Wacana dalam Perspektif Foucault

1.6.2 Wacana dalam Perspektif Foucault

Tokoh analisis wacana kritis yang memberi banyak perhatian secara khas adalah Michael Foucault 1926-1984, seorang filosof kekuasaan berkebangsaan Prancis. 32 Salah satu yang menarik dari konsep Foucault adalah tesisnya mengenai hubungan antara pengetahuan dan kekuasaan. Foucault mendefinisikan kuasa agak berbeda dengan beberapa ahli lain. Kuasa menurut Foucault tidak dimiliki tetapi dipraktikkan dalam ruang lingkup dimana banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu sama lain. Bagi Foucault, kekuasaan selalu terakulasikan lewat pengetahuan dan pengetahuan selalu mempunyai efek kuasa. Penyelenggaraan kekuasaannya, menurut Foucault, selalu memproduksi pengetahuan sebagai basis dari kekuasaannya. Kekuasaan memprodusir pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa. Tidak ada pengetahuan tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada kuasa tanpa pengetahuan. Karena setiap kekuasaan disusun, dimapankan, dan diwujudkan lewat pengetahuan dan wacana tertentu. 33 Wacana tertentu menghasilkan kebenaran dan pengetahuan tertentu yang menimbulkan efek kuasa. Kebenaran disini dikatakan oleh Foucault tidak dipahami sebagai sesuatu yang datang dari langit, bukan juga sebuah konsep yang abstrak. Akan tetapi, ia diproduksi, setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri melalui mana khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan tersebut. 32 D. Jupriono, Yudhi Hari Wibowo, Linusia Marsih, Teks Berita Konflik Pekerja PT Freeport Indonesia: Analisis Wacana Kritis Foucault. Parafrase. Vol.3 No. 1 Februari, Hal 55. 33 George Junus Aditjondro, Pengetahuan-Pengetahuan Lokal yang Tertindas, jurnal kalam, 1994, Hal. 59. Universitas Sumatera Utara Disini, setiap kekuasaan selalu berpotensi menghasilkan rezim kebenaran tertentu yang disebarkan lewat wacana yang dibentuk oleh kekuasaan. Kuasa tidak bekerja melalui penindasan dan represi, tetapi terutama melalui normalisasi dan regulasi. Publik tidak dikontrol lewat kekuasaan yang sifatnya fisik, tetapi dikontrol, diatur, dan disiplinkan lewat wacana. Kekuasaan dalam pandangan Foucault disalurkan melalui hubungan sosial, dimana memproduksi bentuk-bentuk kategorisasi perilaku sebagai baik atau buruk, sebagai bentuk pengendalian perilaku. Jadi khalayak ditundukkan bukan dengan cara kontrol yang bersifat langsung dan fisik, tetapi dengan wacana dan mekanisme, berupa prosedur, aturan, tata cara, dan sebagainya. 34 Melalui wacana, hubungan antara kekuasaan di satu sisi dengan pengetahuan di sisi yang lain terjadi. Foucoult mengatakan bahwa hubungan antara simbol dan yang di simbolkan itu bukan hanya referensial, melainkan juga produktif dan kreatif. Simbol yang dihasilkan wacana itu antara lain melalui bahasa, moralitas, hukum, dan lainnya, yang tidak hanya mengacu pada sesuatu, melainkan turut menghasilkan perilaku, nilai-nilai dan ideologi. Kehidupan bukan diatur lewat serangkaian represi, melainkan melalui kekuatannya memberikan defenisi dan melakukan regulasi. Berbagai regulasi itu diantaranya yang menentukan kita, memilah, mengklasifikasikan, dan menggolongkan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang harus dilakukan dan mana yang harus dihindari, mana yang sah mana yang tidak. Hubungan kita dengan realitas diatur 34 Ibid. Hal 67-68 Universitas Sumatera Utara melalui berbagai wacana, yang menentukan bagaimana seharusnya dan sebaiknya kita bertindak, membentuk kepercayaan-kepercayaan, konsep, dan ide-ide yang kita anut. Melalui wacana, individu bukan hanya didefenisikan tetapi juga dibentuk, dikontrol, dan di disiplinkan. 35 Menurut Foucault, pandangan kita tentang suatu objek dibentuk dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh struktur diskursif tersebut: wacana dicirikan oleh batasan bidang dari objek, defenisi dari perspektif yang paling dipercaya dan dipandang benar. Persepsi kita tentang suatu objek dibentuk dengan dibatasi oleh praktek diskursif: dibatasi oleh pandangan yang mendefenisikan sesuatu bahwa yang ini benar dan yang lain tidak. Wacana tertentu membatasi pandangan khalayak, mengarahkan pada jalan pikiran tertentu dan menghayati itu sebagai sesuatu yang benar. Wacana membatasi pandangan kita, mengeluarkan sesuatu yang berbeda dalam batas-batas yang telah ditentukan. Ketika aturan dari wacana dibentuk, pernyataan kemudian disesuaikan dengan garis yang telah ditentukan. Disini pernyataan yang diterima dimasukkan dan mengeluarkan pandangan yang tak diterima tentang suatu objek. Objek bisa jadi tidak berubah, tetapi struktur diskursif yang dibuat membuat objek menjadi berubah. 36 Menurut Michel Foucault, ciri utama wacana ialah kemampuannya untuk menjadi suatu himpunan wacana yang berfungsi membentuk dan melestarikan hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu masyarakat. Dalam suatu masyarakat biasanya terdapat berbagai macam wacana yang berbeda satu sama lain, namun 35 Ibid. Hal 71-72 36 Ibid. Hal 73-74 Universitas Sumatera Utara kekuasaan memilih dan mendukung wacana tertentu sehingga wacana tersebut menjadi dominan, sedangkan wacana lainnya akan “terpinggirkan”marginalized atau “terpendam”submerged. 37 Ada dua konsekuensi dari wacana dominan tersebut. Pertama, wacana dominan memberikan arahan bagaimana suatu objek harus dibaca dan dipahami. Pandangan yang lebih luas menjadi terhalang, karena ia membarikan pilihan yang tersedia dan siap pakai. Pandangan dibatasi hanya dalam batas-batas struktur diskursif tersebut, tidak dengan yang lain. Kedua, struktur diskursif yang tercipta atas suatu objek tidaklah berarti kebenaran. Batas-batas yang tercipta tersebut bukan hanya membatasi pandangan kita, tetapi juga menyebabkan wacana lain yang tidak dominan menjadi terpinggirkan. 38 Proses terpinggirkannya wacana dalam proses pemberitaan ini membawa beberapa implikasi. Pertama, khalayak tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan informasi yang beragam dari berbagai sudut mengenai suatu peristiwa. Disini tidak harus dikatakan bahwa wacana yang terpinggirkan adalah wacana yang benar mengenai suatu peristiwa, tetapi karena tidak banyak ragam perspektif dari suatu wacana maka dimensi peristiwa tidak lengkap. Kedua, bisa jadi peminggiran wacana menunjukkan praktek ideologi. 39 37 Ibid. hal 76-77 38 Ibid. hal 77 39 Ibid. hal 84 Universitas Sumatera Utara

1.6.3 Dekonstruksi