masyarakat mengenai kepemimpinan seorang presiden di Indonesia. Seperti yang dikatakan Foucault bahwa wacana dapat di deteksi karena secara sistematis suatu
ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berpikir dan bertindak tertentu.
66
Foucault mengatakan bahwa simbol yang dihasilkan wacana antara lain melalui bahasa, moralitas, hukum, dan lainnya, yang tidak hanya mengacu pada
sesuatu, melainkan turut menghasilkan perilaku, nilai-nilai dan ideologi. Simbol yang Jokowi tunjukkan dalam aktivitasnya selama masa kampanye pemilihan
presiden yaitu melalui gaya kepemimpinan, penampilan, dan karakter yang akan membangun
sebuah wacana
baru. Dari
simbol tersebut,
penulis mengklasifikasikan kedalam tiga hal yang akan penulis analisis melalui perspektif
Foucault, yakni gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat, kesederhanaan Jokowi, dan karakter Jokowi yang berjiwa muda.
3.4.1 Gaya Kepemimpinan Jokowi
Dalam aktivitas Jokowi selama masa kampanye, ia telah banyak menunjukkan bagaimana gaya kepemimpinannya. Dari analisis video yang
penulis telah lakukan dengan menggunakan pendekatan Semiotika Roland Barthes, terdapat beberapa aktivitas Jokowi yang menunjukkan bahwa ia memiliki
gaya kepemimpinan yang merakyat. Salah satunya terdapat dalam cuplikan video debat calon presiden. Hal ini dapat dilihat dari kutipan teks berikut :
Dan oleh sebab itu, kenapa setiap hari kami datang ke kampung- kampung, datang ke pasar-pasar, datang kebantaran sungai, datang ke
66
Ibid, Hal 65
Universitas Sumatera Utara
petani, datang ke tempat pelelangan ikan, karena kami ingin mendengar suara rakyat. Dengan cara apa? Dengan cara dialog, pak JK
saya kira sudah banyak menyelesaikan konflik dengan cara dialog untuk musyawarah untuk sebuah kemanfaatan bagi rakyat banyak.
Penyelesaian tanah abang, waduh pluit juga kita selesaikan dengan cara dialog, bermusyawarah, mengundang makan, mengajak
musyawarah.
Dari pernyataan Jokowi dalam debat capres ini, Jokowi mencoba menciptakan sebuah metode yang baru dalam memimpin dengan kekuasaan yang
ia miliki yaitu turun langsung ke masyarakat. Turun langsung ke masyarakat atau yang sering disebut sebagai blusukan dalam bahasa Jawa menjadi sangat popular
setelah dipakai oleh Jokowi pada saat Gubernur DKI Jakarta. Ketika tingkat kepercayaan publik terhadap kepemimpinan politik yang ada begitu rendah, gaya
kepemimpinan Jokowi ini berhasil mendongkrak kepercayaan publik terhadapnya. Rekam jejaknya sebagai walikota Solo dan gubernur DKI Jakarta telah
menghasilkan kepercayaan bahwa dia benar-benar telah melayani kebutuhan warga. Prinsip-prinsip manajemen modern yang menekankan rasionalitas,
efisiensi dan efektivitas, tanpa banyak cincong atau slogan-slogan, diperlihatkan dengan cara tersendiri yang sungguh merefleksikan sebuah gaya pemerintahan
yang baru dimana manusia menjadi prioritas diatas segalanya. Mengeksekusi rencana adalah esensi dari pemerintahan setelah persoalan dalam masyarakat
dipahami secara lengkap melalui blusukan. „Berdialog‟ seperti yang ia dikatakan
adalah kata kunci dalam blusukan yang merupakan seni memerintah bagi Jokowi. Memerintah dengan menjadikan masyarakat sebagai prioritas utama
merupakan sebuah wacana baru yang Jokowi ciptakan dan telah berhasil
Universitas Sumatera Utara
mengubah pola pikir masyarakat. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Foucault bahwa kekuasaan dapat memilih dan mendukung wacana tertentu,
sehingga wacana tertentu menjadi dominan dan wacana lainnya terpinggirkan. Struktur konsep dengan menggunakan istilah blusukan ini telah membentuk
wacana dominan ditengah-tengah masyarakat. Bahasa blusukan ini dimaksudkan agar masyarakat Indonesia senantiasa menyadari bahwa adanya kepedulian
pemerintah terhadap masyarakat sehinggga harus turun kemasyarakat secara langsung dalam mendengar aspirasi rakyat. Maka tepatlah seperti yang dikatakan
Michel Foucault bahwa ciri utama wacana adalah kemampuannya untuk menjadi suatu himpunan wacana yang berfungsi membentuk dan melestarikan hubungan-
hubungan kekuasaan dalam suatu masyarakat.
67
Ada dua konsekuensi dari wacana dominan tersebut. Pertama, wacana dominan memberikan arahan bagaimana suatu
objek harus dibaca dan dipahami. Pandangan yang lebih luas menjadi terhalang, karena ia memberikan pilihan yang tersedia dan siap pakai. Pandangan dibatasi
hanya dalam batas-batas struktur diskursif tersebut, tidak dengan yang lain. Kedua, struktur diskursif yang tercipta atas suatu objek tidaklah berarti kebenaran.
Batas-batas yang tercipta tersebut bukan hanya membatasi pandangan kita, tetapi juga menyebabkan wacana lain yang tidak dominan menjadi terpinggirkan.
68
Oleh sebab itu, penggiringan khalayak terhadap pemerintah yang blusukan sebagai
pemerintah yang merakyat berakibat pada wacana-wacana lain yang tidak tersampaikan, misalnya pemerintah memiliki tugas yang lebih besar dan lebih
67
Ibid, Hal 76
68
Ibid, Hal 77
Universitas Sumatera Utara
utama dibandingkan dengan blusukan, misalnya bertugas mengurus roda pemerintahan agar tetap stabil, perekonomian, administrasi dan lain sebagainya
yang notabene cakupan pekerjaan yang jauh lebih luas. Tidak tersampaikannya wacana terpinggirkan ini, bukan berarti wacana
dominan yang diangkat oleh Jokowi adalah salah dan wacana yang terpinggirkan ini adalah benar. Akan tetapi, dengan wacana dominan yang diangkat oleh Jokowi
akan membatasi pandangan khalayak sehingga ketika melihat pemerintah melakukan blusukan maka yang menjadi penilaian masyarakat adalah bahwa
pemerintah tersebut merupakan pemerintah yang peduli terhadap rakyat. Dalam analisis Foucault, kekuasaan membentuk wacana yang dipahami sebagai suatu
pengetahuan dan kebenaran oleh khalayak. Disamping gaya kepemimpinan Jokowi yang merakyat tersebut, dalam
aktivitas politiknya selama masa kampanye pilpres, Jokowi juga menunjuk hal lainnya yang mendukung terbentuknya wacana pemimpin yang merakyat tersebut.
Yakni dari penampilan Jokowi yang selalu mengenakan kemeja dengan lengan digulung. Berdasarkan makna konotasi dari analisis semiotika Barthes, Jokowi
selalu menggulung lengan bajunya sebagai bentuk dari pemimpin yang siap turun ke lapangan. Hal ini sangat mendukung terciptanya wacana pemimpin yang
merakyat ala Jokowi.
3.4.2 Kesederhanaan Jokowi