Uji klinis dosis nevirapine pada manusia Hubungan Frekuensi Minum Obat, Tingkat Kepatuhan dan

dari 468 pasien15 dan dua kasus diantaranya fatal Harris, et al., 2008. Secara umum, hepatitis muncul pada 8 minggu pertama terapi, pada saat terjadinya peningkatan konsentrasi NVP akibat peningkatan dosis dari 200 menjadi 400mg sehari pada hari ke-14 pengobatan. Secara statistik, kejadian hepatotoksik imbas obat lebih banyak dua kali lipat pada wanita. Bennett, et al., 2005; Harris, et al., 2008. Saat ini pemberian NVP tidak dianjurkan pada wanita dengan jumlah CD4250 selmm 3 atau pria dengan jumlah CD4400 selmm 3 untuk mengurangi resiko terjadinya hepatotoksik Leith, et al., 2005; Harris, et al., 2008. Insiden terjadinya hepatotoksik meningkat seiring dengan durasi pemberian terapi yang lebih lama, dan adanya polymorphisms pada gen MDRI drug pump, P-glycoprotein. Martinez, et al., 2001; Haas, 2005; Harris, et al., 2008 Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor risiko terjadinya hepatotoksik imbas obat, diperkirakan pasien dengan koinfeksi hepatitis C cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadinya hepatotoksik imbas obat bila diberikan terapi NVP Martinez et al., 2001; Wit, 2002; Harris, et al., 2008.

2.3.7 Uji klinis dosis nevirapine pada manusia

Dosis harian Nevirapine yang pernah diteliti pada pasien dewasa adalah 12.5, 50, 200, dan 400 mg. Dose-proportional effects terbaik ditemukan dengan pemberian dosis 400mghari. Dari studi terpisah untuk dosis 600mg dijumpai peningkatan toksisitas namun tidak disertai peningkatan keuntungan dan manfaatnya. Batasan utama untuk Dose- limiting toxicity dilihat dari timbulnya ruam, dan peningkatan enzim hati. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, dosis 400mg sehari dipilih untuk pengembangan klinis. Cheeseman, et al., 1995; Havlir, et al., 1995; Harris, et al., 2008; Parienti and Peytavin, 2011

2.3.8 Uji klinis pemberian Nevirapine sekali sehari dan Penyederhanaan dosis

Dalam konteks untuk penyederhanaan rejimen pengobatan dan meningkatkan kepatuhan berobat, pengembangan dosis obat sekali sehari semakin menarik perhatian dan atensi para peneliti demi meningkatkan keberhasilan pengobatan pasien-pasien HIVAIDS. Ada empat jenis ARV yang sudah diakui di Eropa dan Amerika serikat untuk diberikan sekali-sehari sebagai kombinasi pengobatan HIV, yaitu lamivudine, didanosine, tenofovir, dan efavirenz, sementara nevirapine masih dalam tahap penelitian Ena and Pasquau, 2003 Saat ini dosis pemberian nevirapine adalah 200mg dua kali sehari, tetapi karena nevirapine memiliki waktu paruh plasma pada kadar steady state plasma yang panjang 25-30 jam, nevirapine menjadi kandidat yang layak dikembangkan untuk pemberian sekali sehari Ena and Pasquau, 2003; Post, et al., 2010 Tabel 2.6. ARV yang telah disetujui sekali sehari Ena and Pasquau, 2003 FDA-approved agents Investigational agents Efavirenz Didanosine, enteric coated Tenofovir Lamivudine Amprenavirritonavir Nevirapine a Abacavir a Emtricitabine FTC Stavudine, extended release Atazanavir T-1249 Universitas Sumatera Utara Lopinavirritonavira Boosted PIs a a Under evaluation for once-daily use.

2.3.8.1 2NN study van Leth, et al., 2004

2NN study merupakan multicentre, open-label, randomised trial, yang membandingkan efikasi pemberian NNRTI nevirapine and efavirenz, pada 1216 penderita HIVAIDS baru. Pada penelitian tersebut, seluruh pasien dibagi ke dalam empat kelompok terapi secara acak; 1 nevirapine 400mg sekali sehari, 2 nevirapine 200mg dua kali sehari, 3 efavirenz 600mg sekali sehari, atau 4 nevirapine 400mg sekali sehari ditambah efavirenz 800mg sekali sehari; dan semua kelompok mendapat kombinasi terapi dengan stavudine 40mg dua kali sehari dan lamivudine 150mg dua kali sehari selama 48 minggu. Pada masing-masing kelompok studi, pemberian NVP diawali dengan dosis 200mg sekali sehari selama 2 minggu, dilanjutkan dengan eskalasi dosis 400mg sehari. Dari analisis terhadap efikasi primer kegagalan virologi, progresi penyakit, dan perubahan terapi, didapatkan proporsi kegagalan terapi sebesar 43,6 pada kelompok sekali sehari dan 43,7 pada kelompok dua kali sehari pada minggu ke-48 atau sebelumnya. Khusus untuk kegagalan virologi, angka kegagalan pada kelompok dua kali sehari 18.9 lebih tinggi dibanding dengan kelompok sekali sehari 11.4 p=0.016. Proporsi pasien dengan konsentrasi HIV-1 RNA plasma 50 kopimL pada minggu ke-48 terapi sebanding pada kedua Universitas Sumatera Utara kelompok 70 pada kelompok sekali sehari dan 65.4 pada kelompok dua kali sehari Efek samping klinis dan laboratorium pada kedua kelompok terapi juga sebanding. Hepatitis grade 3 dan 4 pada kelompok NVP sekali sehari dijumpai sebesar 1.4 sementara pada kelompok dua kali sehari dijumpai 2.1. Ruam yang terjadi pada kelompok sekali sehari dan dua kali sehari, masing-masing 4.2 dan 3.4. Namun peningkatan kadar enzim hati yang abnormal lebih banyak dijumpai pada pasien yang mendapat nevirapine sekali sehari 13.6 pada kelompok sekali sehari dan 8.3 pada kelompok dua kali sehari Dengan hasil tersebut, studi tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kegagalan terapi yang signifikan diantara rejimen yang dipakai. Nevirapine sekali sehari memiliki efikasi dan keamanan yang sama dengan nevirapine dua kali sehari sehingga dapat dijadikan pilihan untuk penyederhanaan dosis.

2.3.8.2 Spanish scan study Garcia, et al., 2000

Penelitian ini dilakukan terhadap 94 penderita baru HIV yang dibagi dalam dua kelompok secara random. Kelompok pertama terdiri dari 47 pasien, yang diberikan nevirapine 400mg dan didanosine 400mg sekali sehari, dan kelompok kedua dengan jumlah pasien yang sama diberikan nevirapine 200mg dua kali sehari dan didanosine 200mg dua kali sehari. Kombinasi ARV yang ketiga diberikan adalah stavudine 40mg dua kali sehari untuk kedua kelompok studi. Pada awal penelitian, kedua kelompok Universitas Sumatera Utara diberikan dosis nevirapine yang sama, yaitu 200mg sekali sehari selama dua minggu. Untuk menilai efikasi dan keamanan pengobatan dilakukan dengan melihat perbandingan respon imun dan respon virologi setelah 80 minggu pemberian obat. Setelah 12 bulan pengobatan, pencapaian target viral load HIV-1 RNA 200 kopimL pada masing-masing kelompok studi adalah 73 pada kelompok yang mendapat nevirapine sekali sehari, dan 68 pada kelompok nevirapine dua kali sehari intent-to-treat analysis. Tidak ada perbedaan efek samping obat secara keseluruhan yang bermakna diantara kedua kelompok studi. Empat pasien 8.5 dari kelompok pertama dua orang mengalami demam dan ruam kulit, satu pasien mengalami pankreatitis, dan satu pasien lagi karena lipodistrofi, serta tiga pasien 6.4 dari kelompok kedua semua karena ruam kulit dan demam, dikeluarkan dari penelitian dan dilakukan penggantian rejimen ARV. Sementara efek samping obat berupa hepatitis, dijumpai pada empat orang di kelompok kedua, pada kelompok pertama yang mendapat nevirapine sekali sehari tidak ada didapatkan hepatitis. Studi ini menyimpulkan bahwa penggunaan nevirapine sebagai kombinasi ARV yang aman dan dapat ditoleransi dengan baik seperti dosis standard, serta memiliki efektifitas yang sama dalam hal supresi viral load dan meningkatkan kadar CD4.

2.3.8.3 VIRGO Study Raffi, et al., 2000

VIRGO Study merupakan suatu penelitian nonrandomized, dengan rejimen ARV yang diberikan adalah didanosine 400mg sekali sehari, Universitas Sumatera Utara stavudine 40mg dua kali sehari, dikombinasi dengan nevirapine 200mg dua kali sehari atau 400mg sekali sehari terhadap penderita HIV baru. Kelompok pertama sebanyak 60 pasien pertama diberikan nevirapine dua kali sehari, dan kelompok kedua sebanyak 40 pasien berikutnya diberikan nevirapine sekali sehari. Meskipun berbeda dalam jumlah sampel, namun kedua kelompok ini memiliki kohort yang sebanding pria 77, rerata umur 37 tahun, rerata berat badan 66kg, rerata CD4 432sel ɥL, namun pasien dengan viral load 100.000copymL lebih banyak pada kelompok pertama, sehingga perbedaan ini dapat menimbulkan bias pada pemeriksaan respon virologi. Setelah pemberian obat selama 24 minggu, persentase pasien yang mencapai plasma viral load 50copymL untuk kedua kelompok masing- masing 55 dan 67 dan perbedaan ini tidak signifikan. Efek samping yang terjadi juga tidak berbeda bermakna diantara kedua kelompok studi. Ada enam orang pasien yang dikeluarkan dari penelitian pada masing-masing kelompok karena intoleransi obat delapan pasien menderita ruam kulit, dan empat orang mengalami peningkatan kadar transaminase. Ruam kulit akibat pemberian obat pada kelompok pertama sebanyak 24 sementara pada kelompok kedua sebanyak 23. Ruam kulit ini umumnya terjadi pada pasien yang tidak patuh terhadap aturan pemberian dose escalation pada minggu awal pengobatan. Secara persentase, 78 pasien yang tidak patuh mengalami ruam kulit, berbanding dengan 19 pada kelompok pasien yang patuh dengan dose escalation. Universitas Sumatera Utara VIRGO studi mendukung pemakaian nevirapine sekali sehari sebagai kombinasi ARV yang poten, ditoreansi dengan baik, mudah dan nyaman diaplikasikan. 2.3.8.4 Penelitian Negredo, et al. 2004 Penelitian Negrodo ini melihat efikasi dan keamanan perubahan dosis ARV dari berbagai rejimen ARV dua kali sehari menjadi paduan ARV dengan kombinasi nevirapine 400mg sekali sehari, didanosine 400mg dan tenofovir 300mg. Sebanyak 169 pasien diikutsertakan dalam penelitian ini, 85 diantaranya diganti dengan rejimen penelitian, dan sisanya tetap melanjutkan rejimen ARV awal sebagai kelompok pembanding. Setelah 48 minggu pemberian obat, dilakukan perbandingan plasma viral load sebelum dan sesudah dilakukan perubahan rejimen obat pada kedua kelompok penelitian. Pada kelompok nevirapine sekali sehari, 65 dari 85 pasien 76 dijumpai kadar plasma viral load tetap rendah 50 kopimL; sementara pada kelompok kedua yang tetap melanjutkan rejimen ARV, 72 dari 84 pasien 86; hasil ini tidak berbeda bermakna P=0.176. Efek samping lebih banyak dijumpai pada kelompok pasien yang dilakukan penggantian obat sesuai rejimen penelitian yaitu, 12 pasien 14.1 berbanding 3 pasien 3.6. Dari keseluruhan efek samping yang dijumpai, hepatitis sebanyak 5 pasien, pankreatitis akut 2 pasien, ruam kulit 2 pasien, xerostomia 2 pasien dan neruopaty perifer 1 pasien. Setelah 48 minggu pemberian obat, dilakukan penilaian kepatuhan berobat diantara kedua kelompok studi, dan dijumpai perbedaan yang Universitas Sumatera Utara signifikan. Kepatuhan berobat pada kelompok pertama dengan rejimen penelitian sebesar 97 sementara pada kepatuhan berobat pada kelompok kedua yang meneruskan rejimen dua kali sehari hanya 69.2. Data yang diperoleh dari hasil penelitian Negredo ini menunjukkan, keuntungan yang dapat diperoleh seiring dengan peningkatan kepatuhan berobat tetap lebih tinggi bila dibandingkan dengan efek samping yang terjadi. 2.3.8.5 NODy Study Podzamczer, et al., 2008 Penelitian ini membandingkan efikasi, hepatotoksik dan keamanan perubahan rejimen pemberian nevirapine dua kali sehari menjadi sekali sehari pada penderita HIV-1, dengan menggunakan metode randomized, open label, multi centre selama 12 bulan yang dilakukan di Spanyol. Total sebanyak 298 pasien diikutsertakan dalam penelitian ini, 143 pasien diantaranya mendapat rejimen nevirapine sekali sehari. Hasil yang didapatkan, virological success rates dan kejadian hepatotoksik grade 3-4 dijumpai sama diantara kedua kelompok studi. Ko- infeksi hepatitis C dan peningkatan SGPT dari nilai awal tidak berkaitan dengan kejadian hepatotoksisitas pada penelitian ini. Peneliti menyimpulkan penggantian rejimen pengobatan menjadi nevirapine sekali sehari tetap aman karena insiden hepatotoksik yang rendah, dan rejimen tersebut masih efektif karena supresi virus dapat tetap dipertahankan.

2.3.8.6 DAUFIN Study Rey, et al., 2009

DAUFIN study, suatu randomized, open-label, non-inferiority trial, membandingkan zidovudine 300mglamivudine 150mg ditambah Universitas Sumatera Utara nevirapine 200mg dua kali sehari, dengan lamivudine 300mg tenofovir 245mg dan nevirapine 400mg sekali sehari. Sebanyak 70 pasien HIV-naif dengan CD4350 selmm 3 disertakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dihentikan setelah dijumpai adanya early virological failure pada 836 22,2 serta insiden mutasi-resistensi terhadap NNRTI lebih tinggi pada grup yang mendapat ARV sekali sehari. Kelemahan penelitian ini antara lain jenis obat yg diberikan berbeda, tingkat kepatuhan berobat terendah dari study Randomized Trial sejenis 79 vs 59, jumlah Sampel Sedikit, median kadar VL dan CD4 lebih tinggi pada kelompok sekali sehari, kadar NVP plasma tidak dibandingkan antara yg gagal dan berhasil, data yang dipublikasikan tidak lengkap. Berdasarkan jenis mutasi yg terjadi maka kemungkinan penyebab utama resistensi adalah kadar nevirapine yang suboptimal.

2.3.9 Hubungan Frekuensi Minum Obat, Tingkat Kepatuhan dan

Keberhasilan Terapi Ketidakpatuhan berobat merupakan masalah yang serius bagi pasien- pasien dengan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan jangka panjang Srivastava, et al., 2013. Berdasarkan Internatiotal Society for Pharmacoeconomics and outcomes Research ISPOR, kepatuhan berobat medication compilanceadherence didefinisikan sebagai penyesuaian diri terhadap rekomendasi yang dibuat oleh pemberi obat dengan memperhatikan waktu, dosis, dan frekuensi minum obat Cramer, et al., 2008. Dengan tingkat kepatuhan berobat yang rendah, tingkat kegagalan pengobatan jangka pendek dapat meningkat melebihi 50 pada seluruh kasus Srivastava, et al., Universitas Sumatera Utara 2013. Masalah kepatuhan berobat ini sering dijumpai pada pasien-pasien HIVAIDS Carrieri, et al., 2006. Berdasarkan data yang pernah dipublikasi hingga tahun 2006, didapatkan bahwa pengurangan dosis dan frekuensi minum obat dalam sehari dapat memberikan keuntungan yang lebih besar terhadap kebiasaan dan kepatuhan berobat Srivastava, et al., 2013. Tingkat kepatuhan berobat yang buruk pada penggunaan antiretroviral akan meningkatkan risiko terjadinya supresi virologis yang tidak optimal, perburukan penyakit dan kematian Parienti, et al., 2009. Untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95 dari semua dosis tidak boleh terlupakan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Untuk mencapai tingkat kepatuhan berobat yang optimal, pemberian dosis sekali sehari merupakan pilihan yang paling tepat Parienti, et al., 2007. Meta-analisis terhadap tiga penelitian tentang kepatuhan berobat penderita HIV, didapatkan bahwa tingkat kepatuhan berobat dari pasien- pasien yang diberikan rejimen terapi antiretroviral sekali sehari lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pasien yang mendapat rejimen pengobatan dua kali sehari OR 3.48, 95CI 1.32-9.17, p=0.012, I 2 64.4 Parienti, et al., 2009; Srivastava, et al., 2013. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah quasi experimental dengan desain pre-test dan post- test

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

- Penelitian dilaksanakan di poliklinik PUSYANSUS serta Ruang Rawat inap terpadu penyakit dalam RS H. Adam Malik Medan - Penelitian dimulai sejak Mei 2012 sampai Nopember 2013

3.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel

3.3.1 Populasi : pasien yang memenuhi kriteria HIVAIDS dari WHO yang berobat jalan di poliklinik PUSYANSUS dan dirawat di Ruang rawat Inap Terpadu penyakit dalam RSU H. Adam Malik Medan 3.3.2 Sampel: pasien HIVAIDS yang memulai terapi ARV 3.3.3 Besar Sampel : N1=N2 = 2 σ 2 Z 1- α2 + Z 1- β 2 µ 1- µ 2 2 Dimana: Z 1- α2 = Nilai baku dari tabel Z, yang besarnya tergantung pada α yang ditentukan, untuk α = 0,05 → Z 1- α2 = 1,96 Z 1- β = Nilai baku dari tabel Z, yang besarnya tergantung pada β yang ditentukan, untuk β = 0,15 → Z 1- β = 1,036 Universitas Sumatera Utara