berkuasa untuk mempertahankan kekuasaannya lewat konsistensi dalam menjalankan kontrol politik dan mempertahankan kecakapannya. Salah satu upaya yang dapat kita lihat yaitu elite politik dalam hal ini pemimpin dalam suatu negara menunjukkan sosok kharisma dalam dirinya. Menurut Weber, jika para pengikut mendefinisikan pemimpin mereka sebagai seseorang yang berkharisma, maka ia cenderung sebagai pemimpin kharismatik terlepas dari benar-tidaknya ia memiliki ciri yang 11 Ibid. Hal 85 Universitas Sumatera Utara menonjol. Yang krusial dalam proses ini adalah ketika seorang pemimpin dipisahkan dari orang biasa dan diperlakukan seolah-olah ia memiliki kekuatan atau kualitas supranatural, supermanusia atau sekurang-kurangnya kekuatan tidak lazim yang tidak dimiliki oleh orang biasa. Kharisma lebih sebagai konstruksi ketimbang realitas di dalam dirinya. 12 Menurut Weber, kharisma terjadi saat terdapat sebuah krisis sosial, seorang pemimpin muncul dengan sebuah visi radikal yang menawarkan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu, mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi itu terlihat dapat dicapai, dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa. Pemimpin seperti ini terlihat memiliki kelebihan- kelebihan secara personal seperti intelektualitas, keberanian, pengorbanan dan kepiawaian sehingga bisa menyatukan masyarakat untuk keluar dari berbagai persoalan yang melilit. Seorang yang berkharisma merupakan orang yang menciptakan suatu perubahan eksistensial. 12 Kh arisma adalah kata dalam bahasa Yunani yang berarti “berkat yang terinspirasi secara agung atau dengan bahasa lain yakni anugerah ”, atau dalam bahasa Kristen yakni rahmat grace, seperti kemampuan untuk melakukan keajaiban atau memprediksikan peristiwa masa depan, sehingga melahirkan suatu perubahan yang radikal. Konsep kharismatik charismatic atau kharisma charisma menurut Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang kharismatik, yaitu : Adanya seseorang yang memiliki bakat yang luar biasa, adanya krisis sosial, adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut, adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan. Lihat, Betti R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, terj. Machnun Husein, Tiara Wacana, Yogyakarta, 1995, hlm. 206. Universitas Sumatera Utara Salah satu hal penting yang patut untuk diulas yakni persoalan kepemimpinan kharismatik charismatic leadership yang merupakan cenderung terhadap konsep politik. Hal ini penting mengingat peran dunia politik merupakan suatu aturan permainan yang bermain dalam ranah kekuasan dan hal itu cukup menjadi hal yang kompetitif dalam masyarakat ketika sudah menyangkut persoalan kekuasaan. Kepemimpinan kharismatik menjadi salah satu faktor khusus yang perlu dipertimbangkan dalam suatu pemetaan akan seorang pemimpin yang nantinya akan memiliki legalitas-otoritas untuk menentukan suatu kebijakan. 13 Tipe kepemimpinan kharismatik dapat diartikan sebagai kemampuan menggunakan keistimewaan atau kelebihan sifat kepribadian dalam mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku orang lain, sehingga dalam suasana batin mengagumi dan mengagungkan pemimpin bersedia berbuat sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin. Pemimpin disini dipandang istimewa karena sifat-sifat kepribadiannya yang mengagumkan dan berwibawa. Dalam kepribadian itu pemimpin diterima dan dipercayai sebagai orang yang dihormati, disegani, dipatuhi dan ditaati secara rela dan ikhlas. Kepemimpinan kharismatik menginginkan anggota organisasi sebagai pengikutnya untuk mengadopsi pandangan pemimpin tanpa atau dengan sedikit mungkin perubahan. 14 Fenomena akan diikutinya pemimpin oleh anggota kelompoknya bukanlah sesuatu yang baru saja terjadi. Sebagai seorang pemimpin tentu besar keinginan 13 Ibid. Hal 207 14 Hurin In Lia Amalia Qori, Kepemimpinan Karismatik Versus Kepemimpinan Transformasional. Analisa, Vol. 1, No. 2 Agustus 2013. hal 72. Universitas Sumatera Utara untuk diikuti oleh pengikutnya bahkan dijadikan inspirasi. Inilah yang juga membuat para pemimpin ataupun calon pemimpin berlomba-lomba memperbaiki karakteristik dirinya untuk memiliki kelebihan menginspirasi anggota kelompoknya dalam berpikir, berbicara bahkan bertingkah laku. Kemampuan untuk menginspirasi anggotanya itulah yang sering disebut sebagai kemampuan sakti yang dinamakan kharisma oleh beberapa tokoh. 15 Hal-hal yang telah disebut diatas sebagai indikator dikatakan pemimpin karismatik juga telah dipraktekkan di Indonesia. Sejak Indonesia merdeka, presiden-presiden Indonesia memiliki sisi kharismatiknya masing-masing hingga saat ini. Seperti Presiden Soekarno, adalah bapak proklamator, seorang orator ulung yang bisa membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia. Beliau memiliki gaya kepemimpinan yang sangat populis, bertempramen meledak-ledak, tidak jarang lembut dan menyukai keindahan. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara Barat Amerika dan Eropa. Ir. Soekarno 15 Dikutip dari tesis Alyanti Fransisca, Model komunikasi Kharismatik Presiden-Presiden Indonesia. Universitas Indonesia, Jakarta, 2010, Hal. 1 Universitas Sumatera Utara adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan bangsanya. Demikian juga dengan gaya kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan proaktif-ekstraktif dengan adaptif-antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyai visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian. Presiden Soeharto juga cenderung ditampilkan sebagai seorang pemimpin yang lebih reaktif dibanding proaktif. Ia lebih sering memberikan tanggapan atau respon terhadap pernyataan orang lain dibanding menunjukkan gagasanpemikirannya sendiri. Soeharto digambarkan sebagai pemimpin yang memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinannya. Presiden Soeharto cenderung menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih sering memberikan perhatian sangat umum terhadap lingkup pembangunan nasional. Presiden Soeharto digambarkan sebagai seorang pemimpin yang otoriter, yang menerapkan gaya kepemimpinan koersif, yang selalu menginginkan agar perintah dan instruksinya dipatuhi orang lain dengan segera. Presiden Soeharto adalah seorang pemimpin yang sederhana, tidak suka menonjolkan diri di hadapan orang lain. Ketika berbicara dengan orang lain atau menyampaikan pesan-pesan kepada bawahan atau orang-orang yang dipimpinnya dalam berbagai organisasi, ia tidak suka menunjukkan keberhasilan atau jasa-jasa yang dimilikinya. Universitas Sumatera Utara Kemudian Presiden B.J. Habibie merupakan orang yang cerdas tapi terlalu lugu dalam politik. kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya kepemimpinan dedikatif-fasilitatif, merupakan sendi dan kepemimpinan demokratik. sangat terbuka dalam berbicara, akrab dalam bergaul, sangat detail, gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau memikirkan resikonya, ia cenderung bertindak atau mengambil keputusan secara cepat. Kemudian Presiden Abdurahman Wahid merupakan seorang kiai yang sangat liberal dalam pemikirannya, penuh dengan ide, sangat tidak disiplin, dan berkepemimpinan ala LSM. Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan responsif-akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memiliki keabsahan. Kemudian Presiden Megawati Soekarno Putri, seorang yang berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Gaya kepemimpinan Presiden Megawati yang anti kekerasan, cukup demokratis, tampak agak formal, santun dalam setiap penampilan dan apik berbusana. Demikian juga Presiden Susilo Bambang Yudoyono sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan dalam kondisi apapun, Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat. Penampilannya yang berwibawa dan pemikirannya yang rasional serta visioner ke depan. 16 16 http:www.kompasiana.comhennysovyamengenal-gaya-kepemimpinan-presiden-di indonesia_552c5c1c6ea834f7738b4571 Universitas Sumatera Utara Dari keenam presiden yang telah penulis sebutkan diatas memiliki gaya kepemimpinan yang bervariasi dan berbeda satu sama lain. Namun setiap presiden tersebut tetap dikategorikan sebagai elit politik dengan figur yang santun, berwibawa, kuat dan tegas sebagaimana pemimpin pada umumnya yang telah didefenisikan sebelumnya. Dengan demikian, tampaknya selama ini kepemimpinan di Indonesia masih didominasi oleh kepemimpinan yang berfigur santun, berwibawa, kuat dan tegas, sangat jarang terdapat kepemimpinan yang mampu menunjukkan figur yang berbeda dari yang sebelumnya. Seperti dalam jajak pendapat yang dilakukan Kompas tahun 2013, menunjukkan bahwa kepercayaan publik pada penyelenggaraan negara mengalami penurunan. Publik cenderung tidak puas pada kepemimpinan di negara ini. Publik akhirnya mengharapkan gaya kepemimpinan yang baru. Jajak Pendapat Kompas melakukan penonjolan pada kondisi masyarakat yang mengalami krisis orientasi kepemimpinan. Teks ini juga menjelaskan bahwa saat ini publik tengah berada dalam kondisi krisis orientasi akan hadirnya pemimpin yang diidamkan. 17 Uniknya, Kemunculan Jokowi membawa fenomena baru dalam kancah kepemimpinan politik di Indonesia. Kebaruan dari sosok gubernur DKI tahun 2012 yang paling menonjol adalah gaya Jokowi blusukan berjalan-jalan ditempat-tempat sempit ke kampung-kampung padat penduduk di Jakarta. Jokowi dengan senang hati menemui warganya guna mengetahui secara langsung 17 Ignatius Eggi Reza Putra Mario Antonius Birowo. Konstruksi Pemimpin Nasional Dalam Surat Kabar Harian Kompas Analisis Framing Laporan Jajak Pendapat KOMPAS dengan Topik Kepemimpinan Nasional Periode 2009-2012, Universitas Atma Jaya, Yogyakarta 2013, Hal. 5. Universitas Sumatera Utara permasalahan yang dihadapi masyarakat Jakarta. Dengan mata telanjang, orang dapat melihat betapa Jokowi menjalin komunikasi dengan warganya tanpa jarak. Pengawalan minimum bagi Jokowi menjadikan dirinya lebih leluasa menyapa warganya, sebaliknya warga masyarakat juga leluasa untuk menyampaikan berbagai aspirasinya secara langsung kepada gubernurnya. Jokowi mendatangi kampung-kampung, mendatangi ke tempat permasalahan untuk menyelesaikan masalah. Terbukti Jokowi datang beberapa kali di tempat yang pernah dikunjunginya, tujuannya satu yaitu memastikan apa yang dijanjikan atau disepakati sebagai hasil dari kunjungan awal benar-benar ada tindak lanjut atau ada hasilnya. 18 Gaya kepemimpinan Jokowi menjadi referensi karena terbukti kekuasaan yang dimilikinya berorientasi pelayanan kepada masyarakat. Jokowi dengan lihai membangun komunikasi politik untuk terus meningkatkan partisipasi dan dukungan politik bagi keberhasilannya menjadi memimpin. 19 Kemunculan Jokowi telah membawa wacana dan referensi baru dalam khasanah kepemimpinan politik di Indonesia. Di tengah maraknya pencitraan elite politik sebagai figur yang santun, berwibawa, kuat dan tegas, kemunculan Jokowi membuat berbeda. Jokowi muncul dengan sikap low profil, jujur, dan dekat dengan warga masyarakat. 20 Selama ini dikatakan bahwa kepemimpinan di Indonesia masih didominasi oleh kepemimpinan yang memiliki figur berwibawa, kuat dan tegas sehingga hal 18 M. Yusuf, A.R, Fenomena Kepemimpinan politik Jokowi. GaneÇ Swara Vol. 7 No. 1Maret 2013. Universitas Mataram, Hal. 26. 19 Ibid 20 Ibid Universitas Sumatera Utara ini membangun wacana dalam masyarakat bahwa pemimpin itu harus memiliki figur seperti yang telah disebutkan diatas. Namun kehadiran Jokowi dengan sikapnya yang low profil, jujur, dan dekat dengan warga masyarakat mampu mengubah opini masyarakat bahwa ternyata pemimpin tidak selamanya harus bersikap kuat, berwibawa dan mewah. Penulis melihat bahwa Jokowi mencoba untuk mendekonstruksikan wanaca yang telah ada sebelumnya. Hal ini semakin menarik ketika dalam Pemilihan Presiden 2014 Jokowi memiliki gaya kampanye yang berbeda dari kebanyakan kampanye elit politik. Ditambah lagi Prabowo sebagai lawan Jokowi di pentas politik menunjukkan gaya kampanye yang sangat bertolak belakang. Keduanya memiliki positioning yang berbeda satu satu sama lain. 21 Jokowi menunjukkan bahwa dirinya memiliki latar belakang anak tukang kayu, penampilannya yang sederhana, berpakaian kotak- kotak yang notabene motif dominan sarung pakaian rakyat, tanpa protokoler, blusukan ke tempat becek, sehingga mendapatkan positioning atau tercitra tak jauh beda dengan rakyat kebanyakan. Sedangkan Prabowo dengan latar belakangnya sebagai tentara, mantan danjen kopassus dan panglima kostrad, dengan penampilan berwibawa, berpakaian safari saku empat ala mode pejuang zaman revolusi, gaya bicara orator berintonasi tinggi, retorika berapi-api, badan 21 Positioning diartikan sebagai sebuah strategi dalam ilmu marketing untuk menciptakan perbedaan,manfaat dan keuntungan yang membuat konsumen selalu ingat dengan suatu produk. Konsep positioning inilah yang dalam politik digunakan untuk membangun citra, dengan demikian politik pencitraan merupakan upaya untuk membangun kepercayaan konsumen terhadap sebuah pribadi politik. Lihat di Veronika, Ina, Pemasaran Politik Legislatif Pertahanan Dalam Memenangkan Pemilu Anggota DPDR Kota Kupang. NTT, 2010 Hal. 7, yang dalam konteks pilpres adalah capres yaitu Jokowi atau Prabowo. Pada hakekatnya, positioning adalah menanamkan persepsi, identitas, kepribadian capres dalam benak pemilih. Universitas Sumatera Utara tegap gagah perwira, merupakan upaya agar terbangun persepsi sebagai sosok pahlawan, satria, penyelamat negara. Berdasarkan positioning kedua calon presiden yang kontradiksi diatas dan juga Jokowi yang muncul sebagai pemimpin yang memiliki figur yang berbeda dari wacana yang telah terbangun selama ini, maka penulis tertarik untuk menganalisis aktivitas politik Jokowi selama masa kampanye pada pemilihan presiden 2014.

1.2 Perumusan Masalah