6. Scintigraphy tulang untuk melihat penyebaran ke tulang. 7. Pemeriksaan darah lengkap.
8. Ureum, elektrolit, kreatinin dan fungsi hati. 9. Biopsi dari kelenjar limfe dan tumor primer untuk pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk KNF adalah CT-Scan
dengan kontras dan MRI dengan enhancement. Umumnya buku onkologi lebih menganjurkan pemeriksaan MRI dari pada CT-Scan karena dapat
memberikan detail yang lebih baik tentang perluasan dan keterlibatan intrakranial. Sebaliknya, CT-Scan dapat menunjukkan adanya erosi
tulang. Faktor-faktor ini penting untuk menentukan stadium penyakit Jeyakumar et al. 2006.
Pada tahun 1978, WHO mengajukan klasifikasi karsinoma nasofaring berdasarkan konsep Shanmugartnam dan Sobin. Menurut WHO
karsinoma nasofaring dibagi dalam tiga subtipe: 1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma WHO tipe I,
2. Non keratinizing Squamous Cell Carcinoma WHO tipe II, 3. Undifferentiated Carcinoma WHO tipe III.
Pada tahun 1991, WHO kembali mengklasifikasikan karsinoma nasofaring atas :
a. Squamous Cell Carcinoma dengan subtipe Keratinizing Squamous
Cell Carcinoma
b. Non Keratinizing Carcinoma yang dibagi atas Differentiated dan
Undifferentiated Brennan 2006. Klasifikasi TNM menurut AJCC 2010:
Tumor Primer T TX
Tumor primer tidak dapat dinilai T0
Tidak terbukti adanya tumor primer Tis
Karsinoma in situ T1
Tumor terbatas di nasofaring atau tumor meluas ke orofaring dankavum nasi tanpa perluasan ke parafaring.
Universitas Sumatera Utara
T2 Tumor dengan perluasan ke daerah parafaring.
T3 Tumor melibatkan struktur tulang dasar tengkorak danatau
sinus paranasal T4
Tumor dengan perluasan intrakranial danatau terlibatnya syaraf kranial, hipofaring, orbita atau dengan perluasan ke
fossa infratemporalruang mastikator.
KGB Regional N NX
KGB regional tidak dapat dinilai N0
Tidak ada metastase ke KGB regional N1
Metastase kelenjar getah bening leher unilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa
supraklavikular, danatau unilateral atau bilateral kelenjar getah bening retrofaring dengan diameter terbesar 6 cm atau
kurang. N2
Metastase kelenjar getah bening bilateral dengan diameter terbesar 6 cm atau kurang, di atas fossa supraklavikular.
N3 Metastase pada kelenjar getah bening diatas 6 cm danatau
pada fossa supraklavicular: N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm
N3b Meluas ke fossa supraklavikular
Metastase Jauh M M0
Tanpa metastase jauh M1
Metastase jauh
Kelompok stadium : Tis
N0 M0
I T1
N0 M0
II T1
N1 M0
T2 N0
M0
Universitas Sumatera Utara
T2 N1
M0 III
T1 N2
M0 T2
N2 M0
T3 N0
M0 T3
N1 M0
T3 N2
M0 IVA
T4 N0
M0 T4
N1 M0
T4 N2
M0 IVB
setiap T N3
M0 IVC
setiap T setiap N
M1
Berdasarkan lokasinya, nasofaring berdekatan dengan struktur penting dan sifat infiltrasi dari KNF menyebabkan pembedahan terhadap tumor
primer sulit dilakukan. Akan tetapi KNF bersifat radiosensitif sehingga radioterapi telah menjadi modalitas terapi primer untuk KNF selama
bertahun-tahun. KNF umumnya tidak dapat dioperasi, lebih responsif terhadap radioterapi dan kemoterapi dibandingkan tumor ganas kepala
leher lainnya Wei 2006; Guigay et al. 2006. Terapi supervoltase yang juga diberikan kepada kelenjar limfe di
sekitarnya dengan dosis 6000-7000 rad. Tumor yang persisten ataupun berulang dapat diatasi dengan radioterapi siklus ke dua Dhingra 2007.
Pemberian radioterapi telah berhasil mengontrol tumor T1 dan T2 pada 75-90 kasus dan tumor T3 dan T4 pada 50-75 kasus. Kontrol kelenjar
leher mencapai 90 pada pasien dengan N0 dan N1, tapi tingkat kontrol regional berkurang menjadi 70 pada kasus N2 dan N3 Wei 2006.
Pada karsinoma nasofaring stadium III dan IV, dapat diterapi hanya dengan radioterapi, tetapi angka keberhasilan meningkat jika
dikombinasikan dengan kemoterapi. Tujuan dari kemoterapi pada karsinoma nasofaring adalah untuk meningkatkan penatalaksanaan
secara lokal juga mencegah metastase jauh Dhingra 2007.
Universitas Sumatera Utara
Kemoterapi sebagai komponen terapi kuratif utama pada KNF pertama kali dipergunakan pada tahun 1970-an. Bahkan pada pasien yang gagal
dengan radioterapi tunggal atau dengan metastasis sistemik menunjukkan response rate yang tinggi terhadap penggunaan kemoterapi. Kombinasi
5FU dan cisplatin cisdiamine-dichloroplatinum telah terbukti mempunyai efek sitostatika secara sinergis pada sel kanker manusia. Dosis
cisdiamine-dichloroplatinum CDDP adalah 100 mgm
2
dengan bolus infus diberikan pada hari pertama dan dosis 5 FU 1000 mgm
2
National Comprehensive Cancer Network 2010, mengajukan suatu skema penatalaksanaan karsinoma nasofaring gambar 2 dengan
kombinasi kemoterapi dan radioterapi. hari
diberikan dengan infus selama 24 jam pada hari 1-5. Siklus diulang setiap 4 minggu. Kemoterapi diberikan 2-4 siklus Scanlon et al. 1986; Mould
Tai 2002; Yeh et al. 2006.
Gambar 2. Terapi karsinoma nasofaring berdasarkan NCCN 2010
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tumor Necrosis Factor TNF-