2.9.Metode Destruksi
Destruksi merupakan suatu cara perlakuan perombakan senyawa menjadi unsur- unsur sehingga dapat dianalisis. Metode destruksi materi organik dapat dilakukan
dengan dua cara yang selama ini dikenal yaitu metode destruksi basah dan metode destruksi kering. Pada dasarnya pemilihan metode destruksi tersebut adalah
berdasarkan sifat organik dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas yang digunakan. Berdasarkan kedua metode destruksi ini, sudah tentu
memiliki tehnik pengerjaan yang berbeda pula. Penguraian sampel dengan asam- asam kuat baik tunggal maupun campuran dikenal dengan metode destruksi basah
sedangkan penguraian sampel dengan cara pengabuan sampel dalam tanur dikenal sebagai metode destruksi kering. Aprianto. 1989
2.9.1. Destruksi Basah
Metode destruksi basah dilakukan dengan memanaskan sampel sampel organik dan biologis dengan adanya asam-asam pekat atau bahkan campuran dari asam-
asam tersebut. Jika asam yang digunakan cukup untuk mengoksidasi, maka sampel dipanaskan dalam suhu yang cukup tinggi, dan jika pemanasan dilanjutkan
dalam waktu yang lama, maka sebagian besar sampel telah teroksidasi dengan sempurna. Almatsier.1987
Destruksi basah digunakan untuk sampel dalam usaha penentuan trace elemen dan logam-logam beracun. Prinsip dari destruksi basah ini adalah
menambahkan reagen kimia tertentu ke dalam sampel sebelum dilakukan pengabuan. Berbagai reagen kimia yang sering digunakan untuk destruksi basah
ini adalah sebagai berikut : 1.
Asam sulfat sering ditambahkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi oksidasi. Asam sulfat adalah bahan
pengoksidasi yang kuat, meskipun demikian waktu yang diperlukan untuk pengabuan masih cukup lama.
Universitas Sumatera Utara
2. Campuran H
2
SO
4
dan K
2
SO
4
dapat digunakan untuk mempercepat dekomposisi sampel. K
2
SO
4
akan menaikkan titik didih H
2
SO
4
sehingga suhu pengabuan dapat dipertinggi dan proses pengabuan dapat lebih cepat.
3. Campuran H
2
SO
4
dan HNO
3
banyak digunakan untuk mempercepat proses pengabuan. Kedua asam ini merupakan oksidator yang kuat. Dengan
penambahan oksidator ini akan menurunkan suhu destruksi sampel yaitu pada suhu 350
o
C, sehingga komponen yang dapat menguap pada suhu yang tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu yang berarti penentuan
kadar abu lebih baik. 4.
Penggunaan HClO dan HNO
3
dapat digunakan untuk sampel yang sangat sulit mengalami oksidasi. Dengan HClO yang merupakan oksidator yang
sangat baik memungkinkan pengabuan dapat dipercepat. Kelemahan HClO ini adalah mudah meledak sehingga cukup berbahaya, untuk itu
harus sangat hati-hati dalam pengguaannya. Pengabuan dengan menggunakan HClO dan HNO
3
dapat berlangsung sangat cepat yaitu dalam 10 menitsudah dapat selesai.Sudarmadji et al. 1989
2.9.2. Destruksi Kering
Penentuan kadar abu adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-600oC dan kemudian ditimbang zat yang
tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan terlebih dahulu. Bahan yang
mempunyai kandungan zat yang mudah menguap dan berlemak banyak pengabuan dilakukan dengan suhu mula-mula rendah sampai asap hilang, baru
kemudian dinaikkan suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. Untuk bahan yang membentuk buih waktu dipanaskan harus dikeringkan dulu dalam oven dan
ditambahkan zat anti buih misalnya olive atau parafin. Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krusibel yang dapat terbuat dari
porselin, silika, quartz, nikel, platina dengan berbagai kapasitas 25-100 ml dan pemilihan wadah ini disesuaikan dengan bahan yang akan diabukan. Temperatur
Universitas Sumatera Utara
pengabuan harus diperhatikan sungguh-sungguh karena banyak element abu yang dapat menguap pada suhu yang tinggi.
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam. Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya
berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit. Penimbangan terhadap bahan dilakukan dalam keadaan dingin, untuk itu
maka cawan krusibel yang berisi abu yang diambil dari dalam alat pengabuan muffle harus lebih dahulu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105
o
C agar suhunya turun, baru kemudian dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin.
Desikator yang digunakan harus dilengkapi dengan zat penyerap uap air misalnya silika gel atau kalsium klorida, natrium hidroksida. Penentuan abu yang tidak larut
dalam asam dilakukan dengan mencampurkan abu dalam asam klorida 10. Setelah diaduk kemudian dipanaskan selanjutnya disaring dengan kertas whatman
no.42. Residu merupakan abu yang tidak larut dalam asam yang terdiri atas pasir dan silika. Apabila abu banyak mengandung bahan jenis ini maka dapat
diperkirakan proses pencucian bahan tidak sempurna ataupun terjadinya kontaminasi dari tanah selama proses pengolahan bahan tersebut.
Penentuan abu yang larut dalam air dilakukan dengan melarutkan abu ke dalam akuades kemudian disaring. Filtrat kemudian dikeringkan dan ditimbang
residunya. Abu yang larut dalam air ini kadang-kadang digunakan sebagai indeks kandungan buah didalam jelly dan buah-buahan yang diawetkan. Cara yang
umum dalam penentuan abu yang larut adalah dengan mengabukan residu yang terdapat dalam kertas saring bebas abu pada perlakuan diatas. Penentuan tahap
kedua adalah penentuan individu mineral yang ada di dalam abu. Banyak cara yang dapat dipakai dalam penentuan mineral ini yaitu antara lain secara kimia dan
secara spektrofotometri. Untuk cara kimia memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan cara spektrofotometri cukup cepat dan memiliki ketelitian yang
besar.Sudarmadji et al. 1989
Universitas Sumatera Utara
2.10. Spektrofotometri Serapan Atom