3.8 Prosedur Kerja Pewarnaan Immunohistokimia TNF- α
1. Deparafinisasi slide Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3 5 menit
2. Rehidrasi Alkohol absolute, Alk 96, Alk 80, Alk 70 4 menit
3. Cuci dengan air mengalir 5 menit
4. Masukkan slide ke dalam PT Link Dako Epitope Retrieval : set up Preheat 65°C, Running time 98°C
selama 15 menit. ± 1 jam
5. Pap Pen. Segera masukkan dalam Tris Buffered Saline TBS pH 7,4
5 menit
6. Blocking dengan peroxidase block 5-10 menit
7. Cuci dalam Tris Buffered Saline TBS pH 7,4 5 menit
8. Blocking dengan Normal horse Serum NHS 3 15 menit
9. Cuci dalam Tris Buffered Saline TBS pH 7,4 5 menit
10. Inkubasi dengan antibodi TNF- α dengan pengenceran
1:40 untuk pemeriksaan ekspresi TNF- α dan dengan
antibodi CD-31 dengan pengenceran 1:200 untuk pemeriksaan MVD
1 jam
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline TBS pH 7,4 Tween 20 5 menit
12. Dako Real Envision RabbitMouse 30 menit
13. Cuci dalam Tris Buffered Saline TBS pH 7,4 Tween 20 5-10 menit
14. DAB+Substrat Chromogen solution dengan pengenceran 20 µL DAB : 1000 µL substrat tahan 5 hari
di suhu 2-8°C setelah di-mix 5 menit
15. Cuci dengan air mengalir 10 menit
16. Counterstain dengan Hematoxylin 3 menit
17. Cuci dengan air mengalir 5 menit
18. Lithium carbonat 5 dlm aqua 2 menit
19. Cuci dengan air mengalir 5 menit
20. Dehidrasi Alk 80, Alk 96, Alk Abs 5 menit
21. Clearing Xylol 1, Xylol 2, Xylol 3 5 menit
22. Mounting + cover glass
Universitas Sumatera Utara
3.9 Kerangka Kerja
3.10 Cara Pengumpulan Data
Data diambil dari hasil pemeriksaan di Departemen THT-KL FK USURSUP H. Adam Malik Medan dan pemeriksaan immunohistokimia di
Departemen Patologi Anatomi FK USU.
3.11 Cara Analisis Data
Data yang telah terkumpul akan diolah menggunakan program komputer SPSS. Untuk menilai korelasi antara kadar TNF-
α dan MVD akan diuji dengan uji korelasi Pearson. Namun oleh karena data tidak
terdistribusi normal maka digunakan uji non parametrik Spearman.Data
dipresentasikan dalam bentuk tabel dan diagram.
Jaringan Karsinoma Nasofaring
Korelasi kedua parameter Pemeriksaan IHC TNF-
α Pemeriksaan MVD
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Sampel diambil secara non probabilty consecutive sampling dari populasi penelitian
hingga memenuhi jumlah sampel minimal berdasarkan rumus perhitungan besar sampel untuk korelasi yaitu 33 sampel. Diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik subjek penelitian
Karakteristik n
Umur tahun ≤20
1 3,03
21-40 8
24,24 41-60
19 57,58
60 5
15,15 Jenis Kelamin
Laki-laki 23
69,70 Perempuan
10 30,30
Tipe Histopatologi Keratinizing squamous cell carcinoma
1 3,03
Non keratinizing squamous cell carcinoma 18
54,55 Undifferentiated carcinoma
14 42,42
Ukuran Tumor Primer T1
8 24,25
T2 7
21,21 T3
7 21,21
T4 11
33,33 Pembesaran Kelenjar Getah Bening Leher
N0 1
3,03 N1
9 27,27
N2 9
27,27 N3
14 42,43
Stadium I
0,00 II
4 12,12
III 7
21,21 IV
22 66,67
Universitas Sumatera Utara
Usia termuda pada subjek penelitian ini adalah 16 tahun, usia tertua 71 tahun dengan rerata 47,58.
Laki-laki sebanyak 23 subjek dan perempuan 10 subjek.
Berdasarkan tipe histopatologi, terbanyak dijumpai tipe non keratinizing squamous cell carcinoma sebanyak 18 subjek 54,55 dan paling sedikit
dengan tipe keratinizing squamous cell carcinoma yaitu sebanyak 1 subjek 3,03. Ukuran tumor primer terbanyak dijumpai pada penelitian
ini adalah T4 yaitu 11 subjek 33,33, paling sedikit T2 dan T3 masing- masing 7 subjek 21,21. Pembesaran kelenjar getah bening terbanyak
adalah N3 yaitu 14 subjek 42,43, paling sedikit N0 yaitu 1 subjek 3,03. Stadium terbanyak dijumpai adalah stadium 4 yaitu sebanyak 22
subjek 66,67 dan tidak dijumpai pasien dengan stadium 1.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi ukuran tumor primer T berdasarkan ekspresi TNF-
α.
Ekspresi TNF- α
Positif Negatif
Ukuran Tumor Primer T1-T2
11 40,70
4 66,70
T3-T4 16
59,30 2
33,30 Total
27 100,00
6 100,00
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, TNF- α positif ditemukan lebih banyak
pada pada ukuran tumor T3 dan T4 yaitu sebanyak 16 subjek, pada T1 dan T2 sebanyak 11 subjek. Sedangkan TNF-
α negatif terbanyak pada ukuran tumor T1 dan T2 yaitu 4 subjek, pada T3 dan T4 ditemukan 2
subjek. Uji Fisher’s exact menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ukuran tumor primer dengan TNF-
α p=0,242.
Uji Fisher’s exact p = 0,242
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pembesaran kelenjar getah bening leher N berdasarkan ekspresi TNF-
α.
Ekspresi TNF- α
Positif Negatif
Pembesaran KGB Leher N0-N1
8 29,60
2 33,30
N2-N3 19
70,40 4
66,70 Total
27 100,00
6 100,00
Berdasarkan tabel diatas, TNF- α positif paling banyak ditemukan pada
ukuran pembesaran kelenjar getah bening N2-N3 yaitu sebanyak 19 subjek, TNF-
α positif paling sedikit pada N0-N1 yaitu 8 subjek. Sedangkan TNF-
α negatif terbanyak ditemukan pada N2-N3 yaitu 4 subjek serta paling sedikit pada N0-N1 yaitu 2 subjek. Setelah dilakukan uji Fisher’s
exact, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan ekspresi TNF-
α p=0,605.
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi stadium klinis berdasarkan ekspresi TNF- α.
Ekspresi TNF- α
Positif Negatif
Stadium I-II
2 7,40
2 33,30
III-IV 25
92,60 4
66,70 Total
27 100,00
6 100,00
Berdasarkan tabel 4.4, ekspresi TNF- α positif ditemukan terutama pada
stadium III dan IV yaitu sebanyak 25 subjek dan TNF- α positif pada
stadium I dan II hanya 2 subjek. TNF- α negatif terbanyak ditemukan pada
stadium III dan IV yaitu 4 subjek, sedangkan pada stadium I dan II hanya 2 subjek. Uji Fisher’s exact menyatakan tidak ada hubungan yang
bermakna antara stadium klinis dengan ekspresi TNF- α p=0,142.
Uji Fisher’s exact p = 0,605
Uji Fisher’s exact p = 0,142
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi ukuran tumor primer T berdasarkan MVD.
MVD Tinggi
Rendah Ukuran Tumor Primer
T1-T2 7
38,9 8
53,3 T3-T4
11 61,1
7 46,7
Total 18
100,0 15
100,0
Berdasarkan tabel diatas, MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada ukuran tumor primer T3 dan T4 yaitu 11 subjek, sedangkan pada T1
dan T2 ditemukan pada 7 subjek. MVD rendah pada ukuran tumor primer T3 dan T4 ditemukan pada 7 subjek, sedangkan pada ukuran T1 dan T2
ditemukan pada 8 subjek. Uji Fisher’s exact pada tabel diatas menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna
antara ukuran tumor primer dengan MVD p=0,316.
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi ukuran pembesaran kelenjar getah bening N berdasarkan MVD.
MVD Tinggi
Rendah Pembesaran KGB leher
N0-N1 5
27,8 5
33,3 N2-N3
13 72,2
10 66,7
Total 18
100,0 15
100,0
MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada pembesaran kelenjar getah bening N2-N3 yaitu sebanyak 13 subjek, sedangkan N0-N1 hanya
ditemukan pada 5 subjek. MVD rendah pada pembesaran kelenjar getah
bening N2-N3 ditemukan pada 10 subjek. MVD rendah pada N0-N1 ditemukan pada 5 subjek.
Setelah dilakukan uji Fisher’s exact, tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pembesaran kelenjar
getah bening leher dengan MVD p=0,512.
Uji Fisher’s exact p = 0,316
Uji Fisher’s exact p =0,512
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi stadium klinis berdasarkan MVD
MVD Tinggi
Rendah Stadium
I-II 2
11,1 2
13,3 III-IV
16 88,9
13 86,7
Total 18
100,0 15
100,0 Uji Fisher’s exact
p = 0,626
MVD yang tinggi paling banyak ditemukan pada stadium III dan IV yaitu sebanyak 16 subjek, sedangkan pada stadium I dan II ditemukan pada 2
subjek. MVD rendah pada stadium III dan IV ditemukan pada 13 subjek dan pada stadium I dan II hanyak 2 subjek.
Uji fisher’s exact menunjukkan tidak ada hubungan antara stadium klinis dengan MVD p=0,626.
Diagram 4.1 Korelasi Ekspresi TNF- α dengan MVD
Diagram 4.1 menunjukkan tidak adanya korelasi positif antara TNF- α
dengan MVD dengan koefisien korelasi r=1,000, dengan p=0,630.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
Subjek pada penelitian ini berkisar antara usia 16-71 tahun dengan rerata 47,58 tahun. Kelompok usia terbanyak adalah kelompok usia 41-60
yaitu sebanyak 19 subjek 57,58 yang terlihat pada tabel 4.1 Meskipun tidak sama persis namun sejalan dengan peneliti-peneliti lainnya yang
mendapatkan kelompok umur 41-60 tahun merupakan proporsi tertinggi pada populasi dengan kisaran 25-50 Pua et al. 2008; Liu et al. 2010;
Puspitasari 2011. Hal ini disebabkan karena sistem mekanisme perbaikan DNA yang
mengalami mutasi DNA repair sudah kurang berfungsi dengan baik dan penurunan daya tahan tubuh pada usia lebih dari 40 tahun. Mekanisme
perbaikan DNA dibutuhkan guna memperbaiki rangkaian asam amino pada kode genetik DNA yang mengalami mutasi. Jika mekanisme
perbaikan DNA ini mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya maka mutasi gen DNA yang sudah terjadi akan menyebabkan
pertumbuhan sel tidak terkendali Soehartono et al. 2007. Pada penelitian ini perbandingan subjek dengan jenis kelamin laki-laki
dan perempuan adalah 2,3:1 Tabel 4.1. Beberapa penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan baik di Medan maupun negara lain juga
menunjukkan penderita KNF laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan rata-rata perbandingan 2-3:1 Chang Adami 2006; Harahap
2009; Puspitasari 2011; Turkoz et al. 2011. Penderita KNF lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan
perempuan dilaporkan pada hampir semua penelitian, hal ini diduga ada hubungannya dengan kebiasaan hidup serta pekerjaan yang
menyebabkan laki-laki sering terpapar dengan karsinogen penyebab KNF. Paparan uap, asap debu dan gas kimia di tempat kerja meningkatkan
risiko KNF 2-6 kali, sementara paparan formaldehid meningkatkan risiko 2-4 kali Chang Adami 2006. Terjadi peningkatan angka insidensi dan
Universitas Sumatera Utara
kematian akibat KNF pada pekerja tambang, pandai besi, pembuat roti, para petani dan penebang kayu Turkoz et al. 2011.
Tipe histopatologi terbanyak yang ditemukan pada penelitian ini adalah tipe non keratinizing squamous cell carcinoma, yaitu sebanyak 18 subjek
54,55 tabel 4.1. Wei et al. 2011 mengutip laporan Cao et al. 2006 yang menyatakan
bahwa 97,6 dari 1.142 kasus KNF di Guangdong merupakan tipe non keratinizing squamous cell carcinoma, 1,7 tipe undifferentiated
carcinoma dan 0,5 merupakan tipe keratinizing squamous cell carcinoma.
Hasil yang berbeda didapatkan oleh Alabi et al. 2010 di Nigeria yang menemukan tipe terbanyak adalah undifferentiated carcinoma sebesar
70, tipe keratinizing squamous cell carcinoma sebesar 20 dan tipe non-keratinizing squamous cell carcinoma sebesar 10 .
Karsinoma nasofaring tipe non keratinizing squamous cell carcinoma dan undifferentiated carcinoma paling banyak dijumpai di daerah endemik
KNF, seperti di Cina Selatan, Asia Tenggara dan Afrika Utara. Sementara KNF tipe 1 lebih sering dijumpai di Eropa dengan prognosis yang lebih
buruk Licitra et al. 2003; Guigay et al. 2006. Pada penelitian ini, ukuran tumor primer terbanyak yang ditemukan
adalah ukuran T4. Pembesaran kelenjar getah bening terbanyak dijumpai adalah N3 dan stadium terbanyak dijumpai adalah stadium 4.
Pada stadium dini KNF memiliki gejala yang tidak khas dan mirip dengan infeksi saluran nafas atas bahkan sering secara klinis tidak
menimbulkan gejala sampai tumor menyerang struktur yang berdekatan baru menghasilkan gejala sehingga kurang mendapat perhatian dari
penderita maupun dokter pemeriksa. Penegakkan diagnosis dari KNF sulit karena lokasi anatomisnya dimana letak tumor yang tersembunyi di
nasofaring sehingga sulit diperiksa. Bahkan pembesaran getah bening di leher juga tidak menimbulkan nyeri sehingga pasien sering kali
mengabaikan pembesaran ini. Selain itu peralatan yang kurang memadai,
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan yang kurang dan kondisi sosial ekonomi yang rendah dari penderita seringkali menjadi kendala dalam menegakkan diagnosis
penyakit ini. Oleh karena itu gejala dini dari KNF sering terlewatkan dan pasien terdiagnosis setelah ukuran tumor dan pembesaran kelenjar getah
bening telah berukuran besar serta mencapai stadium yang lanjut. Berdasarkan tabel 4.2 ekspresi TNF-
α positif paling banyak ditemukan pada karsinoma nasofaring dengan ukuran tumor primer T3-T4 yaitu
sebanyak 16 jaringan karsinoma nasofaring 59,30 dibandingkan dengan dengan ukuran tumor primer T1-T2 yaitu sebanyak 11 jaringan
karsinoma nasofaring 40,70. Pada penelitian ini dapat terlihat bahwa distribusi ekspresi TNF-
α positif semakin meningkat sejalan dengan membesarnya ukuran tumor
dimana lebih banyak ekspresi TNF- α positif yang ditemukan pada ukuran
T3-T4 dibandingkan dengan T1-T2. Setelah dilakukan Fisher’s exact test, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna p=0,242 antara
ekspresi TNF- α dengan ukuran tumor primer karsinoma nasofaring.
Cui et al. 2008 melalui penelitian untuk melihat ekspresi TNF- α pada
karsinoma payudara juga mendapatkan bahwa ekspresi TNF- α positif
banyak ditemukan pada ukuran tumor 20-50 mm dibandingkan dengan ukuran 20 mm, serta tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara
ekspresi TNF- α positif dengan ukuran tumor primer p=0,269. Garcia-
Tunon et al. 2006 menemukan hal yang sama pada karsinoma payudara yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-
α dengan ukuran tumor primer p=0,944 sedangkan ekspresi TNF-
α positif justru didapatkan lebih banyak pada ukuran tumor T1-T2.
Feng et al. 2011 melalui penelitian pada tumor kandung kemih menemukan hal yang berbeda yaitu ekspresi TNF-
α memiliki hubungan yang bermakna dengan ukuran tumor p=0,018 dimana ekspresi TNF-
α paling banyak ditemukan pada ukuran tumor yang besar
≥ 3cm. Demikian juga Hewala et al. 2010 mendapatkan hubungan yang
Universitas Sumatera Utara
bermakna antara konsentrasi serum TNF- α dengan ukuran tumor primer
pada karsinoma payudara. TNF-
α dapat meningkatkan proliferasi sel tumor, dimana TNF-α bertindak sebagai mutagen yang menyebabkan proliferasi dan
kelangsungan hidup dari sel tumor tanpa memicu diferensiasi sel. TNF- α
tidak hanya bertindak sebagai autokrin growth factor namun juga dapat memicu ekspresi growth factors yang lain seperti amphiregulin, EGFR,
dan TGF- α sehingga dapat meningkatkan proliferasi sel tumor Wu
Zhou 2010. Perdebatan peran ganda TNF-
α sebagai “necrosis factor” dan “promoting factor” dapat dijelaskan melalui tingkatan kadar TNF-
α pada berbagai keadaan dan situasi. Ketika TNF-
α diberikan dengan dosis sangat tinggi maka akan bertindak sebagai antiangiogenik dan faktor
nekrosis, namun jika TNF- α di produksi oleh tumor dan tumor-associated
macrophages atau sel stroma pada kadar fisiologis maka akan bertindak sebagai promotor dalam pertumbuhan tumor, rekruitmen makrofag baru
serta menstimulasi faktor angiogenik dan growth factors. Dobrycka et al. 2009.
Bagaimana peran TNF- α sebagai regulator dalam anti-tumoregenik
maupun pro-tumoregenik belum begitu jelas, mungkin keadaan ini terkait dengan organ yang terkena, keadaan dalam sel dan zat karsinogen
Wang Lin 2008. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa tidak ditemukan adanya
hubungan yang bermakna antara TNF- α dengan ukuran tumor pada
penelitian ini. Pada penelitian ini dilakukan pengelompokkan ukuran kelenjar getah
bening menjadi kelompok N0-N1 dan N2-N3, ditemukan ekspresi TNF- α
positif paling banyak dijumpai pada kelompok ukuran kelenjar getah bening N2-3 yaitu sebanyak 19 jaringan karsinoma nasofaring 70,40,
dibandingkan dengan N0-N1 sebanyak 8 jaringan karsinoma nasofaring 29,60.
Universitas Sumatera Utara
Hasil Fisher’s exact test tabel 4.3 antara ekspresi TNF- α dengan
kelompok ukuran kelenjar getah bening menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-
α dengan ukuran kelenjar getah bening karsinoma nasofaring p=0,605.
Garcia-Tunon et al. 2006 melalui penelitian terhadap karsinoma payudara juga menemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara
ekspresi TNF- α dengan ukuran kelenjar getah bening p=0,357.
Nikiteas et al. 2005 juga menemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar serum TNF-
α dengan penyebaran kelenjar getah bening p0,05 pada karsinoma kolorektal.
Akan tetapi Feng et al. 2011 melalui penelitian pada tumor kandung kemih menemukan hal yang berbeda yaitu adanya hubungan yang
bermakna antara ekspresi TNF- α dengan penyebaran kelenjar getah
bening p=0,016. Demikian juga dengan Leek et al. 1998 menemukan hal yang sama pada karsinoma payudara.
TNF- α merupakan sitokin pro-inflammatory yang poten dan dapat
merangsang sel tumor untuk menginduksi molekul-molekul yang terlibat dalam metastase. MMP 2 dan 9 sebagai enzim degradasi membran basal
dari sel dapat di induksi oleh TNF- α sehingga sel kanker dapat bermigrasi.
Motilitas dari beberapa sel kanker juga dipengaruhi oleh TNF- α
Waterston Bower 2004. TNF-
α dapat meningkatkan aktivitas invasif pada beberapa jenis karsinoma Aggarwal et al. 2006. Hal ini dapat terjadi dengan cara
menginduksi MMP 2, -3, -9 dan - 12 atau melalui α2β1 integrin Wang
Lin 2008. Hal ini mungkin yang menyebabkan ekspresi TNF-
α lebih banyak ditemukan pada ukuran kelenjar getah bening N2-N3 walaupun tidak
ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik. Dari tabel 4.4, dijumpai ekspresi TNF-
α positif paling banyak pada stadium lanjut yaitu stadium III-IV yaitu sebanyak 25 jaringan karsinoma
nasofaring 92,60, sedangkan stadium I-II hanya 2 jaringan karsinoma
Universitas Sumatera Utara
nasofaring 7,40. Hasil Fisher’s exact test menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF-
α dengan stadium klinis karsinoma nasofaring p=0,142.
Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Dobrzycka et al. 2009 pada karsinoma ovarium yang juga menemukan ekspresi TNF-
α positif paling banyak pada stadium lanjut yaitu stadium III-IV namun tidak ada
hubungan yang bermakna antara ekspresi TNF- α dengan stadium klinis
p0,05. Tesarova et al. 2000 pada penelitian terhadap karsinoma payudara
juga menemukan ekspresi TNF- α positif paling banyak pada stadium
lanjut yaitu stadium III-IV namun tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar serum TNF-
α dengan stadium klinis p0,05. Hewala et al. 2010 pada penelitian terhadap karsinoma payudara
menemukan hal yang berbeda yaitu adanya hubungan yang bermakna antara kadar serum TNF-
α dengan stadium klinis p=0,030. Dobrzycka et al. 2009 melakukan penelitian untuk melihat kadar
serum TNF- α di dalam plasma dari pasien yang menderita karsinoma
ovarium mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar serum TNF-
α dengan stadium klinis p0,001 dengan ekspresi TNF-α positif paling banyak pada stadium lanjut yaitu stadium III-IV.
TNF- α dapat bertindak sebagai growth factor pada beberapa jenis
tumor, menginduksi kemo-resisten dan menyebabkan kerusakan DNA serta menghambat perbaikan DNA dengan cara meningkatkan aktivitas
dari nitric oxide NO. TNF- α juga dapat memicu angiogenesis dengan
cara menjadi mediator beberapa faktor pro-angiogenik seperti VEGF, VEGFR2, bFGF, IL-8, platelet-activating factor, NO, ICAM-1, E-selectin
dan thymidine phosphorylase. Tumor remodeling akibat aktivitas fibroblas dan makrofag, motilitas sel tumor, invasi tumor melalui induksi matrix
metalloproteinases MMPs, juga dipengaruhi oleh TNF- α. Sehingga
TNF- α diduga mempengaruhi pertumbuhan tumor, invasi serta metastase
Universitas Sumatera Utara
dimana hal tersebut mempengaruhi stadium dari tumor Szlosarek, Charles Balkwill 2006.
Pada penelitian ini perbandingan jumlah penderita KNF masing-masing stadium tidak seimbang karena lebih banyak penderita KNF yang sudah
stadium lanjut datang berobat dibandingkan stadium dini. Hal ini mungkin menyebabkan tidak ditemukannya hubungan yang bermakna pada
stadium klinis berdasarkan ekspresi TNF- α pada penelitian ini.
Pada penelitian ini, MVD tinggi banyak ditemukan pada ukuran tumor primer T3-T4 yaitu sebanyak 11 jaringan karsinoma nasofaring 61,10
dibandingkan dengan T1-T2 sebanyak 7 jaringan karsinoma nasofaring 38,90. Setelah dilakukan uji statistik Fisher’s exact test, tidak
ditemukan adanya hubungan yang bermakna pada frekuensi ukuran tumor primer T berdasarkan MVD p=0,316 tabel 4.5. Sesuai dengan
Chebib et al. 2007 melalui penelitian terhadap karsinoma hepatoseluler menyatakan bahwa microvessel density tidak berhubungan dengan
ukuran tumor p=0,276 dengan MVD tinggi paling banyak ditemukan pada ukuran tumor
≥ 5 cm. Vermeulen et al. 1999 melalui penelitian karsinoma kolorektal dan
Tae et al. 2000 melalui penelitian karsinoma kepala dan leher juga menemukan hal yang sama yaitu tidak ada hubungan yang bermakna
antara microvessel density dengan ukuran tumor p0,05. Hasil yang berbeda di dapat oleh Choi et al. 2005 yang menyatakan
menyatakan ada hubungan yang bermakna antara ukuran tumor primer karsinoma payudara dengan MVD p=0,0001, begitu juga Poon et al.
2002, pada penelitian karsinoma hepatoseluler p0,001. Pertumbuhan tumor dan metastase bergantung kepada angiogenesis
dan limfangiogenesis pada fase pertumbuhan cepat dari tumor. Pada penelitian terdahulu oleh Muthukaruppan dan rekan 1982 menemukan
bahwa sel kanker yang berada di daerah tanpa sirkulasi darah dapat tumbuh sampai ukuran diameter 1-2 mm
3
, kemudian berhenti tumbuh. Namun sel kanker dapat tumbuh hingga lebih besar dari 2 mm
3
apabila
Universitas Sumatera Utara
berada pada daerah dimana angiogenesis mungkin terjadi. Tanpa adanya dukungan vaskuler, tumor dapat menjadi nekrotik atau bahkan mengalami
apoptosis Nishida et al. 2006. Hal ini mungkin yang menyebabkan MVD tinggi lebih banyak ditemukan pada ukuran tumor primer T3-T4, walaupun
tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna setelah dilakukan uji statistik.
Berdasarkan tabel 4.6, MVD tinggi banyak ditemukan pada ukuran kelenjar getah bening N2-N3 yaitu sebanyak 13 jaringan karsinoma
nasofaring 72,20 dibandingkan N0-N1 sebanyak 5 jaringan karsinoma nasofaring 27,80. Namun Fisher’s exact test menunjukkan tidak
ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan MVD p=0,512. Sesuai dengan penelitian
Svagzdys et al. 2009 terhadap karsinoma rektum dan Evoric et al. 2005 melalui penelitian terhadap karsinoma sel skuamosa pada kepala dan
leher, yang tidak menemukan adanya hubungan yang bermakna antara MVD dengan ukuran kelenjar getah bening p0,05.
Berbeda dengan penelitian Gallo et al. 2001 terhadap karsinoma kepala dan leher, yang menemukan bahwa MVD berkorelasi secara
statistik dengan pembesaran kelenjar getah bening p=0,0001. Beberapa studi menunjukkan bahwa tumor yang memiliki tingkat
vaskularisasi tinggi mempunyai kemungkinan yang sangat signifikan untuk mengalami metastase kelenjar limfe lokoregional dibandingkan dengan
tumor yang memiliki vaskularisasi rendah Hasan, Byers Jayson 2002. Untuk menghasilkan metastase, tumor harus mendapat akses ke
sistem pembuluh darah, bertahan dalam sirkulasi, menghindari sistem imun, menetap pada sistem pembuluh darah mikro organ target dan
memicu tumor angiogenesis. Oleh karena itu angiogenesis diperlukan pada awal proses ini, karena semakin banyak pembuluh darah tumor
semakin besar kemungkinan tumor untuk masuk ke dalam sirkulasi Weidner N 1995.
Universitas Sumatera Utara
Sel tumor pada manusia sangat heterogen dan memiliki subpopulasi sel dengan unsur-unsur biologi yang berbeda. Selain itu proses
perkembangan metastase terdiri dari banyak langkah yang saling berhubungan dan untuk menghasilkan metastase sel tumor harus
melewati semua langkah tersebut Hasan, Byers Jayson 2002. Hal ini lah yang mungkin menyebabkan pada penelitian ini tidak ditemukan
hubungan bermakna antara pembesaran kelenjar getah bening leher dengan MVD.
Tabel 4.7 menunjukkan MVD tinggi banyak ditemukan pada stadium III- IV yaitu 16 jaringan karsinoma nasofaring 88,90 dibandingkan stadium
I-II yang hanya 2 jaringan 11,10. Fisher’s exact test antara MVD dengan stadium klinis karsinoma nasofaring pada penelitian ini
menemukan tidak ada hubungan yang bermakna antara stadium klinis berdasarkan MVD p=0,626.
Penelitian ini sesuai dengan Taweevisit, Keelawat Thoner 2010 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara MVD
dan stadium tumor walaupun MVD tinggi banyak ditemukan pada stadium III-IV pada undifferentiated Karsinoma nasofaring.
Berbeda dengan El Gehani et al. 2011 pada karsinoma kandung kemih menemukan hubungan yang bermakna antara stadium tumor
dengan MVD p=0,002. Guang-Wu et al. 2000 juga menemukan adanya peningkatan MVD yang bermakna pada stadium lanjut stadium III dan IV
bila dibandingkan dengan stadium dini stadium I dan II p 0,01. Pada tahun 1971, Folkman menyatakan bahwa perkembangan tumor
dan metastasis sangat bergantung pada angiogenesis sehingga jika dilakukan inhibisi terhadap angiogenesis dapat menghambat
perkembangan tumor Carmeliet Jain 2000. Angiogenesis adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam nutrisi dan
oksigenasi sel tumor. Hal ini penting untuk proliferasi dan penyebaran metastasis neoplasma padat Taweevisit, Keelawat Thoner 2010.
Universitas Sumatera Utara
Sel tumor dapat menghasilkan tumor angiogenesis factor TAF yang menyebabkan migrasi dan proliferasi sel endotel. Pada saat bersamaan
sel endotel juga menghasilkan faktor pertumbuhan seperti PDGF yang menstimulasi pertumbuhan tumor. Interaksi antara sel endotel dengan sel
tumor membentuk jaringan vaskuler. Namun, karena jaringan kapiler ini belum matang maka sel tumor dapat berpenetrasi ke dalam pembuluh
darah sehingga dapat bermetastasis ke tempat lain Guang Wu et al. 2000.
Angiogenesis dapat mempengaruhi pertumbuhan dan metastasis tumor sehingga akan mempengaruhi stadium klinis dari tumor. Namun
pada penelitian ini justru tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara MVD dengan stadium klinis secara statistik. Data
distribusi stadium klinis subjek penelitian menunjukkan distribusi yang tidak seimbang antara stadium lanjut dan stadium awal. Hal ini mungkin
yang menyebabkan tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik.
Pada penelitian ini ditemukan tidak adanya korelasi positif antara ekspresi TNF-
α dan MVD dengan koefisien korelasi 1,000 dan tingkat kemaknaan p=0,630 Diagram 4.1 dan tabel 4.8.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Feng et al. 2011 pada karsinoma kandung kemih yang menemukan adanya korelasi positif dengan koefisien
korelasi 0,53 dengan tingkat kemaknaan tinggi p=0,000 antara tingkat ekspresi TNF-
α dengan gambaran MVD. Hewala et al. 2010 melalui penelitiannya pada karsinoma payudara
juga menemukan korelasi positif antara tingkat ekspresi TNF- α dengan
gambaran MVD r=0,379; p=0,039. Angiogenesis merupakan suatu persyaratan untuk pertumbuhan dan
metastasis tumor. Neovaskularisasi memberikan bukan hanya jalur untuk suplai nutrisi, namun juga merupakan saluran sel tumor untuk masuk ke
sirkulasi, oleh karena pembuluh darah yang baru berproliferasi memiliki
Universitas Sumatera Utara
membran basal yang lebih mudah dimasuki oleh sel tumor dibandingkan dengan pembuluh darah matur Poon et al. 2002.
Kemokin seperti IL- 8 dan Groα beserta growth factor lain seperti FGF,
PDGF dan thymidine phospholyrase berperan penting dalam
neovaskularisasi. Molekul-molekul ini menarik sel endotel dan menyebabkan migrasi dari kapiler ke dalam tumor. TNF-
α telah diketahui dapat meningkatkan ekspresi dari IL-
8 dan Groα pada beberapa sel tumor. Peningkatan pewarnaan TNF-
α berkorelasi dengan peningkatan thymidine phospholyrase sebagai enzim yang penting dalam angiogenesis
Szlosarek, Charles Balkwill 2006. Namun studi terhadap sifat angiogenik dari TNF-
α memberikan hasil yang kontradiktif. TNF-
α dapat memicu angiogenesis pada invivo dan menstimulasi migrasi dari sel endotel, tetapi TNF-
α menginhibisi aktivitas dari mitogen seperti bFGF dan VEGF di dalam sel endotel pada invitro
Chen et al. 2004. Hal ini yang mungkin menyebabkan tidak ditemukannya korelasi yang positif antara TNF-
α dan MVD pada penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan