Stroma dari solid tumor sangat penting untuk kelangsungan hidup tumor itu sendiri dan komponen yang sangat mendukung serta diperlukan
adalah pembuluh darah. Ketika ukuran tumor lebih dari 2-4 mm
3
TNF- α dapat meningkatkan tumor angiogenesis melalui beberapa
faktor angiogenik seperti IL8 dan VEGF. Bila fungsi dari TNF- α di netralisir
dengan menggunakan antibodi poliklonal maka akan menghentikan aktivitas angiogenesis dari TNF-
α sepenuhnya Wu Zhou 2010. akan
memerlukan pembentukan pembuluh darah baru untuk mencukupi suplai oksigen dan nutrisi, serta pembuangan zat sisa. Pembentukan pembuluh
darah baru ini disebut dengan “tumor angiogenesis” suatu istilah yang diperkenalkan oleh Judah Folkman pada tahun 1971. Angiogenesis dipicu
oleh pelepasan berbagai sitokin pro-angiogenik oleh sel tumor Burton Libuti 2009
Pendekatan patologis untuk memperkirakan suatu angiogenesis adalah dengan perkiraan mikroskopik densitas pembuluh darah atau
Microvessel density MVD dari jaringan tumor melalui pemeriksaan immunohistokimia Choi et al. 2005.
Karena sampai saat ini di RSUP. H. Adam Malik Medan belum ada data mengenai korelasi antara ekspresi TNF-
α dan gambaran MVD pada penderita karsinoma nasofaring, maka peneliti merasa tertarik untuk
menelitinya.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka masalah penelitian ini adalah bagaimana korelasi antara ekspresi TNF-
α dan gambaran MVD pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam
Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum Mengetahui korelasi antara ekspresi TNF-
α dan gambaran MVD pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik
Medan. 1.3.2 Tujuan khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.
b. Mengetahui distribusi frekuensi ekspresi TNF- α pada karsinoma
nasofaring berdasarkan ukuran tumor, pembesaran kelenjar getah bening dan stadium tumor di RSUP H. Adam Malik Medan
c. Mengetahui distribusi frekuensi MVD pada karsinoma
nasofaring berdasarkan ukuran tumor, pembesaran kelenjar getah bening dan stadium tumor di RSUP H. Adam Malik Medan
d. Mengetahui korelasi antara ekspresi TNF- α dan gambaran MVD
pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat antara lain : a. Memberikan informasi mengenai tingkat ekspresi TNF-
α dan MVD pada karsinoma nasofaring di RSUP. H. Adam Malik Medan.
b. Sebagai rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan
TNF- α dan MVD, seperti perannya dalam tatalaksana karsinoma
nasofaring. c.
Sebagai rujukan penelitian berikutnya yang berkaitan dengan TNF-
α dan MVD sebagai faktor prognosis pada karsinoma nasofaring.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Nasofaring
Nasofaring merupakan bagian faring yang terletak paling atas oleh karena itu disebut juga dengan epifaring. Nasofaring secara anatomis
terletak di bagian belakang dari rongga hidung dan mempunyai batas mulai dari dasar tengkorak sampai ke palatum mole. Atap nasofaring
dibentuk oleh basis sphenoid dan basis oksipital, dinding posterior di bentuk oleh vertebra, dasar nasofaring dibentuk oleh palatum mole,
dinding depan dibentuk oleh koana, serta dinding lateral dimana ditemukan muara tuba eustachius seperti yang terlihat pada gambar 1
dibawah ini Dhingra 2007.
Gambar 1. Anatomi nasofaring Wei 2006.
KNF dapat terjadi pada segala usia, tapi umumnya sekitar 75-90 menyerang usia 30-60 tahun. Di dunia barat, KNF merupakan jenis tumor
Universitas Sumatera Utara
yang jarang. Di Amerika Serikat kurang dari 1 dari seluruh kanker. Angka kejadian di Amerika dan Eropa bervariasi antara 0,22 sampai 0,5
per 100.000 populasi. Sebaliknya, KNF mempunyai prevalensi yang luas di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Afrika Utara dengan insidensi yang
lebih tinggi dibandingkan bagian dunia yang lain Dhingra 2007. Usia insidensi KNF berbeda dengan kanker lainnya. Di Cina KNF mulai
muncul pada usia 15-19 tahun. Pada pria, KNF sering ditemukan pada usia 15-34 tahun dan mencapai puncaknya usia 35-64 tahun kemudian
menurun setelah usia tersebut Chew 1997. Dari data rekam medik di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah
penderita KNF yang datang berobat dari Januari 2006-Desember 2009 ditemukan 335 orang dengan rentang usia 12-81 tahun Puspitasari
2011. Diyakini bahwa terdapat sejumlah faktor lingkungan bersama dengan
faktor genetikhost yang mungkin bertanggung jawab terhadap penyebab kanker ini. Ho menyatakan sedikitnya ada 3 faktor etiologi yaitu infeksi
Virus Epstein-Barr, kerentanan genetik dan faktor lingkungan yang berperan dalam tingginya insidensi KNF di Cina Kumar 2003.
KNF merupakan proses keganasan pada manusia yang berasal dari sel epithelium yang berada pada rongga nasofaring. KNF merupakan
salah satu contoh keganasan yang menyerang pada manusia dan secara konsisten selalu dihubungkan dengan infeksi virus. Genome dari Virus
Epstein-Barr ditemukan di dalam semua sel KNF Lutzky et al. 2008. Walaupun gejala pasien dengan KNF tidak spesifik dan hampir semua
pasien dengan penyakit ini tidak dapat didiagnosis pada tingkat awal, gejala yang tidak spesifik ini dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok: 1. Massa di nasofaring: epistaksis, obstruksi nasal insidensi 73.
2. Disfungsi tuba eustachius: perasaan penuh pada telinga, berkurangnya pendengaran 62.
Universitas Sumatera Utara
3. Erosi dasar tengkorak dan lumpuhnya saraf kranial: nyeri kepala, diplopia, perasaan baal 35.
4. Massa leher: leher atas 76. Berdasarkan penelitian, saraf kranial yang paling sering dipengaruhi
adalah III, V, VI dan XII Plant 2009. Otitis media serosa dijumpai pada 41 pasien dari 237 pasien yang
baru terdiagnosa KNF. Sehingga apabila seorang pasien dewasa, ras cina datang dengan gejala ini, seorang ahli THT harus mempertimbangkan
kemungkinan KNF Wei 2006. Gejala hidung dapat berupa epistaksis, sekret hidung dan saliva
bercampur darah pada saat membuang sumbatan hidung. Ozaena terjadi sebagai akibat nekrosis tumor dan khas pada KNF stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring memiliki kecenderungan untuk cepat menyebar ke kelenjar limfe. Metastase kelenjar limfe bilateral dan kontralateral sering
dijumpai Chew 1997. Diagnosis dari KNF sulit karena lokasi anatomisnya. Sering, penyakit
secara klinis tidak menimbulkan gejala sampai menyerang struktur yang berdekatan dan menghasilkan gejala Titcomb Jr 2001.
Ketika pasien datang dengan gejala KNF, mereka harus dievaluasi secara klinis tanda-tanda fisik KNF misalnya, keberadaan kelenjar getah
bening di leher, cairan di telinga tengah, dan keterlibatan saraf kranial
Diagnosis dapat kita lakukan melalui langkah-langkah berikut ini Brennan 2006:
Wei 2006.
1. Evaluasi gejala klinis dan ukuran serta lokasi dari kelenjar limfe servikal.
2. Nasofaringoskopi untuk mengetahui adanya tumor primer. 3. Pemeriksaan neurologis nervus kranialis.
4. CT-ScanMRI dari kepala. 5. Foto thorax AP dan Lateral untuk mengetahui adakah
penyebaran ke paru.
Universitas Sumatera Utara
6. Scintigraphy tulang untuk melihat penyebaran ke tulang. 7. Pemeriksaan darah lengkap.
8. Ureum, elektrolit, kreatinin dan fungsi hati. 9. Biopsi dari kelenjar limfe dan tumor primer untuk pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan radiologi yang lebih baik untuk KNF adalah CT-Scan
dengan kontras dan MRI dengan enhancement. Umumnya buku onkologi lebih menganjurkan pemeriksaan MRI dari pada CT-Scan karena dapat
memberikan detail yang lebih baik tentang perluasan dan keterlibatan intrakranial. Sebaliknya, CT-Scan dapat menunjukkan adanya erosi
tulang. Faktor-faktor ini penting untuk menentukan stadium penyakit Jeyakumar et al. 2006.
Pada tahun 1978, WHO mengajukan klasifikasi karsinoma nasofaring berdasarkan konsep Shanmugartnam dan Sobin. Menurut WHO
karsinoma nasofaring dibagi dalam tiga subtipe: 1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma WHO tipe I,
2. Non keratinizing Squamous Cell Carcinoma WHO tipe II, 3. Undifferentiated Carcinoma WHO tipe III.
Pada tahun 1991, WHO kembali mengklasifikasikan karsinoma nasofaring atas :
a. Squamous Cell Carcinoma dengan subtipe Keratinizing Squamous